Mohon tunggu...
Naura Yasmin
Naura Yasmin Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Adam

6 November 2018   13:20 Diperbarui: 8 November 2018   13:47 632
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
foto oleh Kurdi, Masjid Baitunnur Pesantren Nuris Jember

Naura Yasmin*

Detik detik waktu terus berjalan. Takdir adalah kejutan dari Tuhan datang bergantian. Sudah seminggu ini aku mempersiapkan diri dan mentalku untuk sebuah takdir kehidupan baru. Semua orang menyemangatiku. Mereka semua mulai mengeluarkan kata kata mutiara agar hatiku semakin yakin dengan pilihan orang tuaku. Malam ini aku menatap lampu kuning hangat di kamarku, kuperhatikan dua cicak yang sedang bersiaga di sekitarnya. Kubuka kelambu jendela sembari mengintip bulan yang seakan akan sedang membaca isi hatiku.

***

Adzan subuh berkumandang, membangunkanku dari tidur lelapku yang tak disengaja semalam. Satu hal yang samar-samar kuingat adalah suara percakapan ayah dan Ibu yang terdengar menembus tembok kamarku. Entah apa yang mereka bicarakan, aku tak dapat mengambil kembali ingatanku.

"Adam. Sarapan dulu"

Aku berjalan menuju dapur menghampiri ayah yang sedari tadi tersenyum bahagia menatapku. Iya,karena semua ini adalah pilihan seorang ayah yang ingin anaknya menjadi santri. Akupun tak pernah ragu akan keputusan orang tuaku, aku yakin semua akan berjalan seperti biasa bahkan mungkin lebih seru dari hari hari kemarin. Justru aku bersyukur karena dengan keputusan ini, ayah dan Ibu jadi akur kembali. Tak banyak bertengkar seperti sebelumnya.

"Dam ayo makan yang banyak" Ayah menambahkan nasi ke piringku

"Tumben, kenapa? Ayah senang aku akan berangkat ke pondok hari ini, hm?"

"Ya jelas senang karena Ayah yakin setelah menjadi santri kamu akan lebih paham tentang kehidupan"

"Kalau begitu apa hubungannya kalau aku makan banyak hari ini?"

"Maka dari itu, dengarkan dulu kalau ayah berbicara jangan langsung dipotong. Nanti di pesantren kamu akan merindukan masakan Ibumu, meski Ibumu jarang mengganti menu makan di rumah namun di pondok kamu akan jarang menemukan ikan goreng, telur mata sapi, dan masakan khas Ibu lainnya" Tiba-tiba Ibu mendeham keras dari arah dapur. Kami berdua lekas-lekas memperbaiki sikap, khawatir kalau Ibu akan marah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun