Mohon tunggu...
Naufal  amrulloh
Naufal amrulloh Mohon Tunggu... Foto/Videografer - fotografer

mahasiswa psiologi semester 5 UIN Malang

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Mengatasi Korban Kekerasan Anak di Bawah Umur

7 Desember 2019   00:41 Diperbarui: 7 Desember 2019   00:47 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Kekerasan terhadap anak sangat marak terjadi, tidak hanya dikalangan masyarakat tetapi yang paling banyak terjadi di dunia pendidikan di indonesia. Menurut Data Komisi Perlindungan Anak Indonesia  atau (KPAI), data setiap tahun jumlah kekerasan pada anak yang dilaporkan terus meningkat. Data tersebut dapat dilihat dalam tabel  sebagai berikut:

Tabel 1 Data Laporan Kasus Kekerasan Pada Anak di Indonesia

no

Tahun

Lapora KPA

1

2008

1.726 Kasus

2

2009

1.998 Kasus

3

2010

1.826 Kasus

4

2011

2.509 Kasus

5

2012

3.332 Kasus

Tahun 2012 terdapat laporan kasus , dengan 62% di antaranya merupakan kekerasan seksual kepada anak-anak yang dilakukan oleh orang dewasa atau orang terdekat.

Tahun 2016 dalam triwulan pertama menunjukkan 645 laporan, 167 diantaranya adalah anak dengan masalah hukum (ABH), seperti pencurian, bulliying. 152 kasus berkaitan dengan masalah hak asuh. Ketua KPAI menyebutkan rata-rata kekerasan pada anak yang terjadi 3.700 per tahun. Dengan demikian kekerasan pada anak yang terjadi di Indonesia terdapat lebih dari 10 kasus per-hari.

Delsboro (dalam Soetjiningsih, 1995) menyebutkan bahwa kekerasan pada anak adalah "seorang anak yang mendapat perlakuan badani yang keras, yang dikerjakan sedemikian rupa sehingga menarik perhatian suatu badan dan menghasilkan pelayanan yang melindungi anak tersebut".

Barker (dalam Huraerah, 2007) mendefinisikan kekerasan pada anak merupakan "tindakan melukai secara berulang-ulang secara fisik dan emosional terhadap anak yang ketergantungan, melalui desakan hasrat, hukuman badan yang tak terkendali, degradasi dan cemoohan permanen atau kekerasan seksual". Kekerasan pada anak ditandai dengan perlakuan-perlakuan yang tidak terkendali baik secara fisik, verbal, emosional, dan seksual.

Bentuk Kekerasan pada Anak Bentuk-bentuk kekerasan pada anak dapat diklasifikasikan dalam 4 macam, yaitu:

 1. Kekerasan fisik

2. Kekerasan psikis atau emosi

3. Kekerasan seksual

4. Kekerasan sosial

1. Kekerasan Fisik

Kekerasan anak secara fisik dapat berupa penyiksaan, pemukulan, dan penganiayaan terhadap anak, dengan atau tanpa menggunakan benda-benda tertentu, yang menimbulkan luka-luka fisik atau kematian kepada anak.

2. Kekerasan psikis atau emosi

Bentuk kekerasan psikis, antara lain: dihina, dicaci maki, diejek, dipaksa melakukan sesuatu yang tidak dikehendaki, dibentak, dimarahi, dihardik, diancam, dipaksa bekerja menjadi pemulung, dipaksa mengamen, dipaksa menjadi pembantu rumah tangga, dipaksa mengemis, dll.

3. Kekerasan seksual

Kekerasan seksual adalah perlakuan prakontak seksual antara anak dengan orang yang lebih besar (melalui kata, sentuhan, gambar visual, exhibitionism), maupun perlakuan kontak seksual secara langsung antara anak dengan orang dewasa (incest, perkosaan, eksploitasi seksual).

4. Kekerasan sosial

Kekerasan sosial karena diabaikan dapat disebabkan karena kegagalan ibu bapak untuk memenuhi keperluan utama anak seperti pemberian makan, pakaian, kediaman, perawatan, bimbingan, atau penjagaan anak dari gangguan penjahat atau bahaya moral dan tidak melindungi mereka dari bahaya sehingga anak terpaksa menjaga diri sendiri dan menjadi pengemis.

Hal-hal yang menyebabkan tindakan kekerasan terjadi pada anak, antara lain adalah:

Lingkup kekerasan, seseorang yang pernah mengalami kekerasan di masa kecilnya akan cenderung untuk melakukan-hal-hal yang pernah menimpa pada dirinya kepada orang lain.

Mengalami stress berat dan tidak adanya dukungan. Menjadi orang tua bukanlah pekerjaan yang mudah, butuh tanggung jawab dan dukungan yang besar. Kebanyakan orang tua yang tidak mendapatkan dukungan dari keluarga, kerabat, teman, dan lainnya akan sering mengalami stress berat.

Memiliki kecenderungan alkohol dan obat-obatan. Orang yang memiliki ketergantungan pada alkohol maupun narkoba cenderung untuk tidak bisa mengontrol emosi. Sehingga dapat berpeluang besar melakukan penyiksaan.

Kondisi ekonomi yang bermasalah

Krisis meningkatkan jumlah kekerasan yang ada di lingkungan sekitar.

Berikut adalah macam-macam kekerasan yang terjadi pada anak:

   1. Penyiksaan Fisik (Physical Abuse)

Bentuk penyiksaan fisik seperti cubitan, pemukulan, menyundut, tendangan, membakar, dan tindakan-tindakan fisik yang dapat membahayakan anak termasuk ke dalam jenis kekerasan. Kebanyakan orang tua menganggap kekerasan fisik merupakan bentuk dari pendisiplina anak. Dengan harapan anak dapat belajar untuk berperilaku yang baik.

2. Pelecehan Seksual (Sexual Abuse)

  Pelecehan seksual merupakan tindakan dimana anak dapat terlibat dalam sebuah aktivitas seksual, namun tanpa anak sadari, tidak mampu untuk mengkomunikasikannya, serta tidak mengerti maksud dari sesuatu hal yang diterimanya tersebut.

3. Pengabaian (Child Neglect)

Bentuk kekerasaan anak yang memiliki sifat pasif, yaitu merupakan sikap meniadakan perhatian yang mencukupi baik itu dalam bentuk fisik, emosi, ataupun sosial.

4. Penyiksaan Emosi (Emotional Abuse)

Yang dimaksud dengan penyiksaan emosi disini adalah segala tindakan yang mana meremehkan dan merendakan anak. Karena tindakan ini membuat anak menjadi tidak merasa berharga untuk dikasihi dan dicintai.

5. Penolakan

Biasanya ini dilakukan para otrang tua yang narsis yang menampakkan sikap penolakan kepada anak, entah itu sadar maupun tidak akan berakibat membuat anak merasa tidak diinginkan. Misalnya saja dengan menyuruh anak pergi, memanggil dengan nama yang tidak pantas, menolak berbicara pada anak, menolak melakukan kontak fisik dengan anak, menyalahkan anak, mengkambing hitamkan anak.

6. Orang Tua Bersikap Acuh

Sikap seperti ini biasanya dikarenakan orang tua yang sedang memiliki masalah dalam pemenuhan emosi yang membuat dirinya tidak mampu untuk merespon kebutuhan emosi sang anak. Hal ini ditunjukkan dengan adanya ketidak tertarikan pada anak, menahan kasih sayang, bahkan mengalami kegagalan dalam mengenali kehadiran sang anak. Sehingga nantinya akan memberikan pengaruh yang negatif dalam tumbuh kembang anak.

Ada beberapa contoh perilaku pengabaian semisal, tidak menunjukkan perhatian saat momen penting anak, tidka peduli pada kegiatan anak, tidak merespon perilaku spontan anak saat di lingkungan sosial, tidak memberikan perawatan kesehatan saat dibutuhkan, tidak masuk ke dalam keseharian anak, dan lainnya.

7. Memberikan Teror Kepada Anak

Mengancam, membentak, hingga mengucapkan kata kata kasar pada anak akan memberikan pengaruh yang cukup serius dalam psikologis anak. Hal ini akan membuat anak mengalami ketakutan dan merasa terintimidasi. Sikap teror ini dapat ditunjukkan pada teriakan, bentakan, kata sumpah serapah, menakut-nakuti, hingga ancaman dalam bentuk verbal yang cukup ekstrim.  

8. Mengasingkan Anak

Tidak memperbolehkan anak untuk terlibat dalam kegiatan sosialnya, mengurung di rumah, tidak memberikan rangsangan pada apapun yang berkaitan dengan pertumbuhannya akan masuk ke dalam kekerasa emosional. Hal ini akan merusak kehidupan anak secara tidak lansgung, namun tergantung dari situasi serta tingkat keparahannya. Sikap mengasingkan anak ini dapat ditunjukkan seperti meninggalkan anak sendirian pada jangka waktu yang lama, menjauhkan anak dari lingkungan keluarga, menuntut anak untuk belajar secara berlebihan, tidak memperbolehkan anak untuk mempunyai teman ataupun berinteraksi dengan lingkungan sosial.

9. Memberikan pengaruh buruk pada anak

Memberikan pengaruh buruk adalah dengan memperlihatkan hal-hal yang bersikap negatif di depan anak secara langsung. Berikut ini beberapa contoh sikap yang memberikan pengaruh buruk untuk anak semisal memuji anak yang melakukan tindakan tidak terpuji kepada orang lain, mengajarkan anak untuk rasis, mendorong anak bersikap kasar pada orang lain, bahkan memberikan narkoba maupun obat-obatan terlarang pada anak.

10. Eksploitasi

Bentuk manipulasi atau dapat dikatakan sebagai bentuk pemaksaan dengan tidak memperdulikan perkembangan anak. Banyak contoh eksploitasi pada anak yaitu dengan memberikan tanggung jawab yang berlebihan pada anak yang melebihi dari usia dan kemampuannya.  

Nah itu tadi beberapa jenis-jenis kekerasan pada anak yang dapat terjadi. Tentu saja hal ini tidak akan berdampak baik pada anak, dalam perkembangan psikis maupun sosial. Untuk itu, sebagai orang tua penting untuk sadar diri jika tindakan kekerasan tersebut bukan merupakan solusi tepat untuk mendidik anak.

Penggunaan Konseling Realitas

Konseling Realita memandang individu dalam arti perilaku yang dapat diamati tetapi bukan dalam arti paradigma stimulus respon seperti halnya pandangan para konselor perilaku pada umumnya, dan bukan pula dalam arti fenomenologis seperti pandangan konselor humanistik. Konseling realita melihat perilaku melalui standart obyektif yang disebut realita (realiti). Realita ini dapat bersifat praktis (realitas praktis), realita sosial (realitas sosial), dan realita moral (realitas moral).

Fokus terapi realitas adalah pada apa yang disadari oleh konseli dan kemudian menolong konseli menaikkan tingkat kesadarannya itu. Setelah konseli menjadi sadar betapa tidak efektifnya perilaku yang konseli lakukan untuk mengontrol dunia, mereka akan lebih terbuka untuk mempelajari alternatif lain dari cara berperilaku. Tidak seperti banyak pendekatan lain, terapi realitas menaruh perhatian khusus tentang mengajar orang untuk dapat berurusan dengan dunia secara lebih efektif. Inti dari terapi realitas adalah menolong konseli mengevaluasi apakah yang konseli inginkan itu realistik dan apakah perilakunya bisa menolongnya kearah itu. Konselilah yang menentukan apakah konseli lakukan itu bisa membuatnya mendapatkan apa yang konseli kehendaki, dan mereka menentukan perubahan apa, kalaupun ada, apa yang mereka kehendaki untuk dilakukan. Setelah konseli lakukan penilaian terhadap masalah yang dihadapi konseli, maka konseli dibantu oleh konselor dalam hal mendesain suatu rencana perubahan sebagai cara menerjemahkan perkataan menjadi perbuatan (Rusmana 2009: 75).

Secara realistis, penggunaan psikoterapi jangka panjang yang mengeksplorasi dinamika-dinamika tak sadar dan masa lampau seseorang pada situasi-situasi dan tipe orang-orang tersebut diatas sangat terbatas. Glasser mengembangkan pendekatannya karena keyakinannya bahwa prosedur-prosedur psikoanalitik tidak berhasil bagi populasi itu.

Keuntungan-keuntungan yang diperoleh dari konseling realitas tampaknya adalah jangka waktu terapinya yang relatif pendek dan berurusan dengan masalah-masalah tingkah laku sadar. Konseli dihadapkan pada keharusan mengevaluasi tingkah lakunya sendiri dan membuat pertimbangan nilai (Corey 2007: 281).

Saran

Kasus kekerasan terhadap anak saat ini memang tidak bisa dianggap sebagai hal yang biasa lagi. Hal tersebut ternyata sangat berdampak terhadap psikologi korban kekerasan anak. Peran sebagai orang tua yang sangat sayang terhadap anaknya adalah sangat penting. Untuk menjaga dan mengawasi anaknya agar tidak mengalami kekerasan terhadap anak. Caranya, orang tua bisa membangun komunikasi yang dekat dan sebaik mungkin dengan anak. Tujuannya adalah supaya anak bisa terbuka dengan orang tuanya dan dapat membantu mengatasi permasalahan yang sedang di alami oleh anak.

Daftar Pustaka

Adams, Lauren Girard, Paxton, Maisley. (2008). Counseling Children And Youth In Times Of Crisis: Tips To Achieve Success And Avoid Pitfalls. Ameran Bar Association.

Brendgen, Mara, Phd, Brigitte Wanner, Phd, Frank Vitaro, Phd. (2006). Verbal Abuse By The Teacher And Child Adjustment From Kindergarten Trough Grade 6,. Pediatrics, Official Journal Of The American Academy Of Pediatrics, Vol.117.

Calhoun, Georgia B, Brian A. Glaser, & Christi L. Bartolomucci. (2001). The Juvenile Counseling And Assessement Model And Program: A Conceptualization And Intervention For Juvenile Delinquency, Journal Of Counseling & Development, 79, 131-139.

Corey, Gerald. (2007). Teori Dan Praktek Konseling Dan Psikoterapi. Bandung:Refika Aditama.

Corey, Gerald. (2012). Theory And Practice Of Group Counseling, Eight Edition. Us: Brooks/Cole.

Stalker, Kristen & Mcarthur, Katherine. (2012). Child Abuse, Child Protection And Disabled Children: A Review Of Recent Research. Journal Child Abuse, Vol. 21: 24--40 .

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun