a. pemberian peringatan tertulis;
b. rekomendasi pencabutan surat tanda registrasi atau surat izin praktik; dan/atau
c. kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi.
Selain MKDKI yang merupakan lembaga yang berwenang dalam penegakan disiplin kedokteran, terdapat pula lembaga yang berwenang dalam penyelesaian sengketa medis dalam rangka penegakan etika kedokteran di Indonesia, yaitu Majelis Kehormatan Etik Kedokteran atau MKEK. Berdasarkan Pasal 1 angka 3 Pedoman Organisasi dan Tatalaksana Majelis Kehormatan Etik Kedokteran, Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) adalah salah satu unsur Pimpinan dalam struktur kepengurusan IDI di setiap tingkatan, bersifat otonom dan berperan serta bertanggung jawab dalam pembinaan, pelaksanaan, pengawasan dan penilaian dalam pelaksanaan etika kedokteran termasuk perbuatan anggota yang melanggar kehormatan dan tradisi luhur kedokteran.
Secara umum dapat disimpulkan bahwa MKEK memiliki wewenang untuk memeriksa, menyidangkan, dan membuat putusan pada kasus pelanggaran etika yang dilakukan oleh dokter. Berdasarkan Pasal 29 Pedoman Organisasi dan Tatalaksana Majelis Kehormatan Etik Kedokteran, MKEK juga berhak menjatuhkan sanksi terhadap kasus pelanggaran etika kedokteran. Sanksi tersebut terbagi menjadi 4 kategori sebagai berikut:
1. Kategori satu bersifat murni pembinaan, yaitu:
- Membuat refleksi diri secara tertulis.
- Mengikuti workshop etika yang ditentukan MKEK.
- Mengikuti modul etik yang sedang berjalan di FK yang ditunjuk oleh MKEK.
- Mengikuti program magang bersama panutan selama 3 (tiga) bulan.
- Kerja sosial pengabdian profesi di institusi kesehatan yang ditunjuk MKEK tidak lebih dari tiga bulan.
2. Kategori dua bersifat penginsafan tanpa pemberhentian keanggotaan, yaitu:
- Rekomendasi pemberhentian jabatan tertentu kepada pihak yang berwenang.
- Pemberhentian dari jabatan di IDI dan organisasi di bawah IDI serta pelarangan menjabat di IDI dan organisasi di bawah IDI untuk satu periode kepengurusan.
- Kerja sosial pengabdian profesi di institusi kesehatan yang ditunjuk MKEK dalam kurun waktu 6-12 bulan.
- Mengikuti program magang bersama panutan selama 6-12 bulan.
3. Kategori tiga bersifat penginsafan dengan pemberhentian keanggotaan sementara beserta pencabutan sementara hak dan kewenangan profesi sebagai dokter di Indonesia sekurang-kurangnya 12 bulan, yang berimplikasi pada:
- Kehilangan hak dan kewenangan melakukan praktik kedokteran,
- Kehilangan hak dan kewenangan menjadi pengurus dan anggota IDI dan seluruh organisasi di bawah IDI.
- Kehilangan hak dan kewenangan menyandang suatu jabatan publik yang menyaratkan dijabat seorang dokter aktif.
- Surat Tanda Registrasi dan status di Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) menjadi non-aktif.
4. Kategori empat bersifat pemberhentian keanggotaan tetap dan juga hilangnya seluruh hak dan kewenangan secara tetap sesuai penjabaran dalam kategori tiga.Â
Selain melalui MKDKI dan MKEK, penyelesaian sengketa medis yang melawan hukum dapat dilakukan melalui pengadilan pidana atau pengadilan perdata.
Oleh karena itu, berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang erat antara dokter dan tenaga kesehatan sebagai pemberi layanan kesehatan, pasien sebagai penerima layanan kesehatan, serta fasilitas kesehatan sebagai sarana penunjang layanan kesehatan yang dijamin kesediaannya oleh pemerintah.Â