Analisis tahap perkembangan pada klien menjadi penting dalam rangka memberikan intervensi yang terbaik. Kali ini saya akan berbagi bagaimana dala ilmu pekerjaan sosial melakukan wawancara pada penyandang disabilitas dan mulai menganalisis hasil wawancara kedalam tahap perkembangan manusia. Berikut ini wawancara lengkapnya, informasi yang dikumpulkan berdasarkan wawancara sebelumnya dengan tanya jawab sebagai berikut:
No
Pertanyaan
Jawaban
1
Bagaimana proses persalinan ada awalnya?
Saya lahir normal dengan berat 3,00kg tanpa kecacatan apapun
2
Lalu, bagaimana ada mendapatkan kedisabilitasan yang ada derita sekarang?
Dulu saat bapak masih sekolah dasar kelas 3 atau 4 SD, bapak sakit mata dan orang-orang dikampung bapak dulu percaya kalau orang sakit mata harus diobati dengan tumbuhan sejenis rempah-rempah gitu yang biasa dipake ibu-ibu masak didapur. Dan itu dimasukan ke mata terus matanya ditutup dengan dedauanan. Hanya sakit, yang bapak inget cuman nangis aja karena nanti bisa sembuh. Tapi beberapa hari setelahnya malah keluar darah dari dedaunan itu dan makin banyak sampai akhirnya dibawa ke klinik gitu yang lumayan jauh tapi mata bapak udah dinyatakan mati syarafnya jadi seperti sekarang ini.
3
Tapi setelah kejadian itu apakah masih hidup bersama keluarga?
Iya masih, dari sejak itu bapak ga bisa lihat. Hitam semua, padahal dulu ada warna yang bisa dilihat. Sejak kejadian itu bapak apa-apa dibantu orangtua dan saudara karena kebetulan 3 bersaudara . Cuman orangtua meninggal sebelum bapak dewasa. Dari situ lalu merantau ke bandung sampai sekarang
4
Selama sekolah dulu adakah hambatan yang masih bapak ingat bapak alami?
Iya, dulu diejek si buta. Tidak bisa sekolah. Diem dirumah dengerin saudara-saudara belajar dan cerita apa itu sekolah. Dulu mah ga kayak sekarang, susah mau sekolah. Terus alhamdulillahnya masih banyak orang baik didunia kayak ibu dan bapaknya bapak, jadi tetep diajarin meski bukan huruf braille karena kenal huruf braille itu pas dibandung sempet belajar. Cuman dulu itu pas orangtua udah meninggal bapak ngerasain yang kata orang bilang hidup sebatang kara. Saudara ya gitu aja, tetangga ya kadang bantu tapia pa-apa bapak belajar sendiri. Bapak bisa masak yang sederhana kayak telor sama nasi tapi ya gitu kadang telor sama cangkangnya atau nasinya terlalu lembek atau keras. Cuman udah biasa nyasar jadinya tapi lama-lama hapal jalan yang deket rumah jadi udah tahu warung dimana.
5
Kalau waktu sekolah ada teman sepermainan yang masih akrab?
Engga sih, banyak main dirumah. Temannya ya ibu, bapak dan saudara-saudara
6
Kalau belajar braille darimana?
Dulu pas awal ke bandung karena diajak belajar mijet awalnya. Terus pulang dari mijet ada sesama netra ngajak bapak buat masuk panti katanya bisa makan, tidur dan dikasih pekerjaan terus semua serba gratis
7
Hidup dipanti berapa lama pak?
Ndak lama, hanya setahun karena engga betah semua serba diatur. Terus ketemu istri disana jadi milih keluar karena istri orang bandung jadi punya keluarga
8
Bapak punya sosok idola tidak?
Idola? Paling bapak berterima kasih ke ibu dan bapaknya bapak meski karena mereka bapak seperti ini tapi karena mereka juga bapak masih hidup
9
Kalau dengan istri bagaimana proses bertemuanya pak?
Sama-sama tinggal dipanti, terus kenalan, mungkin juga sudah jodoh ya terus nikah keluar dari panti dan hidup disini
10
Ada tidak pak penyesalan terbesar bapak selama ini?
Nyesel mah banyak, Neng, cuman ya udah takdir. Tapi kalau bisa diperbaiki bapak mau sekolah yang rajin, dulu bapak bandel jadi baca tulisnya kurang lancar makanya anak-anak bapak dari dulu bapak minta belajar terus biar engga kayak bapak.
11
Kalau kata bapak nih, bapak orang yang seperti apa?
Bapak mah ya gini orangnya, galak sama anak tapi bukan karena apa-apa karena mau anaknya lebih baik.
12
Menurut bapak ada tidak yang bapak capai dan membuat bangga diri sendiri?
Sekarang bapak hidup usaha sendiri, Neng, engga jadi pengemis. Bapak dikasih bakat mijet jadi bapak bisa mijet orang dan dibayar meski ga tau dibayar berapa tapi cukup untuk anak sekolah.
13
Kalau diusia bapak sekarang kesulitan yang bapak alami seperti apa?
Kesulitannya tidak bisa mengantar jemput anak makanya kadang suka kasihan mereka pergi pulang sendiri. Terus engga bisa lihat muka mereka. Kadang malah engga tahu jawaban dari pertanyaan anak karena engga pernah mengalami dan melihat sebelumnya
14
Terus cara bapak mengatasinya gimana?
Bapak berdoa sama Allah biar anak-anak bapak dijaga sama Allah. Alhamdulillah dari dulu banyak orang baik, saudara-saudara banyak yang mau bantu anak bapak belajar. Tetangga juga suka bantu bapak jawab pertanyaan anak. Anak juga suka cerita mereka dapet guru yang baik jadi suka belajar dari gurunya
15
Kalau dulu jaman bapak masih kecil gimana cara bapak tahu segala macam jenis barang?
Ya dipegang, kadang dirasain juga dimana rasanya air hujan apa bedanya sama air minum. Kalau bentuk kotak itu kayak apa. Cuman kalau kayak jumlah uang terus warna terus yang lainnya karena dulu sempet belajar tapi engga banyak. Sekarang engga tahu jumlah nilai yang dikasih orang lain ke bapak berapa setelah mijet, tahunya pas pulang uangnya dikasih ke anak. Kadang masih suka ketipu tapi ya engga papa.
16
Terakhir, prinsip hidup bapak apa?
Rejeki, jodoh, maut sudah ada yang mengatur ya dijalani saja sebaik-baiknya.
Analisis Tahap Perkembangan
Konvensional
Piaget
Freud
Erikson
Kasus “H”
Infancy (0-2 tahun)
Sensorimotor
Oral Anal
Trust vs Mistrust
Lahir normal dengan berat 3 kg dan dekat dengan ibunya
Early childhood (2,5-6 tahun)
Preoperations
Phallic
Autonomy vs Shame
Initiative vs Guilt
“H” cukup tergantung dengan ibunya semua hal dilakukan dengan bantuan ibunya hingga kedua orangtuanya meninggal. “H” juga mengalami rasa malu saat dulu diejek “si buta”
“H” juga takut untuk mempelajari hal baru selain dari yang ibunya ajarkan.
Middle Childhood (6-12 tahun)
Concrete Operations
Latency
Industry vs interiority
“H” merasa ia tidak bisa melakukan apa-apa bila tidak ada ibunya . “H” juga tidak melanjutkan sekolahnya dan hanya diajari oleh ibunya saja
Adolescence (12-19 tahun)
Formal Operations
Genital
Identity vs Diffusion
“H” yakin meski ia netra ia sudah memiliki rejeki, jodoh dan maut yang telah digariskan Tuhan. Ia memahami bagaimana dirinya harus berperilaku dewasa setelah orangtuanya tiada diusia remaja.
“H” belajar untuk mandiri dan mempelajari cara bertahan hidup seorang diri. Ia belajar memasak meski dengan beberapa kesalahan yang ia terima dan diperbaiki terus menerus. “H” juga beberapa nyasar sampai akhirnya bisa menghapal tempat-tempat tertentu.
Adulthood (19-65 tahun)
-
-
Intimacy vs Isolation
Generativity vs Stagnation
“H” sudah menikah dan memiliki anak. Ia menyayangi anaknya sehingga tidak ingin anaknya mengalami hidup seperti dirinya.
Interaksi “H” dengan anak-anaknya cukup baik dibuktikan dengan pengakuan “H” sering mendengarkan anaknya bercerita dan beberapa kali mendapat pertanyaan yang sulit sehingga mengharuskan “H” bertanya pada orang lain. “H” juga sudah sampai pada tahap mampu menghidupi keluarganya dari penghasilan memijat.
Kesimpulan
“H” mengalami beberapa tahap perkembangan yang terganggu terutama pada tahap setelah kecelakaan yang mengakibatkan kedisabilitasan netra yang ia alami. Masa remaja awalnya penuh dengan ketakutan karena sangat bergantung pada ibunya. Namun pada remaja akhir semuanya berubah setelah orangtuanya meninggal dunia. “H” mengalami proses belajar dari try and error dimana mencoba dulu dan melakukan kesalahan-kesalahan yang kemudian ia pahami untuk tidak dilakukan kemudian hari.
“H” tidak mengalami kesulitan yang berarti karena telah belajar bagaimana memperbaiki kesalahan-kesalahan yang ia buat hingga usianya dewasa. “H” yakin ia harus bertanggungjawab untuk hidupnya dan memahami bahwa Tuhan yang memegang kendali atas hidupnya sehingga lebih pasrah dan berserah. “H” berusaha untuk membina interaksi yang baik dengan orang-orang disekitarnya agar tidak mengulang pengalamannya dimasa lalu. “H” juga telah mencapai tahapan dimana ia bisa menemukan pendamping hidupnya dan membina rumah tangga yang kemudian ia nafkahi dari hasil keringatnya sendiri sebagai tukang pijat. Pencapaian terbaik menurut “H” sepanjang hidupnya adalah bisa membiayai keluarganya sendiri dari hasil kerja kerasnya memijat.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI