Karena itu di ucapkan bahwa maksud pembatasan itu adalah pembatasan mubtada' di dalam khobar sedangkan yang kedua adalah sebaliknya seperti keterangan yang telah lewat.
Sesungguhnya yang dimaksud dari kalimat itu adalah kunci tentang sahnya niat dan kunci tentang perolehan pahala sebab niat itu. Atau kalimat kedua menunjukkan arti bahwa suatu pekerjaan harus disertai niat tertentu atau ta'yinul amal bi niyat, seperti orang yang mengqadha salat, (ia tidak cukup hanya berniat melakukan qadha salat, akan tetapi harus disertai niat mengqadha salat yang akan dilaksanan atau ta'yin, apakah salat Ashar atau Dzuhur), kalau tidak di tentukan maka sholat itu menjadi shalat sunah dan tidak mencukupi shalat fardhunya, karena dia sama sekali tidak berniat dan sama sekali tidak menentukan di dalam niatnya.
Kemudian di dalam hadist itu di temukan dua jenis penjelasan konteks kalimat, pertama jenis global atau umum yang disebutkan oleh Nabi shallallahu alaihi wasallam secara detil, kedua jenis terperinci (atau sebab khusus adanya hadist ini), karena sebagai tambahan penjelasan dan sebagai dalil yang jadi landasan asal cerita dari hadits innamal a’malu bin niyyat ini (asbabul wurud), yaitu apa yang di riwayatkan (walaupun sebagian ulama hadist ada yang berkata "kami tidak menemukan sanadnya yang shahih")
ان رجلا امرأة تسمى أم قيس فحطبها فامتنعت حتى تهاجر فلما هجرت الي المدينة لاجلها
”Sesungguhnya ada seorang lelaki dari Mekah melamar seorang perempuan yang dikenal dengan nama "Ummu Qais" perempuan tersebut menolak dan memberi syarat, untuk menikahinya lelaki tersebut harus berhijrah terlebih dahulu ke Madinah, dia pun akhirnya berhijrah karena ingin menikahinya.”
(Manahijul Imdad 1/10)
***
(فمن كانت هجرته الى الله و رسوله)
Barangsiapa hijrahnya kepada Allah dan rasul-Nya.
Maksudnya tujuan dan niat hijrahnya kesini (kepada Allah dan rasul-Nya).
Kalimat yang selanjutnya akan di hubungkan dengan kalimat هجرته jika lafadz كانت diperkirakan sebagai كان تام (yaitu "kana" yang hanya di cukupi ma'mul marfu saja, tidak membutuhkan ma'mul mansub sebagai khobarnya), dan kalimat selanjutnya akan di hubungkan dengan محذوف (kalimat yang di hapus) yang menjadi khobar, jika lafdz كانت diperkirakan sebagai كانت ناقصة (yaitu "kana" yang tidak hanya di cukupi ma'mul marfu' saja tetapi juga membutuhkan ma'mul mansubnya) seperti yang di katakan oleh Imam Asshaubari.