Mohon tunggu...
M. Nasir Pariusamahu
M. Nasir Pariusamahu Mohon Tunggu... Penulis - -

Saya Manusia Pembelajar. Sebaik-baik manusia adalah yang bermanfat untuk orang lain.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Kesetaraan dalam Berpikir, Mengelola Ketidaksepahaman Bangsa

31 Juli 2018   15:04 Diperbarui: 1 Agustus 2018   04:49 953
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: nalarpolitik.com

Memang pekerjaan merawat keharmonisan merupakan hal yang paling sulit. Apalagi dalam dunia maya, yang serba misteri, penuh sengketa. Sangatlah susah. Tak semudah membalikan telapak tangan. Namun, pada hakikatnya tak ada yang bisa meretakan sebuah persaudaraan yang dilandasi oleh sikap saling percaya serta dilandasi keimanan yang mendalam. "

Perumpamaan dua orang bersaudara adalah seperti kedua belah tangan, yang satu membasuh yang lain". (HR. Abu Naim) Maka, bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh. Maka, bersatu itu adalah pangkal keberhasilan. " Attihaadu asaasunnajaah".

Tak ada yang tidak bisa. Karena yang tidak bisa tidaklah berbuat. Dengan demikian ekspresi rasa syukur atas desain sunnatullah (hukum Tuhan) yang menciptakan perbedaan, dengan menjunjung tinggi kesetaraan dan kemuliaan manusia, dengan mengembangkan sikap positif terhadap kemajemukan bangsa, melalui perwujudan demokrasi permusyawaratan yang berorientasi keadilan sosial.

Sebagaimana sila ketiga persatuan Indonesia harus diliputi dan dijiwai oleh sila-sila ke-Tuhanan yang Maha Esa serta kemanusiaan yang beradab, meliputi dan menjiwai sila-sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia (Notonagoro, 1974)

Tentunya segala kekacauan ini merupakan masalah besar yang harus dipecahkan. Dan dicari solusi atas semua itu. Sejauh ini kita menginginkan sebuah perubahan. 

Saya kira semua orang butuh perubahan. Namun menuju perubahan itu bukanlah semudah membalik telapak tangan. Butuh waktu. Butuh kesabaran. Butuh kekuatan untuk saling menguatkan. Kadang saya ingin menulis khayalan saya tentang " Indonesia Masa Depan".

Indonesia yang rakyatnya damai, aman, sentosa. Indonesia tanpa diskriminasi. Indonesia yang menghargai perbedaan dan toleransi seperti dalam undang-undang yang dibuat. 

Tapi, sementara saya ingin menulisnya sebagai fakta kemajuan. Saya merasa risih akan perbedaan jamuan zaman yang membuat saya terpaku dan kadang merasa pesimis. Tapi, sekali lagi, daya kuat pegangan untuk memajukan bangsa besar ini terus terikat sampai daya khayal itu bisa terwujud. Entah satu tahun, lepas lima tahun, sewindu, ataupun seabad. Itu menjadi khayalku hingga saya tertimbun tanah di bawah nisan. 

Atas dasar itu, saya mencoba membangun sebuah kesepahaman bersama. Pemahaman bersama itu saya istilahkan equality of mindset atau kesamaan pandangan dalam membangun Indonesia. 

Perlu disadari, Indonesia adalah hasil karya komunitas pengalaman bersama. Orang asing, dan tak jarang juga orang Indonesia sendiri, bertanya apa yang membuat keanekaragaman etnik, budaya, ras dan agama menyatu dan bisa menghuni wilayah kepulauan Nusantara dari Sabang hingga Merauke menjadi satu Negara?

Bahwa Indonesia ada dan menjadi Negara, semuanya itu karena cinta. Cintanya orang-orang Sumatera, pedulinya orang-orang Jawa, kuatnya orang-orang Kalimantan, rekatnya orang-orang Kepulauan Maluku, solidnya orang-orang Sulawesi, kepercayaan orang-orang Nusa Tenggara Bali, dan menyatunya orang-orang Papua.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun