Mohon tunggu...
Irfan Tamwifi
Irfan Tamwifi Mohon Tunggu... Dosen - Pengajar

Bagikan Yang Kau Tahu

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

7 Alasan Menolak Keshahihan Nasab Ba'alawi

12 Juni 2024   08:00 Diperbarui: 13 November 2024   02:14 3318
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Di antara doktri yang dipromosikan kaum Ba'alawi adalah karomah para leluhur mereka. Mereka mengklaim Faqih Muqoddam memiliki karomah tinggi dan derajat kewaliannya lebih tinggi dibanding Abdul Qodir al-Jailani. tokoh paling dikeramatkan oleh kaum muslim tradisionalis setelah nabi. Melalui glorifikasi leluhur mereka dengan segala dongeng magisnya, kaum Ba'alawiseakan berupaya menggeser kedudukan Syaikh Abdul Qodir Jailani dan menggantinya dengan tokoh dari kalangan mereka sendiri.

Hal ini memiliki benang merah dengan ceramah-ceramah habaib Ba'alawi yang banyak mengangkat tahayul dan khurofat yang jauh lebih tidak masuk akal dibanding yang ada dalam tradisi muslim lokal. Tradisisi keagamaan muslim tradisionalis yang oleh kalangan Salafi dan Modernis sering dituduh sarat tahayul dan khurofat tidak ada apa-apanya dibanding yang diajarkan oleh kaum Ba'alawi, karena glorifikasi para tokohnya tidak jarang melampaui apa yang mampu dilakukan oleh nabi saw, semisal mi’roj 70 kali dan kemampuan memadamkan api neraka.

Terbukanya polemik nasab sekaligus menimbulkan kecurigaan adanya agenda terselubung kaum Ba'alawi, yang banyak mempromosikan keluhuran klan mereka. Tidak mengherankan bila muncul kecurigaan bahwa mereka berupaya mengubah akar tradisi keagamaan kaum Islam yang sebelumnya disandarkan pada ajaran-ajaran Wali Songo kepada ajaran khas mereka dan klan mereka sebagai titik pusatnya.  

Apalagi belakangan kaum Ba'alawi gencar mempromosikan Tarim, daerah asal mereka, sebagai destinasi ziarah baru. Kota Tarim dipromosikan sebagai kota suci berikutnya setelah Makkah, Madinah dan Baitul Maqdis. Banyak travel yang menawarkan paket ziarah ke sana, yang diklaim sebagai kota para wali yang mampu memberikan keberkahan bagi peziarahnya.

7.   Akhlak

Sudah lazim terjadi di masyarakat santri yang sering didatangi oleh orang-orang berperawakan Timur Tengah dan mengaku habib. Mereka melakukan dawir, yaitu meminta masyarakat “membeli” suatu barang dengan “mahar” fantastis. Banyak warga masyarakat yang tidak kuasa menolak “eksploitasi” spiritual semacam ini akibat terbelenggu oleh tingginya rasa hormat dan rasa takut kualat karena memandang mereka sebagai kaum keramat.

Kecurigaan yang berujung pada hilangnya kepercayaan atas keshahihan nasab Ba'alawi meledak akibat sikap dan ucapan tokoh Ba'alawi yang jauh dari nilai-nilai akhlak mulia yang seharusnya dijunjung tinggi. Beberapa penceramah dari kalangan Ba'alawi, seperti Habib Riziq Shihab dan Bahar Smith dengan entengnya menebar ucapan dan pernyataan yang jauh di luar nilai-nilai etika.

Mereka begitu leluasa menebar fitnah, caci maki, ejekan, hinaan, bahkan merendahkan tokoh-tokoh yang dihormati oleh kalangan muslim tradisionalis, baik pemimpin pemerintahan maupun pemimpin agama dan nyaris tidak ada koreksi apapun dari tokoh-tokoh Ba'alawi sendiri.

Tokoh-tokoh Ba'alawi begitu leluasa mengumbar kecongkakan seakan tiada lawan, hingga tak segan merendahkan ulama pribumi, seperti K.H. Ma’ruf Amin, meski sebelumnya berada di dalam barisan politik mereka. Mereka juga menafikan nasab Wali Songo dan menganggapnya sebagai dongeng pujangga Jawa, yang memicu orang-orang yang sebelumnya menjadi pendukung Habaib berbalik haluan menjadi pendukung pembatalan nasab mereka.

Kesombongan, kesemena-menaan dan aklak yang buruk telah mengubah  rasa hormat tokoh-tokoh pribumi pada kaum Ba'alawi. Kyai Imaduddin Usman yang semula merupakan pendukung Ba'alawi, dengan lantang menyuarakan batalnya nasab Ba'alawi sebagai keturunan nabi dengan data dan argumentasi yang sulit dipatahkan. Fuad Plered yang sebelumnya merupakan presiden pecinta (muhibbin) Habaib turut serta mempromosikan barisan pembatal nasab Ba'alawi yang diikuti oleh masyarakat di berbagai daerah.

Rapuhnya keluhuran akhlak kaum Ba'alawi benar-benar terlihat saat polemik nasab mengemuka. Hampir semua tokoh Ba'alawi merespon masalah ini dengan emosi, kemarahan, nada bicara tinggi dan ungkapan-ungkapan yang tidak seharusnya keluar dari mulut orang-orang mulia. Respon para Habaib sama sekali tidak memperlihatkan kearifan dan kebesaran jiwa seperti lazimnya orang-orang mulia, yang semakin menguatkan keyakinan bahwa mereka memang bukan keturunan nabi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun