2. Â Hasil Tes DNAÂ
Salah satu rekomendasi dari tesis Kyai Imaduddin Usman menyarankan agar dilakukan tes DNA sebagai cara terakhir membuktikan keshahihan nasab Ba'alawi. Tes DNA terbukti mampu menentukan jaringan kekerabatan secara ilmiah, tetapi dengan berbagai dalih tokoh-tokoh Ba'alawi menolak keras. Bahkan Habib Hanif Alatas menutup pintu bagi tes DNA karena menurutnya menguji keshahihan nasab melalui tes DNA hukumnya haram.
Pengharaman tes DNA tentunya tidak relevan mengingat uji DNA sudah terbukti mampu menjadi instrumen pembuktian jaringan kekerabatan secara ilmiah yang hampir mustahil untuk disangkal. Apalagi tes DNA juga sudah diberlakukan dalam pengujian nasab di kawasan Timur Tengah.
Meski menolak tes DNA, tetapi fakta-fakta baru mengungkap bahwa sebenarnya banyak tokoh Ba'alawi yang sudah melakukan tes DNA. DNA mereka umumnya terkonfirmasi ber-haplo group G, yang berarti berdarah Azkenazi dan menjadikan klaim kaum Ba'alawi sebagai keturunan nabi semakin sulit dipercaya. Hal ini dikarenakan haplo group G bukan saja tidak termasuk bani Hasyim, klan nabi saw yang ber-haplo Grup J1, melainkan juga bukan termasuk ras Arab. Â
3. Â Catatan SejarahÂ
Argumen penolakan keshahihan nasab Ba'alawi terus berkembang dengan ditemukannya informasi baru berdasarkan informasi sejarah. Fakta sejarah menunjukkan bahwa polemik nasab kaum Ba'alawi di Indonesia bukanlah yang pertama dan satu-satunya. Di Timur Tengah, bahkan di Yaman, negeri asal mereka sendiri, nasab mereka sudah menjadi bahan perdebatan. Mufti Yaman menegaskan bahwa kaum Ba'alawi bukan termasuk bani Hasyim, karena nasab mereka merupakan hasil pencangkokan sepihak.
Di daratan Hijaz juga tercatat pernah terjadi peristiwa penangkapan tokoh Ba'alawi karena klaim nasab mereka. Syarif Makkah pernah menghukum orang Ba'alawi karena menggunakan gelar sayyid dan menikahi Syarifah padahal nasabnya tidak terkonfirmasi sebagai keturunan nabi. Meski kasus serupa tidak banyak terjadi, tetapi hal ini sudah cukup menjadi bukti bahwa nasab mereka tidak dianggap shahih di tanah Arab.
Polemik nasab tampaknya mendorong kaum Ba'alawi, yang sebelumnya percaya diri meng-itsbat nasabnya sendiri, beberapa waktu terakhir tampak berupaya mendapatkan pengakuan (itsbat) nasab dari berbagai lembaga internasional. Kecuali di Arab Saudi, beberapa tokoh dan para pendukung kaum Ba'alawi tampak berusaha mendapatkan validasi dari lembaga-lembaga sertifikasi nasab, Â tokoh-tokoh dan ulama berpengaruh di berbagai negara Timur Tengah. Hal ini terlihat dari berbagai unggahan para pendukung habaib dan beberapa artikel yang berusaha menjawab tesis kyai Imaduddin, yang menunjukkan keberadaan mereka di berbagai tempat dan unggahan tentang respon tokoh-tokoh agama Timur Tengah. Â
Di antara hasilnya, perwakilan kaum Ba'alawi berhasil bertemu Mahdi Roja’i, ahli nasab dari Iran  dan beberapa ulama di kawasan Timur Tengah yang memberikan pandangan positif terhadap nasab kaum Ba'alawi. Meski bukan dalam konteks meng-itsbat nasab, mereka menyampaikan penghargaaannya terhadap kaum Ba'alawi, tetapi belum jelas naqobah atau lembaga sertifikasi nasab mana yang secara resmi memberikan sertifikasi (itsbat) atas nasab kenabian mereka.
4. Â Kejanggalan Rentang dan Rangkaian Nasab
Di luar ilmu nasab, masyarakat berusaha memverifikasi secara mandiri keshahihan nasab Ba'alawi berdasarkan hasil utak-atik data yang sudah ada, yang mana mereka menemukan kejanggalan dalam hal rentang dan rangkaian nasab kaum Balwi. Dengan logika sederhana Guru Gembul memberikan analisis yang masuk akal tentang kejanggalan nasab kaum Ba'alawi.