Meski demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa di kalangan muslim tradisionalis sebenarnya terjadi perubahan signifikan sebagai dampak dari tesis Kyai Imad. Beberapa perubahan yang dapat diidentifikasi adalah sebagai berikut.
Validasi Keraguan
Tesis kyai Imad tentu tidak dipercaya atau lebih tepatnya tidak diterima oleh semua orang, bahkan tidak sedikit yang menentangnya dengan berbagai alasan. Meski demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa sebenarnya semakin banyak masyarakat yang secara diam-diam (pasif) atau terbuka mempercayai tesis kyai Imad.Â
Kalangan yang mampu berfikir ilmiah tentu lebih mempercayai tesis ilmiah dibanding pengakuan sepihak dari internal Baalawi. Setidaknya, sebagian masyarakat yang mampu berfikir rasional pasti lebih mudah percaya pada kyai Imad, karena belum ada anti tesis yang mematahkannya secara ilmiah.Â
Apalagi tesis kyai Imad mendapat dukungan data yang semakin komprehensif dari berbagai segi. Beredarnya data-data dan informasi seperti catatan sejarah tentang larangan Syarif Makkah pada kaum balawi memakai gelar Syarif dan Sayyid, serta informasi tentang Haplogroup DNA semakin menguatkan keraguan terhadap kebenaran nasab Baalwi. .
Tesis kyai Imad juga memvalidasi keraguan sebagian masyarakat yang beberapa waktu sebelumnya memang sudah meragukan kebenaran nasab Baalawi sebagai keturunan nabi saw. Keraguan tersebut terjadi akibat sikap, perilaku dan ucapan beberapa tokoh Balawi yang jauh dari nilai-nilai etika keagamaan yang selama ini dijunjung tinggi oleh masyarakat muslim.Â
Tanpa perlu kajian nasab, ceramah tokoh-tokoh Habaib Baalwi yang penuh provokasi, caci maki, hingga doa buruk bagi mereka yang tidak sepaham membuat masyarakat ragu bahwa mereka keturunan nabi. Apalagi beredar luas doktrin-doktrin Habaib yang tidak mauk akal, sarat khurafat hingga kisah-kisah kewalian yang berlebihan.
Proporsionalisasi RespektasiÂ
Masyarakat yang memandang temuan Kyai Imad sebagai tesis yang masuk akal, tidak serta merta antipati terhadap kaum Baalawi. Bahkan mereka yang terang-terangan mendukung tesis kyai Imad juga tidak berarti antipati atau membenci kaum kaum habaib sebagaimana dinarasikan oleh tokoh-tokoh Baalawi.Â
Muslim tradisionalis di Indonesia dikenal sangat terbuka dan menghargai kaum pendatang dari manapun, seperti Cina, India, Timur Tengah dan sebagainya. Mereka yang menanggalkan keyakinan bahwa Baalawi adalah keturunan nab saw akan tetap menghormati para habaib, meski konteksnya bukan atas dasar klaim sebagai keturunan nabi.Â
Mereka akan tetap dihargai sesuai kapasitas, kompetensi dan peran sosial keagamaannya. Sebagai misal, para habaib yang mengelola pesantren akan tetap dihormati sebagaimana lazimnya pengasuh pesantren. Kalangan akademisi juga tetap menghormati Prof. Quraish Shihab atau Said Aqil Munawwar sebagai pakar al_Qur’an dan Hadis tanpa memandang latar belakang nasabnya. Sementara tokoh-tokoh Baalawi partisan juga tetap didukung oleh para pendukungnya (muhbbin).