Mohon tunggu...
Irfan Tamwifi
Irfan Tamwifi Mohon Tunggu... Dosen - Pengajar

Bagikan Yang Kau Tahu

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Dampak Tesis Kyai Imaduddin al-Bantani

29 November 2023   22:16 Diperbarui: 29 November 2023   22:35 4070
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masyarakat yang memandang temuan Kyai Imad sebagai tesis yang masuk akal, tidak serta merta antipati terhadap kaum Baalawi. Bahkan mereka yang terang-terangan mendukung tesis kyai Imad juga tidak berarti antipati atau membenci kaum kaum habaib sebagaimana dinarasikan oleh tokoh-tokoh Baalawi. 

Muslim tradisionalis di Indonesia dikenal sangat terbuka dan menghargai kaum pendatang dari manapun, seperti Cina, India, Timur Tengah dan sebagainya. Mereka yang menanggalkan keyakinan bahwa Baalawi adalah keturunan nab saw., akan tetap menghormati para habaib, meski konteksnya bukan atas dasar klaim sebagai keturunan nabi. Mereka tetap dihargai sesuai kapasitas, kompetensi dan peran sosial keagamaannya. Sebagai missal, para habaib yang mengelola pesantren akan tetap dihormati sebagaimana lazimnya pengasuh pesantren. Kalangan akademisi juga tetap menghormati Prof. Quraish Shihab atau Said Aqil Munawwar sebagai pakar al_Qur’an dan Hadis tanpa memandang latar belakang nasabnya. Sementara tokoh-tokoh Baalawi partisan juga tetap didukung oleh para pendukungnya (muhbbin).

Kebangkitan Tokoh Lokal

Mungkin istilah kebangkitan sedikit berlebihan, tetapi faktanya di beberapa daerah sudah muncul gerakan yang mengatasnamakan pendukung ulama pribumi yang bangkit eksistensinya. Gerakan ulama pribumi yang dikomandoi kyai Abbas Banten tampak mulai intensif melakukan konsolidasi, meluruskan sejarah dengan mempertegas eksistensi nasab para ulama lokal dan berupaya menghapus upaya pem-Baalawi-an makam-makam kuno, serta membongkar makam-makan keramat palsu yang diduga disponsori oleh kaum Baalawi.

Keberadaan komunitas ini juga menjadikan kaum Balawi dan para pendukungnya tidak lagi dapat seenaknya memperkusi masyarakat yang tidak sepaham. Kalaupun masih terdapat upaya persekusi seperti yang terjadi di beberapa daerah akhir-akhir ini, intensitasnya dipastikan akan berkurang, apalagi bila gerakan kaum pribumi ini semakin meluas ke berbagai daerah.

Reduksi Arogansi

Mengemukanya diskursus nasab Baalawi sebenarnya dipicu oleh sikap dan perilaku tokoh-tokoh Baalawi sendiri. Sikap dan ucapan mereka yang dengan congkak menyatakan “di dalam darahku mengalir darah rasulullah” merupakan satu bentuk kesombongan yang tidak sesuai dengan nilai-nilai etika sosial kaum tradisionalis Islam di Indonesia. Sikap mereka yang menafikan keturunan Wali Songo yang diikuti dengan pem-Baalawi-an makam-makan yang belakangan terbongkar, menimbulkan kecurigaan terhadap misi pem-baalawi-an sejarah Islam di nuantara. Masyarakat menilai kaum Baalawi seakan berusaha membelokkan sejarah dan menghapus jejak leluhur ulama lokal.

Ceramah-ceramah keagamaan yang selama ini penuh nada politik, caci maki, provokasi sedikit banyak mulai melunak. Meski rasisme bebalut agama sedikit banyak mulai kurang terekspose. Yang jelas, dai’dai dari kalangan Baalawi terlihat lebih berhati-hati dalam berbicara di depan umum. Pernyataan-pernyataan provokatif memang masih sulit dihindari, tapi setidaknya caci-maki dan penggunaan nama-nama binatang tidak terlalu sering menghiasi ceramah mereka media-media sosial. Tokoh-tokoh Baalawi tidak lagi leluasa berucap sesuka hati karena banyak masyarakat yang tak segan lagi untuk memberikan counter balance, menentang atau sekedar mentertawakannya tanpa perlu takut dosa.

Penutup

Tulisan Kyai Imad telah membuka perspektif baru bukan saja tentang eksistensi kaum Baalawi, melainkan juga mengangkat diskursus keilmuan yang relatif jarang dipelajari secara ilmiah, bahkan cenderung dianggap tabu, yaitu tentang ilmu nasab. Sebelumnya kemunculan kyai Imad, hampir-hampir tidak ada yang menyangka bahwa nasab suatu komunitas dapat diteliti, diuji dan divefikasi sedemikian rupa, sehingga mampu membuka sebuah tabir sejarah yang sedemikian mengejutkan.

Tesis kyai Imad juga menyadarkan siapapun yang mempunyai klaim sebagai keturunan orang-orang mulia atau orang-orang hebat di masa lalu, tidak serta merta dapat mengklaim secara sepihak. Apalagi bila tokoh di masa lalu tersebut merupakan seseorang yang ditokohkan oleh banyak orang, maka dapat dipastikan tidak mungkin menghindar dari penelitian dan pengujian oleh pihak-pihak yang berkompeten di bidangnya. Belum lagi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin sulit menutup informasi serapat mungkin disimpan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun