“Aku tahu ini kesalahan fatal, tapi aku tak mau kehilangan kamu” kembali dia merengek mengiba.
“Aku sudah melukai hatimu begitu dalam. Aku tak tahu bagaimana menyembuhkannya”
“Aku memang harus siap menerima resiko apapun, tapi aku tak sanggup kalau harus kehilangan kamu”
“Maafkan aku… Aku nggak mau kehilangan kamu… Aku nggak mau kamu tinggalkan aku…” rengeknya berulang-ulang sembari tersedu.
“Sudah sayang… sudah…” Ucapku menenangkan. Berulang kali aku menghela nafas dalam-dalam, mengusir segurat rasa perih yang menyelinap di dada.
“Jujur, aku sedih mengetahuinya. Bahkan sebenarnya aku sudah menduga meski kamu tak mengatakannya, tapi… setidaknya aku jadi tahu benar yang sesungguhnya terjadi” Jelasku sembari melepas nafas panjang.
“Aku taku kamu meninggalkan aku” Rengeknya lagi.
“Enggak sayang. Aku nggak mungkin meninggalkan kamu, bahkan andai saja kamu melakukan lebih jauh dari itu”
“Keluarga ini terlalu berharga untuk kukorbankan demi egoku sendiri. Aku tak mau anak-anak kita yang tak tahu apa-apa harus menanggung apa yang kita lakukan” sambungku.
“Aku tak bisa berjanji, tapi yang jelas aku tak pernah berfikir untuk membalas yang kamu lakukan. Aku tak yakin itu bisa mengurangi kekecewaan yang aku rasakan”
“Rasa suka pada seseorang bukan kesalahan. Itu juga sulit disebut perselingkuhan, meski bagiku tetap saja menyakitkan”
“Aku minta maaf, sayang” sahutnya di sela tangis sesenggukan. Aku tak menyahut dan hanya terdiam sambil beberapa kali menghela nafas dalam-dalam.
“Oke. Ini lebaran, sayang. Ini saatnya menutup masa lalu. Ini saatnya memulai langkah baru, meski terus terang rasa dan maknanya tak lagi sama”
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H