"Boleh saja" jawabnya dengan nada ragu.
"Tapi telepon dulu ya?"
"Kenapa?" tanyaku menggoda.
"Jaga-jaga aja" jawabnya sembari tertawa lirih.
"Sama istrimu juga?" tanyanya ragu.
"Enggaklah..."
Aku begitu girang mendengar suaranya. Aku merasakan betapa kami menikmati kisah ini, meski tak ada kata cinta, tak ada janji. Aku sudah sangat bahagia masih bisa memiliki sebagian tempat dalam hatinya.
==***==
Seminggu ini Nia sama sekali tak mengontakku. Beberapa SMS yang kukirim tak satupun dibalas. Berkali-kali aku jenguk akun facebooknya, tapi tak satupun kabar dia update. Aku jadi sering gelisah. Meski berusaha tak memikirkannya, kuakui aku merasa cemas, jangan-jangan dia ketahuan suaminya.
Minggu-minggu berlalu, aku memendam rasa kuatir, jangan-jangan sesuatu terjadi padanya. Aku telepon Dewi, Wawa dan Umi, teman-teman dekatnya waktu kuliah, tapi tak satupun tahu kabarnya. Mereka yang semula begitu sering kontak-kontakan dengan Nia bahkan merasa kehilangan jejak.
Aku tak mungkin mendatanginya untuk mencari tahu. Aku bahkan kuatir suaminya datang melabrakku yang sudah pasti akan mengusik kedamaian keluarga kecilku. Aku hanya bisa berusaha menenangkan hatiku, menyibukkan diri dengan pekerjaan dan keluargaku.