"Bied, kamu jangan telepon Nia lagi" ucap Umi sore itu di telepon.
"Memang kenapa?" Tanyaku memastikan.
"Kayaknya dia lagi ada masalah dengan suaminya gara-gara kamu"
"Kok aku?"
"Sudahlah, nggak usah pura-pura. Nia bilang telepon dia disadap sama suaminya" jelas Umi di akhir telepon.
Aku berusaha bercanda seakan tak tahu masalahnya, meski tubuhku terasa lemas mendengarnya. Beberapa saat perasaanku begitu tertekan. Aku merasa tak bisa berfikir apa-apa.
Saat perasaanku mulai tenang, perlahan aku mulai berfikir. "Masak, sih disadap? Kaya KPK saja" gumanku dalam hati. Aku mulai sedikit ragu suami Nia mampu menyadap telepon, hingga akhirnya kutelepon Amin, sahabatku yang pintar komputer.
"Kemajuan teknologi bisa sangat menipu mereka yang tidak tahu dan tidak mencintainya. He, he, he..." Amin mengolok-olok ketidaktahuanku. Aku memang gagap teknologi. Aku baru tahu kalau sekarang sudah ada teknologi untuk menyadap telepon dan SMS.
Beberapa minggu terakhir aku mulai merasa tenang. Â Suami Nia rupanya tidak melakukan apa-apa padaku, tapi aku terkejut bukan kepalang saat melongok sebuah pesan dari suami Nia di halaman facebook-ku. "Bos. Aku menyadap kamu suka merayu istriku via telepon. Kalau masih suka, aku tak keberatan kalau sesekali kita tukeran istri biar masing-masing saling tahu rasanya" Tulisnya.
Aku tak tahu harus menjawab apa. Aku merasa terteror oleh pesan suami Nia, tapi aku biarkan tanpa menjawabnya. Â Aku merasa seperti maling yang ketangkap basah yang tak tahu akan lari ke mana.
Sejak saat itu aku mulai enggan meng-update statusku. Aku berusaha menjawab teror suami Nia dengan meng-up load foto-foto keluargaku. Aku berharap Nia dan suaminya tahu betapa aku punya keluarga yang bahagia. Aku tak butuh Nia dan perempuan manapun selain dia.