Meskipun perempuan yang memasuki bidang ini memiliki kualifikasi yang sama dengan laki-laki, mereka sering kali dianggap kurang mampu untuk posisi yang lebih tinggi, terutama dalam peran-peran teknis yang dianggap 'lebih cocok' untuk laki-laki.Â
Akibatnya, banyak perempuan yang merasa terhambat untuk maju dalam karier mereka, meskipun mereka memiliki kemampuan dan dedikasi yang luar biasa.
"Glass Ceiling" yang Tak Terlihat
Istilah "glass ceiling" sering digunakan untuk menggambarkan batasan tak terlihat yang menghalangi perempuan dan kelompok minoritas lainnya untuk mencapai posisi puncak dalam organisasi.Â
Meskipun batasan ini tidak secara eksplisit dinyatakan, ia hadir dalam bentuk budaya perusahaan, bias yang tidak disadari, dan praktik-praktik yang tidak adil dalam promosi.Â
Mereka yang terjebak di bawah "glass ceiling" sering kali melihat peluang promosi berlalu begitu saja, meskipun mereka memiliki kualifikasi dan pengalaman yang memadai.
Sebagai contoh, banyak perempuan di sektor korporat merasa bahwa meskipun mereka bekerja lebih keras dan lebih lama, mereka tetap tidak diakui atau diberi kesempatan untuk naik ke posisi eksekutif.Â
Hal ini bukan karena mereka kurang kompeten, tetapi lebih karena adanya asumsi yang salah bahwa perempuan kurang mampu memimpin dalam lingkungan bisnis yang kompetitif.Â
Ketika promosi terjadi, sering kali posisi eksekutif ini diberikan kepada laki-laki dengan alasan bahwa mereka lebih "sesuai" untuk peran tersebut.
Beban Ganda: Tanggung Jawab di Rumah dan di Tempat Kerja
Salah satu isu yang sering kali diabaikan dalam diskusi tentang kesetaraan peluang adalah beban ganda yang dialami oleh banyak perempuan. Di satu sisi, mereka diharapkan untuk berprestasi di tempat kerja; di sisi lain, mereka juga sering kali bertanggung jawab atas sebagian besar tugas rumah tangga dan perawatan anak.Â