Mohon tunggu...
Nara Ahirullah
Nara Ahirullah Mohon Tunggu... Konsultan - @ Surabaya - Jawa Timur

Jurnalis | Pengelola Sampah | Ketua Yayasan Kelola Sampah Indonesia (YAKSINDO) | Tenaga Ahli Sekolah Sampah Nusantara (SSN) | Konsultan, Edukator dan Pendamping Program Pengelolaan Sampah Kawasan. Email: nurrahmadahirullah@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Masjid Rp 1 Triliun Itu Butuh Sistem Pengelolaan Sampah

12 Januari 2023   11:03 Diperbarui: 16 Januari 2023   10:10 1077
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Volume timbulan sampah kawasan Masjid Al Jabbar dari 30.000 orang harus dikelola dengan sistem sesuai regulasi. (Foto Kompas.com)

Sebut saja Ridwan Kamil seorang yang banyak diketahui memiliki perhatian yang begitu besar pada lingkungan. Tapi, ketika membangun dan menyelesaikan Masjid Al Jabbar yang fenomenal itu, tampaknya lupa membangun sistem pengelolaan sampahnya.

Akibatnya, saat masjid itu dibuka untuk umum, kunjungan warga yang membludak saat peresmiannya pada akhirnya meninggalkan sampah. Padahal, sudah jelas-jelas dalam Islam sudah didawamkan "kebersihan sebagian daripada iman".

Tak lama setelah kejadian peresmian di mana warga meninggalkan sampah itu, ramai-ramailah aktivis dan pegiat lingkungan melakukan kegiatan bersih-bersih. Kelak, jika ada kegiatan besar lagi di masjid itu, kejadian serupa sangat mungkin terulang kembali.

Masyarakat Disalahkan Lagi

Ketika terjadi timbulan sampah di areal masjid Al Jabbar, lagi-lagi masyarakat yang kena batunya. Masyarakat dianggap tidak punya kesadaran soal lingkungan masjid. Kok bisa-bisanya buang sampah sembarangan di masjid.

Begitulah biasanya pihak-pihak yang tak mau disalahkan karena masalah sampah. Padahal, problem itu sumbernya dari mereka sendiri.

Dalam hal persampahan, kesalahan yang paling mendasar adalah meninggalkan sistem pengelolaan sampah dalam perencanaan, pembangunan, pascapembangunan, dan ketika masjid mulai dimanfaatkan khalayak banyak.

Jika sistem pengelolaan sampah dibangun sejak awal, maka kejadian penumpukan sampah di areal masjid sama sekali tidak mungkin terjadi. Karena semua potensi timbulan sampah sudah diantisipasi dengan sangat baik.

Potensi Sampah di Masjid Kapasitas 30.000 Orang

Dibangun di atas lahan 25 hektare, Masjid Al Jabbar bisa menampung 30.000 jamaah. Antara lain 10.000 di areal indoor, dan 20.000 lainnya outdoor atau areal plaza.

Dengan kapasitas tersebut, melalaikan pengelolaan sampah yang menyeluruh, sistematis, dan berkelanjutan adalah kesalahan besar.

Masjid itu bukan hanya dijadikan tempat ibadah umat Islam, tapi juga sekaligus dijadikan ikon wisata. Maka mestinya sistem pengelolaan sampah yang dibangun tidak boleh apa kadarnya. Harus betul-betul dipikirkan. Supaya masjid itu tidak menambah beban lingkungan di tempat pemrosesan/pembuangan akhir (TPA) sampah.

Pengelola masjid tidak boleh berpikir dan bergantung pada Dinas Lingkungan Hidup (DLH) setempatnya saja untuk pengangkutan sampah ke TPA. Pengelola masjid, sebagai sebuah kawasan wajib memiliki pengelolaan sampah sendiri, tidak boleh buang sampah ke TPA.

DLH setempat di mana Masjid Al Jabbar juga mestinya mengedukasi pengelola masjid agar melaksanakan Undang Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah (UUPS). Yaitu, Pasal 13 tentang kewajiban pengelola kawasan untuk mengelola sampah yang timbul di dalam kawasan tersebut. Tujuannya supaya sampah dari kawasan itu tidak dibuang ke TPA.

Oleh karena itu, pengelola masjid harus mau membangun sistem pengelolaan sampah untuk potensi timbulan sampah 30.000 orang setiap harinya. Dengan potensi penimbul sampah sebanyak itu, sistem pengelolaan sampah harus serius dikerjakan.

Volume di Masjid Al Jabbar secara garis besar sangat bisa diperhitungkan. Misalnya, volume potensi sampah per orang di masjid dihitung seperempat dibanding potensi sampah rumahan. Karena durasi waktu orang datang berkunjung ke masjid maksimal 6 jam sehari.

250 Tong Sampah Masih Kurang

Berarti volume sampah yang berpotensi timbul setiap hari sebanyak 30.000 orang x 0,175 kg = 5.250 kg per hari. Angka volume sampah itu adalah potensi terbesar timbulan sampah di masjid tersebut.

Dinas Lingkungan Hidup (DLH) setempat menyatakan sudah menyediakan 250 tong sampah kapasitas 25 liter. Mestinya, dengan jumlah tong sampah sebanyak itu, timbulan sampah 1.500 kg yang terjadi saat peresmian bisa teratasi. Karena 250 tong itu bisa menampung 6.250 kg sampah.

Terlepas dari benar tidaknya ada 250 tong sampah saat itu, faktanya masih banyak sampah berserakan. Hal itu terjadi karena aspek-aspek pengelolaan sampah lainnya belum terpenuhi.

Potensi terbesar timbulan sampah harus menjadi acuan dalam sistem pengelolaan sampah. Yaitu untuk dasar penyiapan segala kebutuhan terkait aspek-aspek pengelolaan sampah. Pemenuhan semua aspek pengelolaan sampah akan sangat menentukan keberhasilan pengelolaan sampah itu sendiri.

Jika sistem pengelolaan sampah yang benar dan sesuai regulasi sudah dibangun dan dijalankan, lalu ternyata masih juga terjadi masalah di persampahan, barulah boleh menyalahkan masyarakat. Karena dalam aspek-aspek pengelolaan sampah pada dasarnya adalah untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam persampahan.

Bukan saja boleh menyalahkan masyarakat, tapi pengelola kawasan juga bisa sampai memberi sanksi dan punishment pada masyarakat. Jika masyarakat tidak mau ikut berpartisipasi dalam program pengelolaan sampah. Tapi, hal ini kembali pada kemauan masing-masing pihak untuk membangun dan menjalankan sistem pengelolaan sampah.

Sebab, pengelolaan sampah sebagaimana dijelaskan dalam tulisan ini akan mendatangkan keuntungan bagi banyak pihak. Antara lain, masyarakat yang akan mendapat insentif jika mau mengelola sampahnya ketika sedang di masjid.

Pengelola sampah masjid juga akan mendapatkan untung dari pengelolaan sampah yang tersistem. Pengelola masjid akan mendapatkan keuntungan dari sistem pengelolaan sampah. Dan pemerintah setempat akan menghemat anggaran karena akan berhenti mengangkut sampah dari Masjid Al Jabbar ke TPA.

Tentu saja, menyebarkan manfaat dari pengelola sampah seperti itu tidak mudah. Karena ada pihak-pihak tertentu yang ingin sampah tetap diangkut ke TPA, tetap membayar retribusi sampah, tetap ingin melaksanakan kegiatan bersih-bersih di masjid, tetap ingin eksis, dan sebagainya.

Ada dua pilihan pengelolaan sampah yang secara fundamental sangat berbeda. Yaitu, pengelolaan sampah yang menguntungkan banyak pihak, atau pengelolaan sampah yang hanya menguntungkan pihak tertentu saja. (nra)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun