Jika sistem pengelolaan sampah yang benar dan sesuai regulasi sudah dibangun dan dijalankan, lalu ternyata masih juga terjadi masalah di persampahan, barulah boleh menyalahkan masyarakat. Karena dalam aspek-aspek pengelolaan sampah pada dasarnya adalah untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam persampahan.
Bukan saja boleh menyalahkan masyarakat, tapi pengelola kawasan juga bisa sampai memberi sanksi dan punishment pada masyarakat. Jika masyarakat tidak mau ikut berpartisipasi dalam program pengelolaan sampah. Tapi, hal ini kembali pada kemauan masing-masing pihak untuk membangun dan menjalankan sistem pengelolaan sampah.
Sebab, pengelolaan sampah sebagaimana dijelaskan dalam tulisan ini akan mendatangkan keuntungan bagi banyak pihak. Antara lain, masyarakat yang akan mendapat insentif jika mau mengelola sampahnya ketika sedang di masjid.
Pengelola sampah masjid juga akan mendapatkan untung dari pengelolaan sampah yang tersistem. Pengelola masjid akan mendapatkan keuntungan dari sistem pengelolaan sampah. Dan pemerintah setempat akan menghemat anggaran karena akan berhenti mengangkut sampah dari Masjid Al Jabbar ke TPA.
Tentu saja, menyebarkan manfaat dari pengelola sampah seperti itu tidak mudah. Karena ada pihak-pihak tertentu yang ingin sampah tetap diangkut ke TPA, tetap membayar retribusi sampah, tetap ingin melaksanakan kegiatan bersih-bersih di masjid, tetap ingin eksis, dan sebagainya.
Ada dua pilihan pengelolaan sampah yang secara fundamental sangat berbeda. Yaitu, pengelolaan sampah yang menguntungkan banyak pihak, atau pengelolaan sampah yang hanya menguntungkan pihak tertentu saja. (nra)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H