Dengan kapasitas tersebut, melalaikan pengelolaan sampah yang menyeluruh, sistematis, dan berkelanjutan adalah kesalahan besar.
Masjid itu bukan hanya dijadikan tempat ibadah umat Islam, tapi juga sekaligus dijadikan ikon wisata. Maka mestinya sistem pengelolaan sampah yang dibangun tidak boleh apa kadarnya. Harus betul-betul dipikirkan. Supaya masjid itu tidak menambah beban lingkungan di tempat pemrosesan/pembuangan akhir (TPA) sampah.
Pengelola masjid tidak boleh berpikir dan bergantung pada Dinas Lingkungan Hidup (DLH) setempatnya saja untuk pengangkutan sampah ke TPA. Pengelola masjid, sebagai sebuah kawasan wajib memiliki pengelolaan sampah sendiri, tidak boleh buang sampah ke TPA.
DLH setempat di mana Masjid Al Jabbar juga mestinya mengedukasi pengelola masjid agar melaksanakan Undang Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah (UUPS). Yaitu, Pasal 13 tentang kewajiban pengelola kawasan untuk mengelola sampah yang timbul di dalam kawasan tersebut. Tujuannya supaya sampah dari kawasan itu tidak dibuang ke TPA.
Oleh karena itu, pengelola masjid harus mau membangun sistem pengelolaan sampah untuk potensi timbulan sampah 30.000 orang setiap harinya. Dengan potensi penimbul sampah sebanyak itu, sistem pengelolaan sampah harus serius dikerjakan.
Volume di Masjid Al Jabbar secara garis besar sangat bisa diperhitungkan. Misalnya, volume potensi sampah per orang di masjid dihitung seperempat dibanding potensi sampah rumahan. Karena durasi waktu orang datang berkunjung ke masjid maksimal 6 jam sehari.
250 Tong Sampah Masih Kurang
Berarti volume sampah yang berpotensi timbul setiap hari sebanyak 30.000 orang x 0,175 kg = 5.250 kg per hari. Angka volume sampah itu adalah potensi terbesar timbulan sampah di masjid tersebut.
Dinas Lingkungan Hidup (DLH) setempat menyatakan sudah menyediakan 250 tong sampah kapasitas 25 liter. Mestinya, dengan jumlah tong sampah sebanyak itu, timbulan sampah 1.500 kg yang terjadi saat peresmian bisa teratasi. Karena 250 tong itu bisa menampung 6.250 kg sampah.
Terlepas dari benar tidaknya ada 250 tong sampah saat itu, faktanya masih banyak sampah berserakan. Hal itu terjadi karena aspek-aspek pengelolaan sampah lainnya belum terpenuhi.
Potensi terbesar timbulan sampah harus menjadi acuan dalam sistem pengelolaan sampah. Yaitu untuk dasar penyiapan segala kebutuhan terkait aspek-aspek pengelolaan sampah. Pemenuhan semua aspek pengelolaan sampah akan sangat menentukan keberhasilan pengelolaan sampah itu sendiri.