Pengelolaan sampah secara kelembagaan akan memisahkan secara jelas antara regulator dengan operator. Birokrasi/pemerintah harus bertindak sebagai regulator melalui organisasi pemerintahan, kemudian ada pihak lain yang bertindak sebagai operator pengelola sampah.
Di tingkat daerah, pemerintah daerah atau desa yang menjadi regulator di areanya masing-masing dengan operator pengelolaan sampah lokal.
Dalam hal sebagai regulator, pemerintah daerah atau desa akan memberikan evaluasi pada kinerja operator dalam mengelola sampah. Dan operator dapat memastikan semua aturan tentang persampahan dapat ditegakkan oleh regulator.Â
Dari sisi sumber daya manusia (SDM) masing-masing pihak memiliki kemampuan yang memadai baik dari segi pengetahuan, pengalaman, kuantitas, kapasitas dan kualitas.
Hal ini untuk memastikan regulator dan operator dapat bekerja secara maksimal sesuai tugas, posisi dan fungsinya masing-masing.
3. Pembiayaan
Banyak pihak menilai, kendala terberat dalam pengelolaan sampah adalah pada sisi pembiayaan. Sebab, ketersediaan anggaran untuk pengelolaan sampah relatif kecil mulai dari pemerintah pusat, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, maupun pemerintah desa.
Kondisi itu patut dimaklumi karena pada umumnya birokrasi belum dapat menemukan sumber pembiayaan yang potensial selain anggaran pemerintah. Sebenarnya pembiayaan untuk pengelolaan sampah bisa  diperoleh dari banyaksumber dan alternatif.Â
Di antaranya dari anggaran pemerintah, hasil keuntungan bisnis dari penjualan bahan baku daur ulang dari sampah, proyek-proyek pengelolaan sampah, tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan-perusahaan swasta dan milik negara/ Corporate Social Responsibility (CSR), pendanaan dari kegiatan riset dan pengembangan, serta dari penjualan infrastruktur pengelolaan (pemilahan) sampah yang digunakan masyarakat untuk menyimpan sampahnya.Â
Semakin besar atau semakin banyak infrastruktur pemilahan sampah yang digunakan berarti semakin mahal harga yang harus dibayar masyarakat. Cara itu juga menjadi motivasi untuk masyarakat untuk mengurangi atau mendaur ulang sampah yang ditimbulkannya.Â
Proses pengurangan dan daur ulang sampah selanjutnya didukung oleh penerapan kebijakan Extended Producer Responsibility (EPR) di mana produsen produk melaksanakan kebijakan itu dengan diatur oleh pemerintah dan melibatkan masyarakat. Dari kebijakan EPR ini akan tercipta ribuan lapangan kerja untuk masyarakat dalam pengelolaan sampah.
4. Peran Serta Masyarakat
Edukasi dan sosialisasi peraturan pengelolaan sampah yang optimal akan memaksimalkan kesadaran masyarakat dalam mengelola sampah. Keterlibatan masyarakat harus mendapat tempat yang sangat terkemuka sebagai ujung tombak penerapan tata kelola sampah.