Mohon tunggu...
Nara Ahirullah
Nara Ahirullah Mohon Tunggu... Konsultan - @ Surabaya - Jawa Timur

Jurnalis | Pengelola Sampah | Ketua Yayasan Kelola Sampah Indonesia (YAKSINDO) | Tenaga Ahli Sekolah Sampah Nusantara (SSN) | Konsultan, Edukator dan Pendamping Program Pengelolaan Sampah Kawasan. Email: nurrahmadahirullah@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Lima Aspek yang Harus Simultan dalam Pengelolaan Sampah

5 April 2022   11:02 Diperbarui: 5 April 2022   14:57 1926
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Berbagai upaya pengelolaan sampah pasti akan tetap mengandalkan TPA jika tidak simultan. (Dokumentasi pribadi)

Jika 5 aspek ini tidak bisa simultan, lebih baik ditunda. Karena pengelolaan sampah tanpa 5 aspek ini tidak akan terwujud. Jika tak lengkap semuanya akan jadi sia-sia dan pasti mangkrak.

Mangkraknya sejumlah fasilitas pengelolaan sampah bisa Anda temui di sekitar lingkungan Anda. Supaya jelas dan nyata penyebab mangkraknya, Anda bisa lakukan penelitian kecil terkait 5 aspek ini apakah sudah ada atau belum.

Satu per satu akan dibahas 5 aspek tersebut. Karena 5 aspek ini harus simultan, maka tak ada urut-urutan mana aspek yang harus ada lebih dulu atau belakangan. Semuanya harus bersama-sama atau berbarengan.

Lima aspek ini saling berhubungan dan saling bergantung. Tidak ada 1 aspek saja, maka akan meniadakan 4 aspek lainnya.

1. Regulasi atau Peraturan

Regulasi atau peraturan diperlukan untuk menjadi dasar, pedoman, panduan, dan prosedur dalam pengelolaan sampah. Regulasi atau peraturan pengelolaan sampah harus tersosialisasi dengan baik, sehingga semua pihak dapat memahami hak dan kewajibannya dalam persampahan. 

Hal ini untuk mendorong peraturan sampah dilaksanakan secara konsisten di lapangan. Dalam pola sosialisasi peraturan tersebut, birokrasi/pemerintah harus menutup semua potensi adanya pihak yang tidak memahami peraturan dengan menerapkan sanksi kolektif. 

Jika dalam satu kawasan ada satu orang yang tidak taat peraturan, maka semua warga di kawasan tersebut akan dikenai sanksi atau denda yang besar.

Upaya ini bertujuan mendorong masyarakat untuk saling memberitahu, saling mengingatkan dan saling mengawasi satu dengan yang lain dalam hal pengelolaan sampah. 

Regulasi atau peraturan pengelolaan sampah juga harus terus berkembang dari waktu ke waktu namun tidak saling bersinggungan. Regulasi atau peraturan baru yang terbit harus selalu menjadi peraturan yang mengembangkan dan menyempurnakan peraturan-peraturan sebelumnya dan sesuai kebutuhan perkembangan pengelolaan sampah.

2. Kelembagaan

Semua pihak dalam pengelolaan sampah harus dilembagakan dengan baik. Tidak boleh ada satu pihak pun dalam pengelolaan sampah lepas liar dari sistem kelembagaan. Pola kelembagaan akan menjadi tumpuan setiap pihak dalam pengelolaan sampah sesuai hak dan kewajibannya.

Pengelolaan sampah secara kelembagaan akan memisahkan secara jelas antara regulator dengan operator. Birokrasi/pemerintah harus bertindak sebagai regulator melalui organisasi pemerintahan, kemudian ada pihak lain yang bertindak sebagai operator pengelola sampah.

Di tingkat daerah, pemerintah daerah atau desa yang menjadi regulator di areanya masing-masing dengan operator pengelolaan sampah lokal.

Dalam hal sebagai regulator, pemerintah daerah atau desa akan memberikan evaluasi pada kinerja operator dalam mengelola sampah. Dan operator dapat memastikan semua aturan tentang persampahan dapat ditegakkan oleh regulator. 

Dari sisi sumber daya manusia (SDM) masing-masing pihak memiliki kemampuan yang memadai baik dari segi pengetahuan, pengalaman, kuantitas, kapasitas dan kualitas.

Hal ini untuk memastikan regulator dan operator dapat bekerja secara maksimal sesuai tugas, posisi dan fungsinya masing-masing.

3. Pembiayaan

Banyak pihak menilai, kendala terberat dalam pengelolaan sampah adalah pada sisi pembiayaan. Sebab, ketersediaan anggaran untuk pengelolaan sampah relatif kecil mulai dari pemerintah pusat, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, maupun pemerintah desa.

Kondisi itu patut dimaklumi karena pada umumnya birokrasi belum dapat menemukan sumber pembiayaan yang potensial selain anggaran pemerintah. Sebenarnya pembiayaan untuk pengelolaan sampah bisa  diperoleh dari banyaksumber dan alternatif. 

Di antaranya dari anggaran pemerintah, hasil keuntungan bisnis dari penjualan bahan baku daur ulang dari sampah, proyek-proyek pengelolaan sampah, tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan-perusahaan swasta dan milik negara/ Corporate Social Responsibility (CSR), pendanaan dari kegiatan riset dan pengembangan, serta dari penjualan infrastruktur pengelolaan (pemilahan) sampah yang digunakan masyarakat untuk menyimpan sampahnya. 

Semakin besar atau semakin banyak infrastruktur pemilahan sampah yang digunakan berarti semakin mahal harga yang harus dibayar masyarakat. Cara itu juga menjadi motivasi untuk masyarakat untuk mengurangi atau mendaur ulang sampah yang ditimbulkannya. 

Proses pengurangan dan daur ulang sampah selanjutnya didukung oleh penerapan kebijakan Extended Producer Responsibility (EPR) di mana produsen produk melaksanakan kebijakan itu dengan diatur oleh pemerintah dan melibatkan masyarakat. Dari kebijakan EPR ini akan tercipta ribuan lapangan kerja untuk masyarakat dalam pengelolaan sampah.

4. Peran Serta Masyarakat

Edukasi dan sosialisasi peraturan pengelolaan sampah yang optimal akan memaksimalkan kesadaran masyarakat dalam mengelola sampah. Keterlibatan masyarakat harus mendapat tempat yang sangat terkemuka sebagai ujung tombak penerapan tata kelola sampah.

Di samping itu juga untuk menciptakan sense of belonging (rasa kepemilikan) yang tinggi pada sistem tersebut dengan menjadikan masyarakat sebagai subjek, bukan objek.

Dengan sistem edukasi dan sosialisasi yang optimal, masyarakat didorong  menjadi sangat aktif mengelola sampah dengan baik 'alih-alih untuk menghindari sanksi dan denda kolektif atas pelanggaran peraturan.

Hal tersebut akan mendorong masyarakat untuk membentuk komunitas-komunitas atau wadah lain untuk meningkatkan pemilahan sampah, pengurangan sampah dan daur ulang di sumber timbulan sampah masing-masing. 

Komunitas itu juga akan menjadi wadah sosialisasi peraturan sampah, sosialisasi pengelolaan sampah sesuai pedoman strandard operasional prosedur (SOP) dan melakukan pengawasan penanganan sampah di lingkungannya masing-masing. 

Dunia usaha juga harus berperan sangat aktif dalam pengelolaan sampah melalui kebijakan EPR. Pelibatan masyarakat dalam pelaksanaan EPR juga membuat berkontribusi besar meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan sampah.

Demikian juga kalangan akademisi yang berperan serta dalam pengelolaan sampah dengan riset dan terus mengembangkan manajemen dan teknologi dalam mengolah sampah.

5. Teknis Operasional

Aspek ini berkaitan dengan infrastruktur, alat, dan mesin pengelolaan sampah di titik sumber timbulan sampah, pengumpulan, dan proses lanjutannya.

Untuk menjalankan pengelolaan sampah yang baik, maka secara konsisten harus menjalankan prinsip pemilahan dalampenampungan/pewadahan sampah di sumber timbulan, pengumpulan, pemindahan, pengangkutan, pengolahan dan pembuangan residu. 

Sampah yang dibuang ke TPA hanya sampah yang tidak bisa didaur ulang atau residu, sedangkan sampah yang bisa didaur ulang dikirim ke instalasi-instalasi daur ulang untuk diolah menjadi produk baru atau lainnya.

Untuk sampah organik, bisa diolah di instalasi pengolahan sampah organik untuk diproduksi jadi pupuk organik yang dioperasikan secara ekonomis.

Teknis operasional dan instalasi pengolahan sampah dapat juga dikelola secara regional. Untuk menyangga kebutuhan pengolahan sampah di kawasan yang belum memiliki sistem pengelolaan sampah yang dibutuhkan.

Sistem regionalisasi itu sekaligus untuk mendorong kawasan lain segera memiliki sistem pengolahan sampah yang relevan dengan kebutuhannya.

Aspek-aspek itulah yang harus simultan ada, hadir, dan dilaksanakan dalam upaya pengelolaan sampah. Seluruh aspek ini sesungguhnya sudah lumrah dan banyak sekali disebut dalam berbagai regulasi pengelolaan sampah di Indonesia. 

Lima aspek yang dijelaskan tersebut merupakan unsur yang bertalian dengan prinsip pengelolaan sampah yang menyeluruh, sistematis, dan berkelanjutan.

Maka jika ada pengelolaan sampah di sekitar Anda mengalami mangkrak, macet, tidak jalan, dan lain sebagainya, bisa dipastikan karena 5 aspek tersebut tidak dijalankan secara simultan.

Atau bisa juga terjadi, pengelolaan sampah mangkrak, macet, atau tidak berjalan baik dikarenakan pihak yang merencanakan, mendampingi, dan melaksanakannya tidak kompeten secara ilmu dan pengalaman. Memerlukan SDM yang mumpuni secara ilmu dan pengalaman untuk dapat mengelaborasi seluruh aspek pengelolaan sampah tersebut agar menjadi sistem yang kokoh. (nra)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun