Semua remaja pasti akan masuk ke lingkungan sosial yang baru ketika akan memasuki tahun ajaran baru. Dirinya akan mulai menyesuaikan diri dengan teman-teman barunya dan mungkin merasakan perbedaan latar belakang, serta cara bersosialisasi. Terkadang, proses tersebut terbilang sulit untuk dilalui.
*Pubertas
Remaja akan mengalami perubahan hormon dan perkembangan fisik yang dapat membuatnya menjadi labil secara emosi. Hal ini bisa menjadi metamorfosis fisik dan fisiologis yang lengkap. Dirinya tidak mengerti semua yang dirasakannya dan tidak nyaman dengan apa yang terjadi. Oleh karena itu, dirinya sulit untuk mengontrol emosi yang pada akhirnya diekspresikan secara meledak-ledak.
Remaja memang menghadapi banyak masalah emosi pada tahap ini. Dirinya akan menghadapi pertanyaan mengenai identitas, hubungan, tujuan, hingga perpisahan. Selain itu, hubungan antara anak dan orangtua akan berubah setelah memasuki fase remaja yang akan berkembang hingga dewasa.
Gambar ii. Suasana hati yang buruk
Sumber: Pinterest
iii.Faktor emosi dan suasana hati remaja (orangtua, lingkungan/pertemanan, percintaan)
Keluarga memiliki peran penting dalam mempengaruhi emosi dan suasana hati remaja. Orangtua harus memiliki kemampuan untuk mendeteksi, memahami, dan memberikan penanganan yang tepat terhadap emosi positif dan negatif anak, karena hal ini sangat mempengaruhi perkembangan karakter dan watak anak di masa depan. Namun, banyak orangtua yang belum memahami perannya sebagai orangtua, sehingga mengganggu stimulasi dan perkembangan anak. Kurangnya pengetahuan orangtua dalam menangani emosi anak dan lingkungan keluarga yang tidak memahami tugas perkembangan anak, membuat orangtua kesulitan menyelesaikan permasalahan emosi yang dialami anak.
Gambar iii. Nasihat orangtua yang diabaikan
Sumber: Pinterest
Lingkungan tempat tinggal dan bergaul sangat mempengaruhi emosi dan suasana hati remaja. Lingkungan perkotaan yang padat penduduk, bising, dan polusi dapat menyebabkan gangguan kesehatan mental pada remaja. Beberapa remaja dapat menjadi agresif, hipervigilan, dan kehilangan moral dan etika yang dapat mengarah pada perilaku kriminal. Di sisi lain, lingkungan desa yang memiliki hubungan kekerabatan yang kuat dan sifat gotong-royong, dapat memberikan pengaruh positif terhadap pembentukan emosi dan kecerdasan emosional remaja. Fenomena yang terjadi di kota yakni banyak remaja yang tidak dapat mengontrol emosinya atau bersikap agresif, seperti kasar terhadap orang lain, sering bertengkar, bergaul dengan anak-anak bermasalah, membandel di rumah dan di sekolah, keras kepala dan suasana hatinya sering berubah-ubah, terlalu banyak bicara, sering mengolok-olok dan bertemperamen tinggi. Meskipun, tawuran antara remaja di desa terjadi, namun seringkali terjadi karena kesalahpahaman dan kurangnya kemampuan remaja untuk mengontrol emosinya.