Aku tiba di tempat kos sore itu ketika teman-teman mengatakan aku baru saja dicari seseorang. Siapa? Tanyaku menerka-nerka. Mereka mengatakan aku belum kenal karena tamu tersebut memang mendapat saran dari seorang teman kerjaku untuk berkenalan denganku, kata mereka.
        "Tapi, karena Kamu tidak ada, maka kami minta Merta, teman sekamarmu untuk menemuinya. Kini keduanya malah keluar. Ia bersama Merta keluar entah ke mana."
        "Ya, itu namanya rezeki Merta," sahutku sambil memasuki kamar untuk beristirahat karena perjalanan dari rumah orangtua ke tempat kos lumayan jauh.
        Ketika Merta pulang, kutunggu ia bercerita tentang teman barunya itu, tapi ia tidak bercerita apa pun, bahkan ketika teman yang meminta temannya untuk datang dan berkenalan denganku itu menelepon, Merta pun tidak mengatakan apa-apa.
        "Tadi kuminta Dirly untuk datang ke tempat kosmu. Kuminta ia kenalan denganmu. Ia baru saja diterima kerja di bank," ujarnya,"Sudah sampai belum?"
        "Sudah,"kataku tanpa menceritakan yang sesungguhnya terjadi. Kupikir, ia begitu bertemu dengan Merta, langsung tertarik dilanjutkan dengan pergi berdua. Ya, biar sajalah. Toh belum tentu begitu bertemu denganku ia bersikap sama.
        Minggu pagi sebulan berikutnya, ketika aku pulang ke rumah orangtuaku, ada seseorang datang bertamu. Betapa terkejutku, ternyata dia Dirly yang dulu semula diminta berkenalan denganku lalu membelot menggoda Merta. Kini, mengapa ia datang bertamu ke rumah?
        "Merta seolah terobsesi punya pacar yang kerjanya seperti yang kujalani kini. Aku jadi merasa tidak dicintai,"ia melemparkan jurus rayuannya.
        "Salahkah Merta mengingini lelaki yang sudah bekerja? Aku pun sama,"jawabku mulai siaga dan curiga dengan ulahnya. Yang terlintas di hati bukan sekadar mencurigainya, karena aku pun curiga kepada teman yang memintanya datang ke tempat kos untuk berkenalan denganku. Jangan-jangan keduanya bersekongkol mempermainkan aku? Bukankah dulu ia pernah mengenalkannku dengan seseorang lalu kuabaikan?
        Aku dan Merta sekamar kos, meskipun kami sesama pekerja di perusahaan swasta, aku dengan Merta tidak sekantor. Ke mana-mana kami seringkali berdua karena merasa cocok dalam berteman.
        "Jadi, Kamu sama saja dengan Merta?" tanyanya dalam ekspresi polos. Aku hampir saja mencabut prasangka burukku, namun kubatalkan, karena bagaimanapun aku harus waspada.