Mohon tunggu...
Kinanthi
Kinanthi Mohon Tunggu... Guru - foto

Seseorang yang meluangkan waktu untuk menulis sekadar menuangkan hobi dengan harapan semoga bermanfaat.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kesibukan Berganda Minggu Pagi

21 Maret 2021   09:23 Diperbarui: 21 Maret 2021   09:29 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Matahari pagi sudah tersenyum dari arah timur. Sinarnya seolah mengajak tubuhku bergerak cepat menyelesaikan kesibukanku sebagai ibu rumah tangga Minggu pagi ini.  Akan tetapi, kemalasan seakan menggelayuti kaki dan lenganku. Bertepatan dengan kemunculan kemalasan, aku teringat tagihan agar segera mengirimkan nilai murid-murid untuk mata pelajaran yang kuampu.

Aku pun menuju ruang tengah untuk membuka laptop. Duh...mengapa ngadat? Mengapa menjadi lemot? Aku gelisah. Kutengok kedua anakku yang tengah bermain gawai, bahkan si bungsu pun sibuk dengan gawainya. Hmm...ingin marah tapi itu memang dunia mereka. Dunia yang belum kualami semasa kanak-kanak.

            "Mengapa Kalian rebahan melulu?" tegurku menoleh ke arah mereka. Jawaban ketiganya sama, ini kan hari Minggu. Ingin bersantai sejenak. Setelah sarapan baru  bersepeda  mencari vitamin D.

            "Ini laptop Mama mengapa lemot? Kalian anak-anak milenial kan lebih bisa mengatasi hal seperti ini."

            "Mama lihat petunjuk di youtube sajalah. Kami biasanya juga begitu. Nggak pakai nanya,"sanggah si bungsu.

            Aku tersenyum di sela perasaan kesal. Tersenyum karena ia memang suka mempraktikkan apa saja yang dilihat di youtube. Kemarin tiba-tiba ia mengalunkan lagu bunda karya Melly Goeslow menggunakan pianika ketika aku ulang tahun. Pandemi ini selain meresahkan juga mempercepat kemandirian anak-anak. Mereka lebih dekat dengan youtube daripada bertanya-tanya jika ingin mengerjakan sesuatu.

            Sambil menunggu laptop yang lemot, aku pun menuju dapur. Kebetulan anak-anak hanya minta nasi goreng dengan telur ceplok, si bungsu minta telur dadar. Maka, dalan sekejap nasi yang kutanak kemarin sore di magic com itu pun sudah tersaji di meja makan. Acar  mentimun dan wortel, irisan tomat, dan lembaran selada meskipun tidak pernah tersentuh jika aku tidak di rumah, kuletakkan di piring masing-masing beserta nasinya, sehingga mau tak mau mereka akan memakannya jika kutemani makan pagi ini.

            Excel pun terbuka, nilai setelah kuperiksa ulang akan kukirimkan kepada tim kurikulum melaui whatsapp. Begitu membuka google chrome, laptop pun kembali bagaikan siput yang berjalan merayap.

            "Kalian bertiga menggunakan wifikah?"

            "Biasanya kita berlima menggunakan bersama, tidak ada masalah,"jawab si sulung tanpa menoleh,"Laptop Mama yang sudah harus dilem biru. Lempar saja ganti yang baru."

            "Aduh, cobalah berlatih membayangkan hidup sederhana."

            "Tapi nanti aku kan bekerja sebagai lawyer, Ma. penghasilanku tentu besar. Mengapa harus membayangkan hidup sederhana? Kalau gaji besar aku kan bisa berbagi rezeki. Laptop yang sudah ngadat harus saatnya diganti dengan keluaran terbaru,"jawabnya yang tengah berkuliah di Fakultas Hukum.

            "Aku pun nantinya jika sudah mendapat sertifikat guru profesional, gajinya lumayan besar deh, Ma,"sahut anak keduaku yang kuliah di Fakultas Kependidikan.

            "Ikutan saja, Kamu. Bantu Mama sana. Kelak jika guru digantikan robot, tahu rasa Kamu,"godanya kepada adiknya. Si adik pun tak mau kalah,

            "Nggak bisa. Guru kan mendidik selain mengajar. Pekerjaanmu kali yang digantikan robot,"sahut adiknya sengit.

            "Nggak bisa. Robot mana bisa berdebat seru,"sahut kakaknya.

            Aku mendengarkan percakapan mereka sambil teringat setumpuk cucian. Semula, akan kuhubungi loundry langganan untuk mengambilnya. Akan tetapi, kekesalan karena laptop yang tiba-tiba bermasalah ditambah ulah anak-anak yang menjengkelkan pagi ini, aku pun menuju cucian bertumpuk. Semuanya kumasukkan ke dalam mesin cuci, beres. Proses penjemuran dan penyeterikaan yang melelahkan dipikir belakangan. Jika ada tenaga, kukerjakan sendiri, jika tidak kuat, kuhubungi loundry.

            Begitu melihatku bersibuk di mesin cuci, tanpa kuminta, keduanya pun meletakkan gawai masing-masing. Mereka kemudian mengambil pakaian dari mesin cuci, berlanjut menjemurnya berdua diselingi perdebatan kecil.

            Rumah sudah sepi. Suamiku sejak pagi sudah berjalan-jalan. Setelah sarapan, ketiga anakku itu pun bersepeda. Matahari sudah mulai terasa hangat mneyentuh kulit menghalau sisa hujan lebat semalam.

            Aku sendirian di rumah, berkutat dengan laptop yang rewel pagi ini. Akhirnya, sambil menunggu loading file yang melambat, aku pun membersihkan rumah, membersihkan pula dedaunan kering dari tanaman di halaman belakang dan beberapa pot di sebelah carport.

            Akhirnya, masalah laptop yang memusingkan pun tidak terasakan karena aku menunggu proses sambil mengerjakan kesibukan rumah. Loading file yang melambat meskipun pernah dikeluhkan satu dua teman di kantor, tapi aku belum pernah mengalami gangguan seperti itu. Konon, loading file yang lambat pada file explorer merupakan masalah umum yang terjadi pada sistem operasi window. Hal itulah yang terjadi pagi ini, yang menimpaku juga akhirnya. Saat kubuka sebuah direktori folder, file yang di dalamnya mendadak lama sekali baru muncul.

            Ketika kulakukan pencarian dengan mengetikkan kata kunci pada kolom search pun memerlukan proses yang lama. Sebagai seseorang yang terbiasa hidup sederhana, anak guru tempo dulu yang menjadi guru pula, naluriku segera memintaku bersabar daripada meluapkan amarah. Maka, yang kulakukan kemudian adalah "nyambi". Sambil menunggu proses loading yang terasakan tidak kunjung selesai, aku pun mengerjakan pekerjaan rumah. Pekerjaan yang setiap Minggu pagi biasanya dilakukan orang lain. Aku membayar orang untuk itu. Itung-itung berbagi rezeki. Meskipun berniat demikian, sebelum era pandemi, hal itu sulit kudapatkan.

            "Kapasitas drive C bisa diperbesar, Bu. Bersihkan pula file sampah menggunakan cleaner PC untuk mengatasi hard disk yang penuh." jawab temanku,guru IT, dari whatsapp.

            Saran apapula itu. Aku terduduk kelelahan setelah mengalihkan kekesalan akibat kelambatan loading file laptop dengan cara mencari-cari kesibukan di rumah. Urusan bersih-bersih sudah terselesaikan, tapi mencari solusi yang berkaitan dengan kerewelan laptop tentu saja membingungkan bagiku.

            "Cari petunjuk di youtube, Ma,"begitu saran anak-anakku, bahkan si kecil yang masih kelas enam SD pun menjawab serupa. Aku menghela napas. Mereka, terlebih pada era pandemi ini, ketika pertemuan tatap muka dengan guru dan teman-temannya tidak selalu dapat dilakukan, sudah menemukan solusi mengatasi permasalahan tanpa bertanya-tanya. Mereka sudah menemukan keakraban dengan internet.

            Hal yang tidak semudah itu bagiku, bagi orang-orang seusia kami.  Mereka, anak-anakku itu memang dijuluki anak-anak milenial. Julukan yang semula ditujukan untuk mereka yang lahir dalam periode awal tahun 1980-an hingga awal-awal tahun 2000-an. Karakteristik milenial memang berbeda dengan manusia tempo dulu. Sebetulnya, setiap generasi memiliki label dan stereotip yang melekat untuk masing-masing generasi tersebut.

             Aktivitas mereka dipengaruhi internet dan perangkat seluler. Mereka pada umumnya memang terkesan sangat mahir menggunakan teknologi dan platform digital. Selain memberikan kesan terdidik dengan tingkat optimisme yang tinggi, mereka pun lebih individual. Sedemikian individual sehingga ketika ibunya mengeluh laptopnya ngadat, mereka hanya menjawab singkat,

            "Cari  solusi di google, Ma," seolah ibunya juga lahir di era milenial seperti mereka.

            Aku pun menenangkan diri mencoba memaklumi sebagai bagian dari literasi yang beraneka ragam itu. Ada literasi media, literasi teknologi, literasi perpustakaan, literasi visual. Sedangkan anjuran anakku untuk mencari sendiri masalah yang mengganggu laptopku masuk literasi dasar yaitu membaca, mendengarkan, menulis, dan berhitung.

            "Coba baca sendiri di google," kata hatiku sambil mulai membaca informasi di google tentang penyebab melambatnya loading. Duh, kebiasaan yang belum dibiasakan memang bukan hal yang mudah pada mulanya. Selama ini aku hanya membaca materi pembelajaran yang kuampu.

            Ada kemungkinan hard disk penuh. Bukankah saat laptop digunakan, jumlah file pun bertambah dari waktu ke waktu?  Hal itu akan berdampak pada pertambahan penggunaan waktu yang dibutuhkan untuk membuka file tersebut. Loading file pun semakin hari semakin lama saat kita membuka folder, terlebih jika kapasitas hard disk terlebih di drive C hampir penuh. Pada umumnya kinerja laptop pun secara keseluruhan akan melambat pula. Begitulah hasil yang kuperoleh dari membaca informasi di google.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun