"Kapasitas drive C bisa diperbesar, Bu. Bersihkan pula file sampah menggunakan cleaner PC untuk mengatasi hard disk yang penuh." jawab temanku,guru IT, dari whatsapp.
      Saran apapula itu. Aku terduduk kelelahan setelah mengalihkan kekesalan akibat kelambatan loading file laptop dengan cara mencari-cari kesibukan di rumah. Urusan bersih-bersih sudah terselesaikan, tapi mencari solusi yang berkaitan dengan kerewelan laptop tentu saja membingungkan bagiku.
      "Cari petunjuk di youtube, Ma,"begitu saran anak-anakku, bahkan si kecil yang masih kelas enam SD pun menjawab serupa. Aku menghela napas. Mereka, terlebih pada era pandemi ini, ketika pertemuan tatap muka dengan guru dan teman-temannya tidak selalu dapat dilakukan, sudah menemukan solusi mengatasi permasalahan tanpa bertanya-tanya. Mereka sudah menemukan keakraban dengan internet.
      Hal yang tidak semudah itu bagiku, bagi orang-orang seusia kami.  Mereka, anak-anakku itu memang dijuluki anak-anak milenial. Julukan yang semula ditujukan untuk mereka yang lahir dalam periode awal tahun 1980-an hingga awal-awal tahun 2000-an. Karakteristik milenial memang berbeda dengan manusia tempo dulu. Sebetulnya, setiap generasi memiliki label dan stereotip yang melekat untuk masing-masing generasi tersebut.
       Aktivitas mereka dipengaruhi internet dan perangkat seluler. Mereka pada umumnya memang terkesan sangat mahir menggunakan teknologi dan platform digital. Selain memberikan kesan terdidik dengan tingkat optimisme yang tinggi, mereka pun lebih individual. Sedemikian individual sehingga ketika ibunya mengeluh laptopnya ngadat, mereka hanya menjawab singkat,
      "Cari  solusi di google, Ma," seolah ibunya juga lahir di era milenial seperti mereka.
      Aku pun menenangkan diri mencoba memaklumi sebagai bagian dari literasi yang beraneka ragam itu. Ada literasi media, literasi teknologi, literasi perpustakaan, literasi visual. Sedangkan anjuran anakku untuk mencari sendiri masalah yang mengganggu laptopku masuk literasi dasar yaitu membaca, mendengarkan, menulis, dan berhitung.
      "Coba baca sendiri di google," kata hatiku sambil mulai membaca informasi di google tentang penyebab melambatnya loading. Duh, kebiasaan yang belum dibiasakan memang bukan hal yang mudah pada mulanya. Selama ini aku hanya membaca materi pembelajaran yang kuampu.
      Ada kemungkinan hard disk penuh. Bukankah saat laptop digunakan, jumlah file pun bertambah dari waktu ke waktu?  Hal itu akan berdampak pada pertambahan penggunaan waktu yang dibutuhkan untuk membuka file tersebut. Loading file pun semakin hari semakin lama saat kita membuka folder, terlebih jika kapasitas hard disk terlebih di drive C hampir penuh. Pada umumnya kinerja laptop pun secara keseluruhan akan melambat pula. Begitulah hasil yang kuperoleh dari membaca informasi di google.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H