Akan tetapi, ucapan isteriku walaupun bernada menghibur untuk membesarkan hatiku, tak pernah sanggup menghapus luka yang ditorehkan mertuaku. Aku selalu berjuang untuk menunjukkan bahwa aku sanggup menghidupi anaknya dengan uang berlimpah, hasil aku mengais rezeki dari hobiku di dunia seni musik.
Bahwa kaum seniman seringkali dipandang sebelah mata memang sudah terjadi sejak zaman dulu kala. Bagiku, kebiasaan yang salah harus diubah, bukan malah diyakini dan didukung. Akulah satu di antara pengubah kesalahan itu.
      Inilah buktinya. Aku memiliki studio musik yang menyatu dengan tempat kursus, juga bisa untuk  mencipta lagu bersama teman-temanku.
      Walaupun peristiwa itu sudah sekitar sepuluh tahun berlalu. Kedua anakku telah lahir. Mertuaku pun sudah melupakan penolakannya dengan kelahiran kedua cucu mereka, terlebih isteriku tidak pernah kuizinkan menerima sesuatu pun pemberian orang tuanya.
Studio musik yang berada di sebuah ruko ini pun berfungsi sebagai tempat tinggal, karena rumah untuk keluargaku berada di lantai atas. Itu pun bukti keberhasilanku yang berawal sebagai pemberi kursus musik selain menyanyi di kafe ketika aku ditolak melamar anaknya.
     Isteriku memang cantik dari keluarga terpandang. Untuk urusan itu aku pun sama. Aku hanya ingin menyalurkan hobi untuk mengais rezeki. Kebiasaan yang tidak umum memang mengundang hal yang tidak nyaman namun isteriku selalu berbesar hati. Sayang sekali kedua orangtuanya tidak mau mengerti dan sayang sekali pula aku tak pernah sanggup melupakan amarah dan penolakan mereka.
    "Aku tidak ingin Kamu selingkuh,"isak isteriku.
    Ia menangkap basah aku malam- malam menggandeng dua orang perempuan yang kukenal saat berada di karaoke. Keduanya menemaniku sampai isteriku turun mencariku karena tidak segera menuju lantai kedua.
   "Aku tidak selingkuh. Aku hanya ingin memamerkan kepada kedua orangtuamu bahwa aku janganlah diremehkan,"jawabku mencoba jujur.
    Akan tetapi, isteriku masih menangis. Ia tidak memahami dan tidak mau mengerti jalan pikiranku.
"Bagaimana mungkin Kamu memanasi hati kedua orangtuaku dengan cara tak mau tahu perasaanku. Tak adakah cara lain, misalnya mengizinkan aku tinggal di perumahan baru, yang tidak di ruko ini, dan tidak bertingkat pula?"