"Jatuh cinta semudah melupakan kukira. Apa yang harus dikenang jika aku telah terbukti bersama wanita lain? Â Lalu Kamu masih cinta? Apanya yang Kaucintai? Memangnya mau diduakan? Atau ingin menjadi pelakor? Maka, raih dan kejarlah hal yang sekiranya membuatmu mencintaiku."
"Misalnya jika aku mencintai warisanmu?"
"Berupayalah Kamu bisa memiliki warisan setara. Walaupun hanya dalam bayangan, jika ada mujizat tentu terlaksana. Jika tidak terlaksana, setidaknya Kamu tidak memberi kesan menyukaiku karena warisanku. Kesan yang harus Kauhapus dari semua orang termasuk kepadaku. Makanya, aku menolak saat Kamu menawari biaya wisata kita kan? Karena kesan itu menggangguku, membuatku lupa bahwa kita telah berteman sejak SMP, sejak orangtuaku masih merintis usaha dan belum sukses."
"Okelah, aku akan berusaha menepis kerinduanku kepadamu. Perasaan yang telah muncul sejak kita masih SMP."
"Setidaknya, beri aku kesempatan sebagai lelaki. Sebagai hunter. Aku akan memburumu jika yakin akan ketulusanmu."
"Atau malah melupakanku jika ternyata aku bukan seleramu?"
Aku hanya tertawa saja karena memang belum bisa menjawab.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H