Mohon tunggu...
Kinanthi
Kinanthi Mohon Tunggu... Guru - foto

Seseorang yang meluangkan waktu untuk menulis sekadar menuangkan hobi dengan harapan semoga bermanfaat.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Jangan Bilang Istriku

18 Oktober 2020   08:51 Diperbarui: 18 Oktober 2020   09:00 233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.kompasiana.com/pakcah/

            "Tentu. Isteriku nggak bisa tidur kalau aku belum pulang."

            "Walah, Kamu tipe STI kali? Suami Takut Isteri,"goda Aditya.

            "Bukan begitu. Namanya juga terikat komitmen, ya Jon,"teriak Santi dari kejauhan. Ia berlalu sebentar membeli gorengan, kemudian datang mendekat membuka beberapa potong singkong keju panas.

            "Yo wis deh. Aku mengalah saja daripada ditawur emak-emak,"sahut Aditya.

            "Bagaimana, cerita dilanjutkan nggak?" tanyanya.

            "Tentu. Bagaimana nenek-nenek itu? Mencegat dan minta menumpang mobilmu?"

            "Tidak,"jawabnya,"Ia hanya lewat saja, membuatku mengerem mendadak. Dua kali aku mengerem mendadak, untung saja nggak selip."

             "Wah, ada yang nggak beres nih, dengan halusinasimu. Ngantuk berat mungkin. Aku saat lewat situ nggak diganggu apa-apa tuh" jawab Mira.

              "Malam itu gerimis,"lanjut Aditya,"Hatiku sudah membisikkan nenek itu akan lewat lagi karena jam menunjukkan pukul 11.59. Tengkukku terasa dingin. Pukul 12 tepat, kulirik spion. Aduh...kendaraan di belakangku berjajar sekitar lima bahkan lebih. Dari kiri depan dalam bayanganku nenek itu sudah mulai berjalan menyeberang. Lalu...,"ia menarik napas panjang.

             "Dalam waktu yang sangat singkat, aku harus berpikir cepat. Aku mengerem mendadak dengan risiko ada kemungkinan terjadi tabrakan beruntun? Tiba-tiba aku teringat masinis kereta api. Bukankah rel itu jalan khusus kereta api? Bukankah jalan tol pun bukan untuk pejalan kaki? Logikaku pun  cepat bekerja. Lagipula, bagaimana mungkin ada nenek-nenek berjalan malam hari selalu dengan jam yang sama, di tempat yang sama, dengan busana yang sama pula. Kemudian,  sambil berdoa dan meneriakkan nama Tuhan keras-keras, tubuh itu pun kutabrak. Tahu nggak?"

             "Nggak tahu,"sahut Mira sambil mengunyah singkong keju.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun