"Heran deh. Kamu suka atau enggak sih?" selidik Tania ketus.
"Kamu kok ikutan isteriku. Marah melulu sambil menghapus-hapus foto cewe itu. ia selalu menganggapku memberi peluang kepadanya untuk memburuku, padahal aku sudah tak peduli.
"Kalau menyimak lagaknya, jelas ia taruhan dengan teman-temannya. Walaupun sedikit, wanita pun memiliki empati. Bukankah sudah Kaukatakan punya isteri? Mengapa ia masih saja menggodamu?"
"Bisa jadi. Ia taruhan dengan teman-temannya," Ade mengangguk-angguk.
"Kamu dianggap bodoh," Tania menggoda sambil tertawa terbahak.
"Mana bisa begitu? Bukankah ia tahu tempat kerjaku banyak wanita cantik. Sudah bekerja malah."
"Tapi ia merasa cantik. Ia memang wanita paling cantik yang Kautraktir di kantin dulu itu. Salah sendiri, mengapa nggak semua saja ditraktir? Jika sudah begini, bisa jadi cewek-cewek itu malah mengumpankan dia untuk menggodamu karena tersinggung," Tania memberondongnya dengan sekian argumentasi yang membuat Ade tersudut.
"Kan saat itu ia sendirian duduk semeja denganku." kilah Ade membela diri
(bersambung)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H