"Tidak usah berniat mendua. Biarlah Tuhan yang membolak-balik hati manusia. Kita tinggal menjalaninya."jawabnya.
Malam kian larut. Kami pun bersiap pulang. Kuantar dia sampai ke rumahnya. Istriku belum tertidur saat aku pulang. Seperti biasa, ia bertanya tanpa nada marah. Ia memang hampir tidak pernah marah.
      "Kok malam banget? Sudah makan malam?"
Sudah tadi di kantor jawabku. Setelah lulus S1, aku memang bekerja sambil kuliah S2 di sore hari, yang membuatku bertemu dengan si barby Dillya.
Dalam dingin malam itu, begitu saja kupeluk dirinya. Bukan merasa bersalah, bukan pula karena takut ketahuan jika aku tanpa sengaja telah membuat Dillya bergantung kepadaku. Aku hanya merasa, begitu banyak yang suka kepadanya saat itu walau kebanyakan pria-pria beristeri yang tentunya juga sudah mapan secara finansial seperti dirinya. Ia wanita pula yang tidak dilarang dimadu, tapi ia memilihku. Begitu saja kami merasa dekat dan begitu saja kami jalani hari-hari tanpa terasa sudah 10 tahun, tanpa kurasakan perubahan yang berarti pada dirinya.
      "Kenapa? Ingin bercerita tentang Dillya? Aku baca DM-nya. Kamu suka? Kali aja bisa punya anak dengan dia?" Ia bertanya sambil memencet hidungku, menciumku.
      "Kenapa? Ingin bebas jalani hidup tanpa suami? Ingin kluyuran ke luar negeri? Atau ingin nikah dengan mantan-mantanmu dulu? Banyak anak telantar yang masih membutuhkan perhatian kita."jawabku kembali memeluknya.
                       Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H