Mohon tunggu...
Kinanthi
Kinanthi Mohon Tunggu... Guru - foto

Seseorang yang meluangkan waktu untuk menulis sekadar menuangkan hobi dengan harapan semoga bermanfaat.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Tantrum

14 Juni 2020   16:32 Diperbarui: 14 Juni 2020   16:29 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Kamu kan semakin banyak kebutuhan. Harusnya Kamu juga membantu, jangan bermalasan pula,"lagi-lagi adik lelakinya menegurnya.

"Ah, Kalian sama saja. Kamu dan papa, selalu membela dia," suaranya meninggi menahan tangis,"Aku ingin segera pergi dari rumah ini,"teriaknya.

Kirana masih termangu di depan jendela. haruskah ia melerai pertengkaran mereka? Ia belum menemukan jawaban. Ia masih tetap termangu tanpa menyadari bahwa anak tirinya yang lelaki telah mendekat kepadanya,

"Tante mendengar ucapan Kak Nia?"

Ia mengangguk. Si anak menghela napas.

"Tante janganlah melapor ke papa agar ia tidak kena marah,"pintanya. Ia menggeleng,

"Tentu tidak,"jawabnya sambil menggeleng,"Memang apa yang diminta? Mengapa papamu tidak menuruti?"

"Ia ingin ganti motor. Uang pensiun mama kan masih mengalir. Ia menganggap uang itu tentu digunakan untuk membayar orang yang membereskan pekerjaan rumah kita. Pekerjaan yang dulu dikerjakan mama. Tapi aku sudah mengatakan seharusnya ia pun mau membantu Tante."

Kirana menelan ludah. Ia paham, teramat sangat paham. Akan tetapi, ia keberatan, bahkan sangat keberatan. Ibu mereka mau bersusah payah karena mereka menikah dari awal atau mungkin karena cinta, sedangkan dirinya?

Ia tidak merasa menikah karena cinta. Ia menikah dengan pria tersebut karena usianya sudah tinggi tertelan harapan palsu yang ditabur pacarnya sejak sepuluh tahun yang lalu. Itu pun ia masih memerlukan waktu sepuluh tahun lagi untuk benar-benar melupakan. Maka, tatkala ada duda mapan memiliki dua anak yang melamarnya, ia pun menuruti suara sekitar. Suara-suara yang memenuhi isi kepalanya dengan opini yang belum tentu salah walaupun juga belum tentu benar. Akan tetapi Kirana tidak memiliki ketabahan untuk mengatakan tidak.

Lelaki tersebut pun termasuk baik, bisa memahami bahwa Kirana yang sekian lama melajang merupakan pekerja yang tidak pernah bersentuhan dengan kesibukan rumah tangga. Ia tinggal di sebuah rumah di kompleks perumahan yang dicicilnya melalui KPR BTN. Maka, tatkala Kirana mau menerima pinangannya berlanjut mau mengikutinya tinggal di rumahnya bersama kedua anaknya, ia pun berinisiatif menggaji orang untuk urusan bersih-bersih rumah, mencuci dan menyeterika, juga memasak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun