"Kamu kan semakin banyak kebutuhan. Harusnya Kamu juga membantu, jangan bermalasan pula,"lagi-lagi adik lelakinya menegurnya.
"Ah, Kalian sama saja. Kamu dan papa, selalu membela dia," suaranya meninggi menahan tangis,"Aku ingin segera pergi dari rumah ini,"teriaknya.
Kirana masih termangu di depan jendela. haruskah ia melerai pertengkaran mereka? Ia belum menemukan jawaban. Ia masih tetap termangu tanpa menyadari bahwa anak tirinya yang lelaki telah mendekat kepadanya,
"Tante mendengar ucapan Kak Nia?"
Ia mengangguk. Si anak menghela napas.
"Tante janganlah melapor ke papa agar ia tidak kena marah,"pintanya. Ia menggeleng,
"Tentu tidak,"jawabnya sambil menggeleng,"Memang apa yang diminta? Mengapa papamu tidak menuruti?"
"Ia ingin ganti motor. Uang pensiun mama kan masih mengalir. Ia menganggap uang itu tentu digunakan untuk membayar orang yang membereskan pekerjaan rumah kita. Pekerjaan yang dulu dikerjakan mama. Tapi aku sudah mengatakan seharusnya ia pun mau membantu Tante."
Kirana menelan ludah. Ia paham, teramat sangat paham. Akan tetapi, ia keberatan, bahkan sangat keberatan. Ibu mereka mau bersusah payah karena mereka menikah dari awal atau mungkin karena cinta, sedangkan dirinya?
Ia tidak merasa menikah karena cinta. Ia menikah dengan pria tersebut karena usianya sudah tinggi tertelan harapan palsu yang ditabur pacarnya sejak sepuluh tahun yang lalu. Itu pun ia masih memerlukan waktu sepuluh tahun lagi untuk benar-benar melupakan. Maka, tatkala ada duda mapan memiliki dua anak yang melamarnya, ia pun menuruti suara sekitar. Suara-suara yang memenuhi isi kepalanya dengan opini yang belum tentu salah walaupun juga belum tentu benar. Akan tetapi Kirana tidak memiliki ketabahan untuk mengatakan tidak.
Lelaki tersebut pun termasuk baik, bisa memahami bahwa Kirana yang sekian lama melajang merupakan pekerja yang tidak pernah bersentuhan dengan kesibukan rumah tangga. Ia tinggal di sebuah rumah di kompleks perumahan yang dicicilnya melalui KPR BTN. Maka, tatkala Kirana mau menerima pinangannya berlanjut mau mengikutinya tinggal di rumahnya bersama kedua anaknya, ia pun berinisiatif menggaji orang untuk urusan bersih-bersih rumah, mencuci dan menyeterika, juga memasak.