Mohon tunggu...
Nandeka Meisya
Nandeka Meisya Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - XII MIPA 6

Tugas Bahasa Indonesia dan Sejarah Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Novel Sejarah Laksamana Madya TNI Yos Sudarso

17 November 2021   08:43 Diperbarui: 17 November 2021   08:50 663
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

     Di pagi hari yang tenang pada hari minggu, suara burung-burung yang seolah bernyanyi di langit, matahari yang menyambutnya dengan suka cita, angin yang seolah membelai wajahnya, duduk seorang pemuda di ruang tengah rumahnya---sendirian. Yos Sudarso namanya. Mempunyai nama lengkap Yosaphat Sudarso yang lahir di Salatiga, 24 November 1925. Yos Sudarso dikenal sebagai sosok yang tenang, cerdas, dan juga santun. Ia merupakan anak dari pasangan suami istri bernama Sukarno Darmoprawiro dan Mariyam.

Ayahnya merupakan pensiunan dari reserse polisi. Sedari kecil, ia memiliki keinginan menjadi seorang Prajurit. Namun, orang tua Yos tidak menyetujui keinginannya untuk masuk ke dunia militer. 

"Kamu lebih baik menjadi guru, Yos" Ucap ayahnya.

Yos mengiyakan lalu memulai pendidikannya untuk menjadi seorang guru. Ia diterima di Kweekschool di Muntilan. Yos mengenyam pendidikannya dengan lancar sampai satu langkah lagi iya berhasil menjadi seorang guru, iya gagal.

Saat itu tahun 1942, dimana saat Jepang tengah masuk dan berkuasa di Indonesia. Yos gagal menyelesaikan studi keguruannya dikarenakan kondisi. Sekolah terpaksa tutup karena Jepang datang menjajah Indonesia. Ia tak bisa menyalahkan keadaan, ia tak bisa apa-apa. Yos pulang dengan keadaan lesu, namun dengan cepat mengubah suasana hati dan ekspresinya saat melihat Orangtua nya menyambut Yos dirumah. Sang Ayah yang pertama kali memeluknya sambil berkata,

"Maafkan ayah, Yos." Dengan nada lirih. Yos dengan cepat membalas ucapan ayahnya,

"Tidak apa-apa, ayah. Ini semua bukan salah ayah, bukan salah siapapun." Balasnya.

"Yos akan berjuang lagi setelah ini, tapi tolong Ayah dan Ibu dukung apapun yang akan Yos lakukan, ya? Tolong restui langkah Yos." Kedua orang tuanya mengangguk sambil tersenyum sendu lalu memeluk anak mereka satu satunya, dengan begitu erat.

Hari berganti, kesedihan hari kemarin sudah mulai terkikis sedikit sedikit walau masih terasa miris. Yos akan berjuang dari awal, ia yakin pada dirinya sendiri, ia bisa kali ini. Kegagalannya untuk menjadi seorang guru sama sekali tidak mematahkan semangatnya. Justru sekarang ia semakin bersemangat untuk menggapai cita-cita terbesarnya sedari kecil, yaitu menjadi seorang prajurit. Rasanya semangat begitu membara sampai Yos tak berhenti tersenyum membayangkan akan betapa bangganya kedua orang tua Yos saat melihatnya berhasil nanti. Yos sedang duduk dihalaman rumah saat ini, tenang menikmati keadaan untuk sesaat sampai ada orang yang memanggilnya, sebut dia Satya.

"Yos, kamu sudah dengar kabar terbaru?" Tanya Satya
"Kabar apa?"
"Pemerintah militer Jepang sedang membutuhkan banyak tambahan tenaga untuk mengahadapi Sekutu!" Tambah Satya dengan memburu.
"Yang benar kamu, ya?" Yos memastikan.

Sama sekali tidak terlihat kebohongan di mata Satya, ia terlihat jujur dan yakin. Yos percaya. Rasanya Yos senang sampai merasa diterbangkan ke langit ke tujuh. Baru saja ia kemarin dirundung pilu dan sedih, sekarang sedihnya digantikan dengan kabar baik. 

Secepat itu Sang Maha Kuasa menggatikan hilangnya Yos, ia amat bersyukur. Ia percaya bahwa kali ini ia akan berhasil, ia yakin. Ia memberitahukan berita ini kepada kedua orangtuanya, setelah berbincang dan meminta izin Yos akhirnya masuk ke Sekolah Tinggi Pelajaran di Semarang sekaligus mengikuti pendidikan militer Angkatan Laut Jepang. 

Yos mengikuti tes kemiliteran dan ia selalu melewatinya dengan baik. Hampir sempurna. Ia lakukan semuanya dengan semangat dan tak lupa akan niatnya membuat sang ayah dan ibu bangga juga membuat mereka menangis haru bahagia saat menyaksikan kesuksesan Yos. Dan akhirnya, Yos lulus. Kemudian setelah pemberitahuan kelulusan, Yos pulang dan memberitahukan kabar bahagia ini, lalu ia menikmati kebahagiaan ini dengan ayah dan ibunya. Tak berhenti disitu, pada 1944 Yos kemudian bertugas di kapal milik Jepang bernama Goo Osamu Butai sebagai perwira. Ia menaiki tangga lain lagi untuk menuju kesuksesan. Mungkin masih jauh tapi tetap, ia semakin dekat!

Sudah sampai sejauh ini perjuangan Yos. Tentu tidak gampang, ada begitu banyak air mata dan keringat yang ia korbankan agar ia berhasil sampai di titik yang sekarang, semua tidak mudah. Yos sesekali pulang kerumah dan berkali kali disambut dengan ucapan Ayah dan Ibunya,

"Ayah dan Ibu sangat bangga kepadamu, Yos. Terimakasih sudah berjuang."

Yos tanpa rasa malu menangis mendengar ucapan Ayah dan Ibunya. Ini yang ia mau, ini yang ia harapkan, ini yang ia impikan. Mendengar kata kata tersebut keluar dari mulut kedua orang-tuanya membuat Yos sangat amat bersyukur atas segala yang ia punya saat ini.

"Maaf pernah meragukanmu selama ini," Timpal ayah secara tiba-tiba.

Yos dengan segera mengusap air mata di pipinya lalu menatap sang ayah,
"Ayah, jangan pernah meminta maaf karena ayah tidak pernah melakukan kesalahan apapun---sedikitpun." Kata Yos.
 "Ayah meremehkanmu, ayah meragukanmu."
"Yos tahu kalau Ayah hanya ingin yang terbaik untuk Yos." Jawabnya.
"Terimakasih sudah melakukan yang terbaik dan tidak pernah berhenti membuat kami bangga, Nak." Sang Ibu berucap.
Yos kembali menangis, sembari mensyukuri betapa beruntungnya ia memiliki mereka, kedua orangtuanya.

Beralih dari keharuan mereka, akhirnya kemerdekaan tiba, hal yang ditunggu-tunggu rakyat Indonesia saat itu. Semua rakyat merayakannya dengan suka cita dan penuh haru. Tanggal 17 Agustus 1945 diproklamasikan kemerdekaan Indonesia yang diiringi kekalahan Jepang dari Sekutu. Hal ini ternyata membukakan perjalanan karier bagi Yos. Yos bergabung ke dalam Badan Keamanan Rakyat (BKR) di sektor kelautan (BKR Laut). Begitu banyak hal dan pelajaran yang sudah ia lalui selama ini. Dan tiga tahun kemudian, ia menempuh pendidikan Sekolah Angkatan Laut di Surabaya pada tahun 1950. Sejak saat itu, Yos kerap mengambil bagian dalam serangkaian operasi militer untuk mengatasi berbagai pemberontakan yang terjadi di wilayah NKRI. Ia pernah memimpin beberapa Kapal Perang Republik Indonesia (KRI), seperti KRI Alu, KRI Gajah Mada, KRI Rajawali, KRI Pattimura, sampai KRI Macan Tutul. Lagi-lagi ia mendapat begitu banyak pelajaran dari apa yang sudah ia lakukan dari awal perjuangannya sampai saat ini ia berdiri disini.

Waktu berlalu sampai ketika ia mendapat berita dari anggotanya,

 "Kapten, akan ada pertempuran laut antara Indonesia dan Belanda." Katanya.
Ia jelas kaget akan berita ini namun ia sigap, memerintahkan anggotanya untuk siap.

"Pastikan semua aman terkendali dan ketika waktu itu tiba, kita harus memasang badan dan siap." Perintah Yos.
"Baik, kapten."

Ia ikut membantu memeriksa semua persediaan yang kiranya akan dibutuhkan, keadaan kapal, persediaan senjata, keadaan anggota, dan semua hal lainnya sudah ia perhatikan baik-baik. Walaupun keadaan sudah tidak terkendali, ia menyempatkan untuk menelpon kedua orang tuanya, meminta restu.


"Halo Ayah, Ibu, ini Yos."
Terdengar helaan nafas diseberang sana, lalu dijawab,
"Yos...akhirnya. Kamu kemana saja nak, sudah lama tidak menghubungi Ayah dan Ibu? Kamu sudah melupakan kami?" Walaupun khawatir ayahnya masih tetap saja melemparkan candaan.

Yos tersenyum, merasa tenang hanya dengan mendengar suara ayahnya, suara kedua orang-tuanya. Lalu ia berucap,

"Ayah, Ibu, maaf. Akhir-akhir ini Yos sibuk sekali, ini saja Yos tidak bisa menelepon lama lama." Ucap Yos.

"Ayah dan Ibu bagaimana kabarnya?" Lanjutnya
"Baik, Nak. Ayahmu masih makan tiga kali sehari. Dan ibu masih tetap memasak makanan enak dengan memakai lipstik merah setiap hari." Jawab ibu sambil tertawa di akhir.
Yos ikut tertawa mendengarnya, merasa tenang. Ia temukan kembali rumahnya.
"Syukur kalau begitu, Yos senang dengarnya. Tolong makan makanan yang sehat setiap hari ya Yah, Bu."
"Pasti, nak. Lalu bagaimana kabarmu?" Tanya Ibu
"Baik, tapi ada hal yang akan Yos sampaikan pada Ayah dan Ibu setelah ini."

Yos menceritakan dan menjalaskan semuanya, bahwa kemungkinan akan ada peperangan laut antara Indonesia dan Belanda yang akan ada Yos didalam tim tersebut, tim yang berjuang. Ibu Yos kaget, beliau terdiam sesaat dan terdengar ibunya memberitahukan dulu berita ini pada Ayahnya yang kemudian Ayah bertanya,

"Kapan, Yos?"
"Yos belum tahu, namun Yos sudah memastikan semuanya siap. Yos mohon doa dan restu dari Ayah dan Ibu. Ayah, Ibu, tunggu Yos pulang, ya?"

Setelah jawaban dari ibunya terdengar, telepon terputus. Yos menghela nafas berat. Menahan tangisnya, ia harus terlihat tegar untuk sementara, lagi dan lagi.

Waktu berlalu dan hari itu tiba, hari peperangan laut antara Belanda dan Indonesia---sudah di depan mata. Pertempuran ini disebut Pertempuran Laut Aru, Pertempuran Laut Aru adalah sebuah pertempuran yang terjadi di Laut Aru, Maluku, pada 15 Januari 1962 antara Indonesia dan Belanda. Saat pertempuran ini, Yos menjabat sebagai Deputi Operasi Kepala Staf Angkatan Laut atau disingkat KSAL. O

perasi di Laut Aru ini merupakan misi untuk membebaskan Papua Barat dari Belanda setelah Presiden Soekarno menyerukan Tri Komando Rakyat (Trikora) pada 19 Desember 1961. Dalam pertempuran ini terdapat tiga kapal perang Republik Indonesia (KRI) yang terlibat, yaitu KRI Macan Tutul, KRI Macan Kumbang, dan KRI Harimau. KRI Macan Tutul dipimpin oleh Yos Sudarso. Namun nahas, pergerakan Yos Sudarso dan tiga unit KRI yang beroperasi di Laut Aru ini tercium oleh Belanda.  

Sambil mengamati keadaan, Yos melihat ada tiga kapal perang berukuran lebih besar dengan persenjataan yang lebih lengkap di tempat lawan. Ia menyadari bahwa perlengkapan persenjataan pasukannya kurang.

"Kapten, kapal lawan memiliki persenjataan yang lebih banyak, bagaimana kita bisa melawan mereka?"

 Tanya salah satu anggotanya dengan raut muka khawatir. Yos berusaha tetap tenang walau gelisah. Sebagai kapten, dia harus bisa mengatur semua agar tetap berada dalam kendali. Yos menjawab, "Kita yakin saja kalau kita bisa mengalahkan mereka, kita berusaha semaksimal mungkin, untuk sekarang... jauhkan pikiran kalian semua dari pemikiran buruk. Kita fokus ke depan, fokus pada tujuan kita. Jangan lengah---jangan menyerah" Nasihat Yos.


Padahal Yos pikir ini sudah menyiapkan persenjataan dengan sebaik, selengkap, dan semaksimal mungkin. Tapi ia salah.
Yos sadar akan kekurangannya dalam perlengkapan tempur, ia berpikir bagaimana agar mereka semua bisa mengalahkan Kapal Belanda, untuk sesaat Yos termenung dan berpikir lalu akhirnya Yos mengambil keputusan. Ia berkata,
"Untuk sekarang, saya akan perintahkan untuk ketiga Kapal Republik agak putar balik dan mundur sementara,"
"Ini bukan berarti kita mengalah ataupun menyerah. Saya kira ini langkah yang terbaik."
"Tapi, kapten, bagaimana jika tindakan kita ini semakin memperburuk keadaan?" Tanya salah satu anggota.
"Kita berharap yang terbaik saja, saya harap ini adalah tindakan yang tepat." Final Yos.

Seluruh awak kapal akhirnya menyetujui keputusan Yos dan mereka memutuskan untuk putar balik. Namun kabar buruk, Kapal Belanda mengira tindakan ini merupakan sebuah manuver atau kelicikan untuk menyerang dengan melepas tembakan.

Ditengah upaya penyelamatan, sesuatu yang buruk terjadi. Salah satu awak kapal berucap,

"Kapten, mesinnya mati!" Ucapnya sambil panik.

Yos memastikan dan benar saja kalau mesin kapal mati.

"Cari cara lain agar mesinnya kembali berjalan!" Perintah Yos.

Semua orang di dalam kapal sibuk, tak terkendali. Semua berlalu lalang di dalam kapal mencari cara dan solusi. Detak jantung yang berisik, darah yang mengalir dengan begitu cepat dan keringat yang terus bercucuran. Panik, khawatir, takut, semua menjadi satu. Yos pun sama, ia sama panik, khawatir, dan takut seperti yang lain. Tapi Yos tidak boleh menunjukkan pada anggotanya. Jika Yos terlihat takut, bagaimana dengan mereka?

Yos sibuk mengutak-atik mesin. Cara ini, salah. Cara itu, salah. Dari cara a sampai z sudah ia lakukan namun tidak ada hasilnya. Semua orang kalang kabut.  Mesin tetap mati total---kapal tidak dapat beroperasi. Ia memerintahkan semuanya agar tetap tenang dan tidak terlalu banyak bergerak karena dikhawatirkan kapal akan tenggelam.
Yos pun berpikir keras karena harus ada kapal Republik yang selamat, harus ada.

Keadaan semakin genting,  Komodor Yos Sudarso segera mengambil alih pimpinan KRI Macan Tutul. KRI Macan Tutul yang dipimpinnya kemudian memasang badan untuk menjadi umpan, memberi peluang kepada KRI Republik lainnya untuk menyelamatkan diri.

Yos mulai menghubungi pemimpin KRI Macan Kumbang dan KRI Harimau.
"Saya Kapten Yos, ingin memberitahukan bahwa mesin kapal kami mati. Saya sudah mencoba semua cara namun mesin tetap tidak bergerak sesuai fungsinya,"
"...maka dengan ini saya memutuskan akan menjadikan kapal yang saya pimpin untuk memasang badan agar dijadikan umpan sementara kalian menyelamatkan diri. Saya dan tim sudah berusaha semaksimal mungkin. Terimakasih sebelumnya" Lanjut Yos.

Pemimpin KRI lainnya tentu kaget mendengar kabar yang tiba-tiba ini. Dengan segera mereka menjawab,

"Laporan diterima, Kapten."

Dua kapal Republik bergerak menyelamatkan diri. Mereka sudah menerima akan kemungkinan terburuk yang akan terjadi, menerima dengan lapang dada. Yos jelas tahu bahwa kemungkinan terburuk seperti ini jelas akan terjadi---kapanpun. Tapi Yos tidak tahu bahwa ia akan mengalami ini dengan sangat cepat. Terlampau cepat.
Sampai ditengah keheningan ada seorang anggota yang berkata,

"Kapten, sepertinya Belanda siap meluncurkan penyerangan"
"Semua bersiap, kita harus menghadapi kemungkinan terburuk. Kita sudah berusaha semaksimal mungkin dan sekarang waktunya kita berserah diri kepada Tuhan." Kalimat terakhir dari Yos.

Setelah mengucapkan itu, KRI Macan Tutul pun tertembak oleh Belanda. Tembakan yang dilayangkan kapal Belanda mengenai kamar penyimpanan mesin KRI Macan Tutul. Kapal meledak dan secara perlahan mulai tenggelam. Yos terkubur di lautan lepas bersama 24 awaknya, dan Komodor Yos adalah seseorang yang mengorbankan nyawanya demi tugas kepentingan negara yang wafat pada usia yang masih muda, 36 tahun.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun