Bahkan ketika kita dibayar dengan sangat pantas pun, kita tetap mengeluh. Hal ini terjadi karena otak kita terpapar overjustification effect ini.
Otak kita mengirimkan sinyal untuk menghilangkan passion yang tadinya membara menjadi melempem.Â
Kenapa bisa terjadi? Alasannya adalah overjustification effect ini membuat kita mengaitkan gaji kita sebagai alasan utama kita melakukan pekerjaan tersebut.
Kita sudah kehilangan passion dan digantikan uang sebagai alasan utama. Kita lupa bahwa alasan awal dulu kita bekerja keras ketika masih menjadi fresh graduate kemudian naik ke level supervisor, manager, dan bahkan head adalah karena kita cinta pekerjaan kita.
Overjustification effect membuat kita terlena bahwa dulu kita begitu menikmati pekerjaan kita. Betapa dahulu kita bersedia lembur bahkan kerja hingga larut malam karena satu alasan, yaitu passion.
Lantas bagaimana bisa terjadi overjustification effect ini?Â
Mari kita berlogika untuk menjelaskan kenapa hal ini bisa terjadi. Kita ambil saja contoh membuat masakan di atas, ketika saya, misalnya pada awalnya memang senang memasak dan senang jika dipuji masakan saya enak.
Kemudian, saya mencoba menggantikan rasa senang dan pujian tersebut dalam bentuk uang, maka saya akan lupa bahwa sebenarnya penghargaan terbesar bagi saya adalah kegembiraan ketika memasak itu sendiri.Â
Saya lupa bahwa penghargaan eksternal seperti order dan uang tersebut tidak akan pernah bisa menggantikan penghargaan atas nikmatnya saya memasak dan mendapat pujian atas hasil masakan saya.
Itu adalah logika pertama. Logika kedua untuk menjelaskan overjustification effect adalah bahwa ketika daya tarik dari luar dalam bentuk tersebut disodorkan ke diri kita, otak kita menjadi bias dengan menjadi percaya bahwa daya tarik dari luar tersebut adalah satu-satunya alasan kita melakukan suatu aktivitas.
Saya sendiri pernah terjebak dalam overjustification effect ini. Di salah satu titik perjalanan hidup saya, pernah di satu masa saya percaya bahwa semua hal yang saya lakukan adalah demi uang.