Termasuk di dalamnya membahayakan kerahasiaan data, properti atau bahkan karyawan lainnya. Beberapa bentuk perilaku berbahaya bersifat terbuka, misalnya karyawan toksik ini menyalahgunakan sumber daya perusahaan atau terlibat dalam perilaku yang akan menyebabkan perusahaan dalam posisi yang tidak menguntungkan, terutama di mata konsumen.
Itu semua merupakan karyawan toksik yang sifatnya terbuka. Dalam artian kita bisa dengan jelas melihatnya. Namun ada jenis perilaku lain, yang saya sebut sebagai "karyawan toksik yang tidak kentara", yang juga dapat merugikan perusahaan.
Siapakah dia? Dia adalah rekan satu tim yang selalu mengeluh tentang beban kerjanya atau karyawan yang pola kerjanya tidak terorganisir, sangat berantakan dalam pekerjaan dan tidak profesional. Ironisnya karyawan toksik semacam inilah yang terlalu sering merepotkan rekan-rekannya.
Dalam behavioral science, karyawan toksik semacam ini kita sebut dengan subtle misbehavior.
Pengaruh Negatif Subtle Misbehavior
Pertanyaannya pasti akan muncul: Dimana pengaruhnya? Dia cuma sering mengeluh. Dia cuma berantakan kerjanya. Tidak masalah, kami siap mendukung. Kita bisa tolerir. Begitu biasanya rata-rata kesimpulan yang sering saya lihat.
Biasanya respon seperti itu jika karyawan toksik tersebut posisinya lebih senior. Tapi terkadang ada juga yang sebaliknya.
Jadi apa pengaruhnya? Begini, Vincenzo, yang ingin saya katakan adalah, semakin sering seorang karyawan yang cemerlang terpapar radiasi negatif dari subtle misbehavior ini dapat menyebabkan karyawan cemerlang tersebut menjadi toksik juga.Â
Karyawan yang tadinya potensial dan cemerlang, bisa menjadi subtle misbehavior yang berikutnya. Karena setiap hari terpapar oleh ocehan, keluhan dan hasil kerja yang berantakan dari subtle misbehavior ini.
Seperti cerita saya di awal, satu telur jelek bisa merusak kue yang sudah kita eksekusi dengan sempurna.
Jelas bukan? Subtle misbehavior ini tidak terlihat, dia bersembunyi antara sinar terang karyawan-karyawan lain yang potensial.