Mohon tunggu...
Syahnanda Annisa
Syahnanda Annisa Mohon Tunggu... Freelancer - Pelajar

Tolongin aku biar gak males

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Kisah Suar

11 Januari 2021   08:56 Diperbarui: 11 Januari 2021   09:39 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bangka


/1/
Tinggi
Sendiri
Sepi
Dan hanya menerangi

/2/
Cahaya itu
yang menggangguku
yang sedang mencari tahu
apa itu rumahmu

/3/
Kau penenrang
Yang ku sayang-sayang
Walau telah hilang
Kau abadi dalam kenang

Batam


Tak ada yang tahu bagaiman awal kita bermula
Singkatnya, karena putus asa
Kita bertemu dimalam pesta
Kita saling mencinta
Tertawa dan terlena
Setiap kita bercinta
Aku bahagia
Walau kita sesama,
Waria

Batam 2 


Aku cemburu membabi
Mengapa ini terjadi
Teriris lihat kau main hati
Aku ingin mati
Kan kau pula harus mati
Walau dunia tak menyetujui
Karena kita sesama lelaki

Bekasi


Tentang bekasi
Tentang kami
Yang menyukai pergi
Tentang iri mendengki
Tentang caci maki
Sebab yang kita tahu semua dari hati

Bekasi 2


Ia baik hati seperti Bkasi
Yang mengikhlaskan diri
Tuk terima urbanisasi
Ia kesana kemari
Mencari-cari arti
Apa yang ia kagumi.
  Ia sendiri lelaki
Berpindah dan menetap diri
Mencari hidup dikemudian hari

Bekasi 3


Berjenggot dan tampan
Pribadi yang amukan
Suka mengancam karena arogan
Dibalik pertikaian,
Ada jiwa belas kasihan
Dan kekejaman dalam angan
   Dia bujangan,
Yang kebingungan.

Bekasi 4


Ia remaja penyendiri
Dengan paras arab saudi
Yang bermain dari malam ke pagi
Ia dan dunianya sendiri
Membakar rokok dengan korek api
Setiap hari hidupnya begini
Mencari makan di Bekasi
Tentu bukan seperti hisap jari.
Yang ku ketahui lagi,
Ia begitu membenci
Tentang wanita yang menutup diri
Seperti perempuan yang islami
Sekali melihat ia langsung mencaci
Didalam sanubari
"sekali lagi. Aku begitu membenci!"

Bekasi 6


Hatiku selebar daun kelor
Yang ke ngetan ke ngalor
Hatiku selebar daun pepaya
Yang lemah dan tak berdaya
Hatiku selebar daun talas
Yang lama dan membekas
Hatiku selebar daun jambu
Yang terang atau kelabu
Hatiku selebar daun putri malu
Yang tak kuasa disentuh rindu

Bekasi 8


Tentang dosa
Tentang pendosa
Tentang bukan pendosa
Tentang yang berpuasa
Tentang yang tak berpuasa
  Yang tak berpuasa selalu jadi media berbuka.
Apa itu bukti akan masuk neraka?
Kalau begitu mengapa lisan kau berbisa?
Sedangkan mulut kau saja bau bara neraka


Bekasi 9 


Sajakku bukanlah sajak cinta
Bukan seperti remaja
Yang mabuk asmara
Sajakku sajak biasa
Yang kulihat realita
Sajakku sajak ada
Bukan sajak bualan tentang wanita
Tetapi ada tentang pria
Sajakkuu bukan sajak cinta
Yang tak kuasa menahan renjana
Sajakku adalah sajak ada
Antara ada atau fatamorgana
Karena sajakku bukan sajak cinta

Bogor


Hujan datang sesuka yang ia mau
Menggenang mengalir kesitu
Ada apa disitu?
Tak ada, Hanya abu
Dan orang-orang itu bersama perahu
Melihat rumah mereka dengan pilu
Lain dengan anak-anak yang berseteru
Berebut mainan yang hanya satu
Sore-sore dihari rabu


Brebes


Kota bawang
Yang mebuat kepayang
Tetapi kau tak disitu sayang

Halmahera 


Halmahera
Biarkan aku bertapa
Dari Abang yang tak bijaksana
Dari dia yang tak bisa ku terima
Izinkan aku Halmahera
Biarkan mataku diragamu saja
Biarkan aku tinggal di Timur Indonesia
Karena dibarat sana,
Aku tak kuasa

Jakarta
Suka mebualkan kata
Yang sejujurnya  tak bermakna
Membuat semua menjadi suka
Kesana kemari menjual kata
Membuat tertawa sementara
Setelah itu kau hempaskan saja
Karena terjual habislah kata

Jakarta 2 


Jakarta dan tulisannya
Ia selalu bercerita
Karena temannya adalah fatamorgana
Karena ia tak tahu apa itu katanya
Ia berjalan kesana
Kesana untuk dirinya
Suatu ketika,
Ia bertemu dengan pria
Tuk dijadikan teman jakarta
Bukan singgasana.

Tetapi ia.
Bilang aku mendua
Pada jembatan kita
Atas pertemuan kita
Aku berduka lara

Jakarta 3

Akulah hawa
Yang bukan lagi wanita
Untuk pria tercipta
Untuk malam yang berjasa
Untuk siang yang biasa
Kau yang mana?
Aku siap sedia

Jayapura


Perempuan itu ada membawa air mata
Dikirimnya surat cintanya.
Ke Jyapura.
Dirahasiakan namanya
Ia dari Tanah Jawa
Yang subur katanya
Tetapi nestapa baginya

Kupang


Pantai pasir panjang
Masjid Nurul Hidayah Kupang
Kebingungan mengambang
Dan sang kuasa cahaya memanasi laut panjang
Yang cenderung jadi canggung
Atas kejadian yang beriring
Dan, tentu benar apa kata insting
Kau menggandeng yang riang
Tuk kau tenggelamkan.

Lhoksumawe


/1/
Laut
Yang terpaut
Membuat takut
Kisah laut
Kisah yang semrawut
Kisah yang tersangkut

/2/
Waktu luluh
Tlah sauh
Kejujurannya enggan jauh
Seberapapun mengeluh
Menjadi gaduh
Pasti ia teguh

/3/
Jangkar
Layar
Pesiar
Aku hanya ingin bersandar
Aku lelah jadi mercusuar
Yang terus menguar

Malang


Kemarin eman belas menit yang lalu
Sekarang enam menit yang lalu
Esok entah berapa menit yang lalu
Yang ku tahu itu kegiatan rayu-merayu
Selepas dari waktu yang syahdu
Mereka saling membuka pintu
Yang entah asli atau palsu
Tuk meraih sang mercu
Yang akan jadi kekasihku

Mandailingnatal


Mawar itu makin layu
Makin tak mau tahu
Makin bimbang menuju
Makin terbuang ku tahu

Purbalingga

Purbalingga pernah singgah
Dengan penuh gelisah
Tuk menyinggung kawan sebelah
Ia suka menjelajah
Dengan bermacam kisah
Tentang yang suka memanah
Tentang yang suka bersinggah
Tentang matah mematah
Dan tentang menang kalah

Purworejo


Sudah saatnyaku katakan berhenti
Semoga aku tak menyesali
Semoga tak kau sesali
Kita menyusun jejak sendiri-sendiri
Mungkin itu yang kupikiri
Dan ku ucapkan sampai nanti
Bertemu lagi bersama sinar matahari

Samosir


Ini kali kedua
Aku mencari kasturi tercinta
Tetapi dimana ia berada?
Kutunggu-tunggu dia
Tetapi entah kemana
Dan bapaknya bilang ia ke Halmahera

Semarang


Tak terlalu banyak yang ku tahu
Yang ku ingat bersama kawanku
Difajar yang terlalu lugu
Orang-orang yang mengayuh sepeda saling menjuju
Dan ada beberapa yang melirik ke arahku
Ditawarkannya teh hangat padaku
Baunya, terlalu manis untukku
Baiklah ku tiup saja teh hangat itu
Tetapi ditertawakan temanku
Katanya itu lucu,
Begitu

Sleman


Singgasana ku kelabu
Ampuni aku sang ratu
Aku telah membuatnya haru
Bukan maksudku begitu
Hanya saja aku yang mendayu

Solo


Dikenal dengan bengawan
Tetapi bagiku bukan,
Yang aku pikirkan
Seseorang yang acak-acakan
Entahlah, mungkin ia bukan solo kenyataan
Yang lenggkoknya memilukan
Dan ketidakaturan dalam obrolan
Itu yang menyebabkan,
Sang Ayah selalu berpesan
Agar menjaga omongan

Surabaya


Tak ada rencana
Tuk mencoba
Tak berdoa
Tak meminta
Tapi terjebaklah dalam kala
Karena sejatinya meninggalkan atau ditinggalkan sama-sama menahan cinta dan luka

Surabaya 2 


Dia yang telah membuat cerita jembatan merah
Dan hasil yang merekah
Tetapi ku terlanjur marah
Setahuku ia mempunyai jembatan baru yang lebih bergairah
Dahulu, semasih sekolah
Kita selalu bertemu berlawan arah
Pernah ku ikuti ia sampai ke rumah
Makin saja aku menjajah
Setelah ini aku berjanji bersumpah
Akan bersungguh-sungguh
Lalu ia membawaku jauh
Sajauh-jauh pada rapuh
Tapi kini aku yang terjatuh

Trenggalek


Kota ibuku,
Dikurungnya Ibuku
Yang bisu
Karena adat yang fardu
Mulut yang kelu
Tubuh yang kaku
Puteri paseban berwindu-windu
Sebelum bertemu Ayahku

Yogjakarta
Kota yang biasa ditelinga
Namun menyesakan dada
Mengapa?
Karena kau ada,
Bersama orang yang kau suka
Tentu bukan bencana
Hanya siap dengan kata rela
Seperti itu saja,
Tetapi tak semudah yang kau kira

Lalu aku harus duka atau suka?
Ini saja karena aku yang tak bisa mencinta
Dan berlapang dada

2018

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun