Singgasana ku kelabu
Ampuni aku sang ratu
Aku telah membuatnya haru
Bukan maksudku begitu
Hanya saja aku yang mendayu
Solo
Dikenal dengan bengawan
Tetapi bagiku bukan,
Yang aku pikirkan
Seseorang yang acak-acakan
Entahlah, mungkin ia bukan solo kenyataan
Yang lenggkoknya memilukan
Dan ketidakaturan dalam obrolan
Itu yang menyebabkan,
Sang Ayah selalu berpesan
Agar menjaga omongan
Surabaya
Tak ada rencana
Tuk mencoba
Tak berdoa
Tak meminta
Tapi terjebaklah dalam kala
Karena sejatinya meninggalkan atau ditinggalkan sama-sama menahan cinta dan luka
Surabaya 2Â
Dia yang telah membuat cerita jembatan merah
Dan hasil yang merekah
Tetapi ku terlanjur marah
Setahuku ia mempunyai jembatan baru yang lebih bergairah
Dahulu, semasih sekolah
Kita selalu bertemu berlawan arah
Pernah ku ikuti ia sampai ke rumah
Makin saja aku menjajah
Setelah ini aku berjanji bersumpah
Akan bersungguh-sungguh
Lalu ia membawaku jauh
Sajauh-jauh pada rapuh
Tapi kini aku yang terjatuh
Trenggalek
Kota ibuku,
Dikurungnya Ibuku
Yang bisu
Karena adat yang fardu
Mulut yang kelu
Tubuh yang kaku
Puteri paseban berwindu-windu
Sebelum bertemu Ayahku
Yogjakarta
Kota yang biasa ditelinga
Namun menyesakan dada
Mengapa?
Karena kau ada,
Bersama orang yang kau suka
Tentu bukan bencana
Hanya siap dengan kata rela
Seperti itu saja,
Tetapi tak semudah yang kau kira
Lalu aku harus duka atau suka?
Ini saja karena aku yang tak bisa mencinta
Dan berlapang dada