Aku akan memulai dengan perkenalan dulu sebagai evaluasi dari artikel-artikelku sebelumnya. Okaeee, aku adalah Nayla Yuripatasha, penghuni Labschool Jakarta yang pada detik ini berumur 13 tahun. Kalian bisa memanggilku Nayla / Nay / Yuri / Nayuri / apapun itulah yang penting kalian nyaman.Â
Untuk style penulisanku, aku tidak terlalu terbiasa untuk menggunakan bahasa baku, kecuali ketika aku sedang niat menulis sesuatu yang bersifat puitis. Jika kalian tidak merasa nyaman dengan apa yang kutulis atau merasa bahwa apa yang kutulis itu kurang pantas, kalian bisa membagikan kritik dan saran di kolom komentar atau langsung ke IGku ( @nay.yuri ).
Yeah, kurasa perkenalannya sudah cukup, karena masih ada banyak lagi yang ingin kusampaikan pada kalian, wahai manusia.
Mungkin sebagian besra dari kalian atau bahkan semua sudah mendengar salah satu programunggulan SMP Labschool yang bernama "SAKSI" atau Studi Apresiasi dan Kepemimpinan Siswa entah itu dari acara televise, dari rumor, atau bahkan dari orang Labschool tersebut sendiri.
Nah, aku baru saja selesai menjadi peserta SAKSI tahun 2019 SMP Labschool Jakarta yang ditempatkan di Sangga Buana. SAKSI ini terlaksana selama 3 hari dan 2 malam pada tanggal 1-3 Februari. Untuk tahu tentang kegiatan SAKSInya, kalian bisa langsung baca salah satu artikel yang berhasil ku tayangkan mengenai SAKSI 2019.
Lho, kenapa begitu? Karena, sekarang kita tidak akan membahas SAKSI. Kita akan membahas Pra-SAKSI yang pasti tak kalah seru dan melelahkan dari SAKSI.
Sebelum ditempa di Sangga Buana, kami melakukan persiapan terlebih dahulu. Mulai dari persiapan peralatan, kelompok, fisik, sampai persiapan mental. Persiapan ini tentu dilakukan di sekolah oleh OSIS dan kawan kawan selama kurang lebih 5 hari.
Apa sih yang kami lakukan selama 5 hari tersebut?
Mau tau aja atau mau tau banget?
Choose one:
Mau tau aja
Mau tau banget
Lol, cuman bercanda. Mau tau apa enggak, ya, aku pasti kasih tau (apaansih).
Hari pertama kegiatan pra-SAKSI itu bertepatan pada tanggal 25 Februari 2019. Ketika kakak-kakak kelas 8 dan 9 melakukan runtitas lari Jumat, kami murid-murid kelas 7 yang akan menjadi peserta SAKSI 2019 melakukan sosialisasi di theater kecil.
Di sosialisasi ini, kami dijelaskan banyak hal. Mulai dari A-Z dibahas disini. Gak masuk? Kasiah deh..
Pembagian kelompok, yel-yel, persiapan pembuatan vandal dan tongkat, salam, dan lain sebagainya dibahas disini. Nah, kayaknya kita gak benar benar perlu, deh, berdiam lama --lama di kegiatan sosialisasi ini. Yuk, langsung minggat ke hari berikutnya.
Kalender digital menjukkan tanggal 28 Februari 2019, peserta Pra-SAKSI 2019 sudah berkumpul di lapangan dengan nametag SAKSI mereka masing-masing, bersiap-siap untuk melaukan lari pagi bersama.
Rute lari pagi kali sedikit berbeda dengan rute lari Jumat. Jika pada rute lari Jumat kami hanya memutari gedung UNJ dan melewati sejumlah gang kecil, rute kami kali ini yaitu ditambah putar balik di satu titik dan memasuki satu gang kecil lainnya. Walau penambahan jaraknya tidak seablek-ablek, sebagian besar dari kami kakinya seolah-olah mau copot.
Nih, ya, aku mau jujur. Pada hari ini, aku sedikit kaget karena rutenya diubah. Itulah kenapa aku sempat sakit dan akhirnya tidak mengikuti apel pembukaan. Belum juga ditambah oleh kondisiku tubuhku yang bisa dikatakan sedang tidak fit.
Setelah itu, kami diberikan waktu untuk beristirahat. Aku menggunakan waktu ini untuk mengisi perutku dan tidur beberapa menit di kelas karena aku pikir dengan begitu aku akan membuat beberapa perubahan.
Peluit terdengar, peserta SAKSI segera menghentikkan kegiatan yang tengah mereka lakukan dan segara kembali ke lapangan dengan bahan-bahan untuk membuat vandal dan tongkat di tangan mereka masing-masing.
Setelah instruksi untuk memulai membuat vandal dan tongkat dikeluarkan, semua kelompok, termaksud kelompokku segera membagi pekerjaan.
Aku mengajukan diri untuk membantu pembuatan tongkat. Dengan bantuan kakak pnghubung kami, kami segera menggelar Koran tanpa ba-bi-bu.
Pertama-tama kami mengamplas 2 tongkat yang akan dipakai ketua dan wakil kelompok kami. Ketika kami sudah emastikan bahwa kedua tongkat itu sudah mulus bak kulit bidadari, kami lanjut ke proses pengecetan.
Selama proses pengecetan berlangsung, nasib sial kembali menerpa tubuhku. aku terus memaksakan tubuhku untuk terus membantu walau yang bisa kulakukan kurang lebih hanya duduk sambil memegangi tongkat ketika teman-temanku yang lainnya mengecatnya.
Ketika aku merasa bahwa aku sudah tidak kua lagi, teman-temanku menganjurkanku untuk segera izin ke kakak penghubung kamu dan beristirahat sejenak di poli klinik hingga aku merasa sudah baikan.
Awalnya, aku sempat menolak untuk pergi ke poli, namun lambat laun aku merasa tak berdaya lagi untuk menolak dan menerima saran mereka.
Petugas di poli segera membantuku untuk menyamankan diriku sendiri dan tentu saja, membuatku merasa baikan sehingga aku dapat mengikuti kegiatan yang akan berlangsung hari itu.
Mereka memberikanku sebah obat dan segelas teh panas. Mereka menyediakan satu kasur untukku dan aku segera merasa nyaman ketika berbaring diatasnya. Aku memaksa badanku sendiri untuk menyesuaikan posisi dan beristirahat sejenak.
Sayang sekali aku bukanlah robot yang bisa menekan satu tombol untuk mematikan sejenak. Senyaman apapun kau saat itu, tapi ketika kau sedang sakit, akan sulit untuk terlelap.
Akhirnya, aku berhasil diselimuti oleh kekosongan.
Suara decit pintu membangunkanku dari tidurku. Seorang peserta lain masuk ke poli. Aku mengira itu adalah salah satu dari temanku yang datang untuk membangunkanku dan menyuruhku untuk kembali ke lapangan. Namun, dugaanku meleset. Dia adalah peserta SAKSI lain yang kemungkinan sedang tidak enak badan juga.
Aku mendorong tubuhku ke posisi duduk. Aku menengok ke segala arah. Poli masih sepi seperti biasanya. Aku menghabiskan tah yang terletak di meja samping tempat tidur dan membenarkan pakaian serta name tagku.
Aku merasa sudah baikan dan harus segera kembali ke lapangan. Aku menengok ke arah jam dinding sebelum meninggalkan poli. Hampir pukul dua belas, yang lain pasti sedang beristirahat da bersiap siap untuk menunaikan ibadah sholat Dzuhur.
Aku menyambar mukena yang sudah stand by di laci, lalu berlari kecil ke masjid. Aku mengambil wudhu dan segerabergabung dengan jamaah yang lainnya.
Usai itu, kami diberi waktu istirahat lagi oleh panitia dan OSIS. Kami memanfaatkan waktu istirahat yang terasa singkat ini untuk berbagai hal. Mulai dari mengisi perut, membaca, bahkan ada beberapa kelompok yang berkumpul dan membahas yel-yel atau sebagainya.
Ketika peluit dari salah satu kakak OSIS terdengar, peserta SAKSI 2019 kembali menghentikan segala kegiatan mereka dan berhamburan ke lapangan bak semut yang berkumpul di satu titik.
Kami segera melanjutkan pekerjaan kami masing-masing. Kelompokku sudah mengecat hamper 90% dari tongkatnya. Itu berarti, kurang lebih 10%nya lagi adalah tugasku yang sedari tadi berbaring di poli.
Yeah, bagaimanapun mereka tidak benar-benar menimpakan 10% itu padaku seorang. Mereka tetap membantuku.
Karena aku merasa telah menjadi beban, akhirnya aku memilih untuk mengamplas lapangan yang terkena cat selagi yang lainnya membicarakan yel-yel dan apa yang akan mereka tampilkan untuk pentas seni nanti.
Ketika waktu sudah habis, tongkat-tongkat dijemur dan vandal diberikan ke ketua kelompok untuk dipakai.
Kami berkumpul kembali dan membetuk barisan sesuai kelompok.
Apel penutupan digelar, tanda bahwa kegiatan hari ini sudah tuntas.
Untuk hari-hari berikutnuya, aku memutuskan untuk memisahkannya dengan artikel ini karena khawatir artikel ini terlalu panjang dan membuat kepala kalian serasa ingin pecah dan mati karena kebosanan.
Yeah, sampai disini. Jangan lupa kritik dan sara bila ada, ya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H