Perdagangan atau jual beli merupakan salah satu konteks penting kehidupan ekonomi umat Islam. Dalam konteks syariah, maka jual beli bukan hanya sekedar transaksi ekonomi saja, namun juga etika dan moral yang harus dipatuhi secara prinsip. Pembahasan dalam artikel ini mencakup pada kajian hukum jual beli dalam Islam mengenai hukum barang haram, syarat-syarat transaksi yang adil, dan prinsip keadilan serta kejujuran.
1. Hukum Jual Beli Barang Haram
Jual beli barang haram seperti minuman keras, daging babi, atau barangbarang yang dipakai untuk halhal yang dilarang oleh syariah, itu adalah haram. Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya Allah ketika mengharamkan sesuatu, maka Dia mengharamkan menjualbelikannya" (HR. Ahmad). Dengan demikian, keabsahan dari suatu transaksi akan rusak bila memasukkan dalam transaksi barang-barang yang haram tersebut.
Contoh:
Menjual minuman keras jelas dilarang karena dengan jual beli ini seseorang akan mendekatkan diri lebih dekat pada kemaksiatan dan merusak tatanan masyarakat.
 2. Dijual Belikan dengan Syarat Merugikan Salah Satu Pihak
Islam memandang jual beli yang dilakukan karena syarat atau perjanjian yang merugikan salah satu pihak sebagai tindakan yang tidak adil dan tidak sah. Hal ini melanggar prinsip keadilan dalam muamalah. Misalnya, apabila penjual menetapkan syarat yang memberatkan pembeli tanpa kesepakatan secara bersama-sama, maka transaksi jual beli sudah dianggap tidak sah.
Contoh:
Penjual memaksa pembeli membayar tambahan dalam jual beli yang tidak disepakati sebelumnya. Merugikan orang dalam jual beli termasuk dirinya sendiri pun dilarang dalam Islam.
3. Hukum Jual Beli Barang Cacat
Jual beli barang rusak atau cacat tanpa menjelaskan kerusakan barang tersebut kepada pembeli juga merupakan curang dalam menjalankan jual beli. Hal ini dalam syariah dilindungi hak dari pembeli, sedangkan penjual wajib menjelaskannya sebelum melakukan jual beli.
Contoh:
Jika mobil yang dijual dengan rusaknya mesin, ditutupi oleh penjual dan pembeli tidak mengetahui hal tersebut, maka pembeli dapat menuntut ganti rugi atau membatalkan transaksi tergantung pada kesepakatan pembeli dan penjual.
4. Keadilan dan Kejujuran dalam Jual Beli
Mu'amalah dalam fikih mengatur prinsip keadilan dan kejujuran dalam menjalankan proses jual beli sehingga masing-masing pihak mendapatkan haknya secara adil. Keadilan dalam bertransaksi akan membangun hubungan ekonomi yang sehat antar individu dan mencegah munculnya praktek-praktek curang dan eksploitatif.
Contoh :
Perdagangan: penjual harus memberikan informasi yang tepat tentang barang yang dijual, dan pembeli harus membayar harga sesuai kesepakatan tanpa ada paksaan dalam bertransaksi.
5. Khiyar/Memilih
Prinsip khiyar dalam jual beli memberikan hak kepada pembeli untuk memilih apakah akan melanjutkan transaksi atau membatalkannya karena ada ketidakpuasan terhadap barang yang dibeli. Adapun beberapa jenis khiyar yang sudah dikenal dalam Fikih Muamalah :
- Khiyar Al-Ru'yah: Memilih Hak atas Kesempatan Melihat.
- Khiyar Al-Shart:Â Hak memilih berdasarkan syarat tertentu yang disepakati.
- Khiyar Al-Majlis: Hak memilih selama kedua belah pihak masih berada di tempat akad.
Contoh:
Jika seorang pembeli membeli pakaian tetapi merasa tidak puas setelah melihatnya lebih dekat, ia memiliki hak untuk mengembalikannya berdasarkan khiyar al-Ru'yah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H