Untuk saya, agen dibagi menjadi dua, yakni agen dari perusahaan resmi dan agen dari jalur kenal. Jalur kenal biasanya memiliki hubungan personal dengan pemilik properti, entah itu keluarga, saudara, kerabat ataupun teman.Â
Kalau dari perusahaan resmi biasanya memiliki MoU (arti: nota kesepahaman) dan cara kerja yang jelas. Tentu presentase komisinya juga jelas.Â
Namun ada kekurangannya, terkadang agen yang tidak kita kenal secara personal, bisa jadi "main belakang", atau prosesnya cukup bikin sakit kepala karena cara kerjanya yang bisa jadi cukup birokrasi.
Berbeda dengan agen jalur kenal, biasanya MoU dan cara kerja selalu diikuti dengan kalimat, "ah, gampang, tenang aja". Kalimat yang manis didepan, runyam di belakang, karena bisa menimbulkan kesalahpahaman.
Kelebihannya, biasanya keluarga, saudara, ataupun teman kita sudah tahu cara kerja kita, dan bisa juga tidak terlalu banyak birokrasi. Tapi tetap saja tidak menutup kemungkinan si agen jalur kenal ini bisa "main belakang".
Nah, dari pengalaman saya, tidak semua agen jalur kenal memiliki kapabilitas layaknya seorang agen profesional.Â
Seperti kurangnya ketelitian dalam membaca data dan surat, juga kurangnya pengalaman dalam menghadapi orang. Belum lagi, si agen jalur kenal kurang memahami alur perpajakan, sehingga menganggap remeh sistem jual beli properti, yang berujung pada denda pajak.
Juga, ada saja pengeluaran tidak terduga malah dibebankan oleh pihak pemilik, dengan berbagai macam alasan, hingga pihak pemilik merasa tidak tega, akhirnya pengeluaran pun diluar budgeting dari penjualan properti.
Belum lagi, karena kenal dekat, agen jalur kenal ini akan menceritakan dengan detail lika-liku betapa sulitnya dia dalam meng-goal-kan transaksi, yang akhirnya berujung pada si pemilik (karena hubungan personal) merasa tidak enak, dan akhirnya berujung pada kenaikan presentase komisi melebihi yang seharusnya diberikan.Â