Menjadi juara umum di sekolah, tidak menjadi prioritas mama saya. Tapi sangat penting baginya, kami mengerti apa yang kami pelajari. Mampu menganalisis apa yang sudah kami pelajari.Â
Beliau sangat terbuka terhadap pertanyaan-pertanyaan kami yang bisa dikategorikan nyebelin untuk dijawab, tapi selama itu pertanyaan karena rasa penasaran, belum pernah mama mengkritik kami. Semuanya dijawab dengan sabar, atau kalau mama tidak bisa menjawabnya, kami mencari jawabannya bersama-sama.Â
Contohnya ada satu pertanyaan yang terlontar, "apa bahasa manusia pertama kali, selain uga uga (istilah saya dalam menyebut bahasa manusia purba yang saya tonton dalam kartun)?"
Mama pun membeli peta dunia, kemudian bersama-sama kami membaca buku Ensiklopedia, lalu disandingkan dengan membaca Alkitab (kitab suci agama Katolik).Â
Dari penemuan ala-ala, kami menemukan bahwa bahasa pertama kali adalah bahasa Ibrani, karena dulu daratan di bumi adalah satu.
Kemudian dalam Alkitab yang menceritakan Menara Babel, dimana Tuhan murka manusia bersikap sombong, karena membuat menara menembus langit untuk bertemu dengan Tuhan. Dalam murkanya, Tuhan membuat manusia saling tidak mengerti satu sama lain dalam berbahasa, tempat tinggal pun menjadi terpisah karena perbedaan bahasa.Â
Menurut Ensiklopedia, terjadi pecahan lempengan, belum lagi adanya bencana alam, seperti meletusnya gunung berapi, tsunami dan sebagainya yang terjadi dalam kurun waktu bertahun-tahun, membuat daratan terpecah belah, kemudian manusia membentuk ekosistem baru, sehingga manusia pun hidup berkelompok.Â
Sedari kecil, kami ditanamkan agar tidak mengartikan apa yang ditulis dalam Alkitab secara harafiah. Tapi ada pesan dan makna yang dalam per kalimat, dan harus dimaknai setelah membaca secara keseluruhan, itupun harus dengan memakai panduan buku yang sudah ada.
Tentu saja penemuan ala-ala kami belum tentu benar, akan tetapi dari situ, kami, sebagai anak-anak, paham kalau kami tidak tahu, yaa kami harus mencari tahu, bahkan tidak malu bertanya pada orang yang lebih ahli.
***
Mama selalu memaksa saya untuk belajar, bahkan menyelesaikan pendidikan hingga kuliah.