Jangan cepat terbawa emosi, pahami dulu masalah dan sejarahnya, baru ambil kesimpulan
- Agustinus Wibowo-
Quotes tersebut datang dari seorang traveller dan penulis buku yang pernah bersentuhan langsung dengan rakyat Afghanistan selama tiga tahun.Â
Tidak hanya mengobrol dan menguasai bahasa penduduk setempat disana, beliau juga mengenal langsung budaya dan sejarah rakyat Afghanistan, yang terdiri atas banyak etnis dan bahasa.Â
Kalau kita membaca berita di media tentang Taliban atas Afghanistan, tentunya sangat mengerikan, kejam, bahkan terasa memberangus kebebasan masyarakatnya.
Namun saya sendiri tidak bisa dan tidak berani langsung menilai.
Lantaran pernah membaca dua buku yang ditulis oleh Agustinus Wibowo tentang pengalamannya tinggal dan perjalanannya dari kota ke kota di Afghanistan dan Asia Tengah lainnya.
Fokus pada Afghanistan, ada hal yang indah juga disana, selain peperangan yang sering ditayangkan oleh media.
Bahkan kecintaannya pada Afghanistan akan sangat terasa bagaimana beliau menggambarkan situasi lapangan dan interaksinya dengan orang-orang Afghanistan dari beragam etnis.
Dari tulisannya, tergambar dikepala saya bahwa Afghanistan memiliki ragam adat budaya yang unik dan sejarahnya yang ternyata pernah mengalami kejayaan gemilang.
 Juga, bagaimana sikap dan cara pandang orang setempat tentang kehidupan yang mereka jalani.
Tidak luput, konflik sosial pun dijelaskan melalui buku perjalanannya.Â
Dan bagaimana konflik politik mempengaruhi keadaan masyarakat disana, yang sangat memprihatinkan.
Buku-buku yang ditulisnya, sungguh memberikan pandangan dan gambaran baru tentang Afghanistan, yang terkenal sebagai negara perang.
Dan cenderung menakutkan.
Dari sekian peristiwa yang terjadi, media hanya menayangkan secuil dari apa yang sebenarnya terjadi
Tidak menyalahi media, lantaran memang media bertugas untuk memberitakan peristiwa. Namun sebagai pembaca, kita harus banyak melakukan verifikasi, agar bisa memiliki pandangan yang objektif.
Dalam buku perjalanan Agustinus Wibowo, beliau menjelaskan bahwa penduduk disana terdiri atas beragam etnis dan terkotak-kotak.Â
Misalkan etnis Pastun, ya mereka tinggal dengan etnis tersebut saja. Satu etnis biasanya tinggal diwilayahnya sendiri. Tidak berbaur dengan etnis lainnya.
Batas tersebut bukan dibuat oleh pemimpin Afghanistan terdahulu, melainkan oleh Inggris, yang dulunya pernah menduduki Afghanistan saat masa kolonial.
Batas yang dibuat akhirnya menimbulkan masalah etnis, karena antar etnis disana tidak berbaur. Tidak hanya itu, agama pun menjadi permasalahan.
Islam, agama yang mereka peluk memiliki dua aliran. Ada yang mengambil jalur Islam murni dan ada pula yang mengambil aliran lebih modern, mengikuti perkembangan zaman.
Perbedaan pandangan tersebut bisa membuat mereka saling tidak menyukai satu sama lain. Tapi perlu digarisbawahi biar bagaimana pun pandangan mereka tentang versi Islam, mereka adalah orang yang taat beragama.
Terhadap orang asing, pada dasarnya orang Afghanistan ini sangat terbuka sekali. Agama yang mereka anut mengajarkan mereka untuk menerima dan memperlakukan orang lain dengan bersahabat.
Agustinus seringkali merasakan sikap persahabatan sebagian orang Afghanistan.
Namun tidak sedikit pula yang malah mencurigai dirinya, bahkan sempat menipunya, lantaran dirinya orang asing.
Sikap curiga dan menipu orang asing bukan tanpa alasan.
Kedatangan orang asing yang menjajah negara tersebut lah dan mencecoki budaya negara asalnya dengan brutal, seakan ingin menghilangkan budaya masing-masing etnis di Afghanistan, akhirnya menimbulkan rasa tidak suka dan waspada berlebihan pada orang asing.
Terutama etnis Pastun, yang merupakan etnis mayoritas disana.
Orang asing yang dimaksud tidak hanya negara Amerika semata, tapi dulu juga ada Uni Soviet yang pernah datang menjajah Afghanistan.Â
Namun Uni Soviet berhasil dipukul mundur oleh tentara Amerika dan Taliban. Itu terjadi tahun 1980an. Saya agak lupa tepatnya tahun berapa.
Kemudian ketika tentara Amerika datang dan bekerja sama dengan pemerintah Afghanistan, mereka memiliki visi misi. Salah satunya adalah menghilangkan teroris, juga berusaha mengubah budaya masyarakatnya yang mereka anggap terbelakang.
Dalam menjalankan visi misi menghilangkan teroris, tidak sedikit orang yang menjadi korban kambing hitam.
Apabila seseorang dicurigai sebagai teroris, padahal bukan. Tentara Amerika tidak akan repot-repot menverifikasinya terlebih dahulu. Para tentara bisa jadi main adil sendiri, dengan memukuli orang tersebut, bahkan ada yang meninggal saking sakitnya.
Tentu hal ini bisa jadi menimbulkan dendam bagi keluarganya dan memilih untuk memberontak karena merasakan adanya ketidakadilan.
Pemerintah Afghanistan sendiri pun tidak terlalu mengambil pusing masalah itu, bahkan cenderung kurang memperhatikan rakyatnya.Â
Mereka lebih fokus pada kepentingannya sendiri, yakni korupsi. Mungkin tidak semua, tapi kebanyakan seperti itu.
Kemiskinan, kelaparan, kurangnya pendidikan, kurangnya fasilitas kesehatan itu sangat dirasakan oleh penduduk Afghanistan.Â
Saat Agustinus menginjakkan kakinya disana, beliau sempat merasa tinggal di abad yang berbeda.Â
Sangat jauh sekali perkembangan Afghanistan dengan negara-negara tetangganya, bahkan dengan Indonesia sendiri.
Mungkin sampai sini, Anda bisa mendapatkan bayangan mengapa ada orang Afghanistan yang mendukung Taliban. Dan apakah itu berarti Taliban salah sepenuhnya?
Akan tetapi keberadaan pemberontakan sendiri tidak bisa sepenuhnya dibenarkan.Â
Target pemboman yang mereka lakukan, sebenarnya orang asing, orang Afghanistan yang mendukung pihak asing, dan instansi asing yang mereka anggap telah merusak negaranya.
Namun yang seringkali terkena justru rakyat Afghanistan yang menjalani hidupnya hanya untuk mencari nafkah bagi keluarganya saja.
Ranjau ditanam sepanjang jalan secara acak. Mereka harus jalan dengan sangat hati-hati. Salah langkah sedikit, maka ranjau pun akan meledakkan tubuh mereka.
Belum lagi adanya tembakan peluru yang menyasar sewaktu-waktu.
Disana ada banyak orang yang cacat. Bahkan saat keluar pintu rumah sendiri saja, mereka sebenarnya sedang mempertaruhkan nyawa
Tidak hanya keluar rumah, saat tertidur pun, pemandangan tahu-tahu ada bom mendarat dirumah mereka, sudah bukanlah hal yang asing.
Belum lagi ketika para pemberontak ini, melakukan "salah tangkap" seperti tentara Amerika.Â
Orang yang dikira mendukung pihak asing akan disiksa dan dibunuh.Â
Maka tidak heran, Agustinus Wibowo menulis "disini semua mahal, yang murah cuma satu, nyawa manusia".
Pihak asing dan pemerintah, serta para pemberontak sendiri mempertahankan ideologinya masing-masing, tanpa memperhatikan perih dan nyawa rakyat.Â
Yang membuat saya sering menitikkan air mata saat membaca buku perjalanan Agustinus di Afghanistan adalah anak-anak yang usianya masih kecil.
Mereka tidak bisa mengenyam pendidikan karena miskin, yang anak-anak tersebut lakukan adalah mencari uang. Belum lagi, mereka turut mempertaruhkan nyawa ketika sedang mencari sesuap nasi.Â
Sesuap nasi disini bukanlah arti kiasan, melainkan benar-benar sesuap nasi.
Bukan berarti orang tuanya tidak bertanggung jawab, namun keadaan lah yang memaksa mereka mengajak anak-anaknya turut serta mencari nafkah.
Sungguh kasihan.
Saya merasa pemerintahnya juga turut andil membuat permasalahan ini, karena kemakmuran hanya dirasakan sebagian masyarakat saja, termasuk orang pendatang. Sedangkan kehidupan orang Afghanistan lainnya sangat jauh dari kata makmur.
Sangat tidak merata.
Namun kalau dilihat dari kacamata objektif, tidak semua yang membawa embel pihak asing itu menjerumuskan.
Banyak pihak asing juga yang bergerak atas dasar kemanusiaan. Mereka fokus mendukung rakyatnya memberikan pendidikan, fasilitas kesehatan, dan hal baik lainnya.Â
Namun tentu pelayanan tersebut terbatas, lantaran dana yang mereka miliki tidak cukup untuk melayani seluruh warga Afghanistan.
Tapi mereka sama sekali tidak mau turut campur dalam urusan politik, karena selalu ada kepentingan didalamnya, yang ujung-ujungnya tetap menyengsarakan masyarakat Afghanistan.
Permasalahan yang Afghanistan hadapi sangat pelik. Tidak hanya masalah Amerika-Taliban, Islam dan non-Islam.Â
Banyak faktor yang mesti kita pahami dulu latar belakang, budaya dan sejarahnya karena semua itu satu-kesatuan yang membentuk Afghanistan seperti sekarang.
Termasuk keberadaan Taliban sendiri, perlu kita ketahui dulu latar belakangnya.
Nah, sebagai orang yang pernah merasakan langsung kehidupan disana, dalam IG Live yang disimpan di feed Instagramnya, Agustinus berpesan,
Janganlah terlalu cepat berpihak, karena politik sangatlah dinamis. Yang perlu kita lindungi adalah rakyatnya. Berpihaklah pada rakyatnya, karena sangat kasihan
Pada akhir kata, tulisan ini tidak bermaksud menunjukkan keberpihakan, melainkan memberikan pandangan bahwa kita jangan cepat menghakimi permasalahan negara orang yang baru kita ketahui dari media.
Kita belum pernah merasakan apa yang mereka alami disana. Akan sangat tidak adil bagi mereka, kalau kita terlalu cepat menghakimi.Â
Kalau Anda ingin mendengar sendiri opini Agustinus Wibowo tentang Afghanistan, Anda bisa klik linknya disini. Ada dua video yang bisa Anda tonton.Â
Dan ini adalah salah satu unggahan dan caption-nya dalam Instagram Agustinus Wibowo. Barangkali Anda mau membacanya.
Keterangan beliau yang menganggap Afghanistan sebagai tanah air keduanya, sangat memberikan pandangan baru, sehingga kita bisa memahami bagaimana sih situasi disana yang sebenarnya, sebelum menilai situasi negara orang lain.
Terima kasih dan Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H