Misalkan anak A memiliki kecerdasan tipe audio visual, maka ketika anak tersebut dengan mendengarkan guru dan membaca buku akan lebih mudah menangkap daripada anak B yang tipe kecerdasannya adalah kinetik, dimana sang anak harus praktik terlebih dahulu baru bisa menangkap apa yang guru ajarkan.
Bila kita tidak memiliki informasi tentang cara mendidik anak yang baik, anak bisa menjadi stres karena secara tidak sadar kita telah menekannya, dan tumbuh menjadi anak yang tidak percaya diri, karena kita terus membandingkannya dengan orang lain.
Anak tidak paham kalau ia cerdas dalam bidang yang lain, karena kita sudah memberikan standar terlebih dahulu, orang bisa dikatakan cerdas kalau berhasil mendapatkan ranking 1 dikelas, misalnya.
Disinilah anak bisa dikatakan sebagai beban, bukan lagi anugerah, karena kita seperti tidak bersyukur dengan anak kita yang memiliki kecerdasan kinetik, atau karakter yang lumayan aktif, misalkan. Kalau sudah seperti itu, kita menyebut anak sebagai anugerah, tapi sama sekali tidak "memahami" anak, bisa dikatakan itu hanyalah pemanis kata saja.
Memahami disini bukan berarti memanjakan dan sama sekali tidak memarahi anak, akan tetapi memahami pola belajar dan karakter si anak tanpa membandingkan terus dirinya dengan orang lain.
Kita bisa menyesuaikan pola pendidikan kita dengan tipe kecerdasan dan karakter anak, tentu perlu ada disiplin dan ketegasan juga yang mengiringinya, agar anak kita nanti bisa menjadi "orang" dan mampu beradaptasi dengan masyarakat dari masa ke masa.
Jadi benar anak adalah anugerah, ketika kita, sebagai orang tua, sudah memiliki kesiapan mental dan kedewasaan emosional yang didapat dari banyak ilmu tentang pola pendidikan dan pola asuh anak. Dan saya harap kedua hal ini jangan disepelekan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H