Setelah lulus, saya pikir semuanya akan jauh lebih baik. Saya pun pindah sekolah lagi dan saya merasa bahagia.Â
Ternyata ada dampak lain yang muncul karena rasa kecewa, sedih, khawatir yang sama sekali tidak pernah saya ungkapkan. Mood saya bisa berubah sesuka hati dalam hitungan menit.Â
Kemudian, ketika saya emosi, saya akan menjadi sangat beringas. Saya akan menonjok orang sampai orang tersebut mengeluarkan darah. Tapi ketika saya sudah tenang, saya sendiri lupa kalau saya menonjok orang tersebut.Â
Bahkan penyebab apa yang menjadikan saya marah, saya pun lupa. Itu hanya terjadi saat sekolah saja. Kalau dirumah, saya kembali tenang dan diam.
Semua orang di sekolah hanya tahu bahwa saya emosional. Saya pribadi sama sekali tidak menyadarinya. Ketika saya terlalu merasakan kesedihan, bunuh diri akan menjadi solusi pertama di kepala saya. Sudah tiga kali saya melakukan percobaan bunuh diri.
Saya sendiri juga menjadi manipulatif. Bila saya tidak suka seseorang, saya bisa membuat orang-orang membenci orang yang tidak saya suka, tanpa orang sadar kalau saya itu yang menghasut mereka. Ketika orang tersebut dibenci, saya merasa sangat bahagia.Â
Semakin dewasa, saya pun menjadi orang yang sangat tenang di luar. Tidak ada yang tahu, bahkan keluarga, apa yang berkecamuk dalam diri saya. Saya tidak pernah mau berdekatan dengan orang lain secara emosional.Â
Ada berbagai macam kejanggalan lain yang tidak bisa sebutkan satu-persatu karena panjang. Akan tetapi, beruntung, saya sendiri tipe yang sangat suka tentang hal-hal yang berbau psikologi, jadi saya banyak mencari tahu hal-hal aneh dalam diri saya.Â
Saat mempelajari psikologi dari sana saya baru tahu apa saja keanehan dari diri saya, dan menelusuri penyebab saya seperti ini.
Tentu ini tidak mudah, saya dibantu oleh adik dan atasan saya untuk menelusuri penyebab dan cara supaya saya bisa berdamai dengan masa lalu saya.
Ibu saya pun sudah mengubah pola komunikasinya dengan saya semenjak saya ketahuan akan bunuh diri. Disana beliau baru tahu bahwa saya membencinya dan ada hal yang membuat saya kaget, ibu saya meminta maaf pada saya. Itu seperti meruntuhkan benteng pertahanan saya yang pertama.Â