Kalau kata bego itu saya tidak terlalu masalah, karena sudah sering mendengarnya, logat Ibu saya Betawi, jadi kata bego itu hal biasa. Yang agak mengherankan bagi saya ketika wali kelas meledek saya Islam dan anak kampung.
Ada apa dengan Islam dan anak kampung? Saya tidak pernah dikatai ataupun dimarahi karena agama dan warna kulit. Tapi kata anak kampung, mungkin karena kulit saya saat itu sangat hitam akibat sering main di luar. Saya sering main di luar supaya menghindar dari pukulan-pukulan.
Kemudian, ada tambahan sebutan untuk saya, yakni miskin. Karena ternyata, sudah jadi kebiasaan orangtua yang mau nilai anaknya bagus harus memberikan hadiah untuk wali kelas.Â
Semakin mahal, maka semakin tinggi nilainya. Semakin sering diberi, wah itu sudah pasti juara kelas. Ibu saya pun memberikan hadiah, tapi karena ekonomi kami saat itu sangat pas-pasan, maka Ibu memberikan hadiah yang ternyata untuk wali kelas tidak bernilai. Maka itu, saya pun dikatai miskin.
Saya sama sekali tidak mengadukannya sekali pun ke orangtua saya, karena saya merasa kalau saya memberitahu mereka percuma saja, saya yang akan dipukul. Maka, disinilah pentingnya orangtua memberikan penjelasan pada anak, mengapa anak dihukum.Â
Hal ini menghindarkan kejadian seperti yang saya alami, saya lebih baik diam memendam kemarahan saya daripada ada tambahan luka lagi.
Dari ejekan wali kelas, mulai siswa yang laki-laki ikut mengejek, bahkan senior pun juga ikut mengejek. Istirahat dan pulang sekolah, ejekan selalu menjadi makanan sehari-hari saya. Saya diam saja dan hanya bisa menahan sedih. Kemudian, mulai membentuk teman berkhayal, saya merasa hidup saya paling indah itu ketika tidur.Â
Dari ejekan, naik menjadi pengeroyokan. Hampir setiap hari para siswa laki-laki memukul dan menonjok saya, kemudian menginjak dan menyeret saya.Â
Hanya OB yang langsung melindungi saya kalau saya diperlakukan seperti itu, tapi kalau OB sudah pergi, saya akan kembali diincar. Saking marahnya, akhirnya saya memukul salah satu anak laki-laki sampai kacamatanya retak.Â
Wali kelas yang melihat, langsung memarahi depan teman-teman yang lain, "Heh! Ini kacamata mahal, kamu jual diri juga ga akan sanggup beli ni kacamata!"
Kaget, apa itu jual diri? Belum sempat terpikirkan, saya pun kembali dikeroyok. Dan tidak ada satupun guru yang membela.