Mohon tunggu...
Nana Marcecilia
Nana Marcecilia Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - Menikmati berjalannya waktu

Mengekspresikan hati dan pikiran melalui tulisan

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Proteksi Diri dari Ancaman Gangguan Mental

9 Oktober 2019   12:55 Diperbarui: 10 Oktober 2019   12:59 985
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Getty Images/iStockphoto

Kemudian lingkungan sekolah
Sekarang sedang marak kasus pembullyan siswa oleh teman-temannya, sebenarnya ini sudah terjadi sejak dulu. Mirisnya, jarang sekali ada guru yang mau turun tangan membantu. Kalau ini saya kurang paham, mengapa para guru jarang mau terlibat bila melihat salah satu siswa di bully.

Kejadian yang saya alami di sekolah, ternyata menjadi faktor utama yang membuat saya mengalami gangguan mental di kemudian hari. 

Maaf, saya disini menceritakan hal yang agak sensitif, bukan bermaksud mengadu domba akan tetapi ingin memberikan gambaran, bahwa kita tidak pantas untuk menilai seseorang dari hal-hal yang berbau SARA.

Saya keturunan campuran etnis keturunan Tionghoa dan Palembang asli, agama yang tertera di kartu keluarga adalah Islam. Saya pribadi diperkenalkan berbagai agama, karena masing-masing anggota keluarga saya memiliki agama yang berbeda dan semuanya baik-baik saja. 

Ibu dan ayah saya memberikan saya kebebasan untuk belajar. Kata Ibu, kalau saya sudah mantap di satu agama nanti, saya baru boleh memilih, sehingga jalan yang saya tempuh didunia benar-benar berdasarkan kebenaran Tuhan.

Selama saya bersekolah, saya pernah mendapatkan bully-an sewaktu TK. TK tersebut mayoritas memeluk agama Islam dan karena kulit saya paling putih, saya selalu dikatai "Cina" oleh teman-teman saya. 

Beruntung, guru di sana sangat memperhatikan murid-muridnya, kami ditanamkan untuk saling menyayangi antar teman. Sehingga pem-bully-an yang terjadi tidak berlarut-larut.

Bully-an berikutnya terjadi ketika saya bersekolah yang mayoritas siswa dan gurunya beretnis keturunan Tionghoa dan beragama Kristen. Nah, kalau ini parah sekali.

Wali kelas saya ternyata orang yang sangat fanatik pada agamanya. Ketika mengetahui agama saya Islam, ia menjadi tidak suka pada saya. Ia tidak pernah bertanya, saya di keluarga bagaimana saja, diajarkan agama apa di keluarga, dan sebagainya. 

Sekolah yang saya tempati ini, level pelajarannya sangat jauh di atas tempat saya bersekolah biasa. Jadi, sangat sulit bagi saya beradaptasi dengan level pelajarannya. Akibatnya nilai saya selalu buruk.

Karena sebal melihat nilai ulangan saya selalu buruk, didepan kelas, dengan senang hati sang wali kelas berbicara dengan lantang, "Dasar Islam, anak kampung, bego lagi." 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun