Mohon tunggu...
Najwatul Aini
Najwatul Aini Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Universitas Jember, jurusan Ilmu Hubungan Internasional.

Selanjutnya

Tutup

Financial

Amnesti Pajak Tak Lagi Berlaku sebagai Penerimaan Pajak 2023

6 Maret 2023   18:27 Diperbarui: 6 Maret 2023   18:33 1743
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Tax amnesty adalah pengampunan pajak yang seharusnya dibayar oleh wajib pajak, tidak mendapatkan sanksi administrasi dan sanksi pidana pada bidang perpajakan.

Wajib pajak dapat memperoleh kemudahan tersebut dengan melaporkan harta serta membayar tebusan. Segala aturan mengenai tax amnesty dijelaskan dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2016 tentang pengampunan pajak.

Kebijakan tax amnesty yang diberlakukan oleh pemerintah Indonesia bertujuan untuk 1) meningkatkan penerimaan negara 2) kebijakan tax amnesty menjadi jembatan bagi pemerintah untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak untuk membayar pajak 3) cara pemerintah melakukan repatriasi.

Penerapan kebijakan tax amnesty tak hanya berlaku di negara Indonesia. Namun, terdapat negara lain yang menerapkan kebijakan tax amnesty ini, diantaranya Amerika Serikat, Australia, Jerman, Rusia dan Belgia.

Tax amnesty jilid I di Indonesia dilaksanakan pada tahun 2016 hingga 2017. Terdapat 3 skema dalam menentukan tarif uang tebusan dimana tertuang dalam Undang-Undang No. 11 Pasal 4 Tahun 2016 tentang pengampunan pajak.

Tax amensty jilid I berakhir pada 31 Maret 2017. Sri Mulyani selaku Menteri Keuangan menilai pelaksanaan tax amnesty jilid I berjalan cukup baik. 

Penerimaan mencapai Rp130 triliun, repatriasi mencapai Rp46 triliun dan deklarasi harta sebesar Rp4.813,4 triliun, yang pembagiannya terdiri atas deklarasi harta dalam negeri sebesar Rp3.633,1 triliun dan repatriasi sebesar Rp146,6 triliun. 

Uang tebusan pengampunan pajak yang diperoleh dari wajib pajak pribadi non UMKM (Usaha Mikro Kecil dan menengah) sebesar Rp90,36 triliun, Rp4,31 triliun dari wajib pajak badan non UMKM, OP UMK sebesar Rp7,56 triliun, dan penerimaan uang tebusan dari wajib pajak badan UMK mencapai Rp0,62 triliun. 

Namun, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengakui jumlah peserta yang mengikuti tax amnesty jilid I masih dapat digolongkan kecil jika dibandingkan dengan jumlah wajib pajak yang berada di Indonesia. 

Wajib pajak yang mengikuti tax amnesty jilid I sebanyak 921.744 wajib pajak dengan jumlah pelaporan SPH sebanyak 974.058. Tak hanya itu, diperkirakan terdapat harta repatriasi yang masih berada diluar negeri yang belum terdaftar di Indonesia, yaitu sebesar Rp24,7 triliun. 

Sedangkan, pada pelaksanaan tax amnesty jilid II atau sekarang lebih dikenal dengan Program Pengungkapan Sukarela (PPS). Tak hanya namanya saja yang berubah, aturan yang mengatur skema penebusan uang tax amnesty jilid I dan tax amnesty Jilid II juga mengalami perubahan skema. 

Dimana aturan tax amnesty atau PPS diatur dalam PMK-196/PMK.03/2021. Tarif pada tax amnesty jilid II akan tetap sama selama periode masih berlangsung. Selain itu, terdapat dua skema dalam tarif penebusan uang tax amnesty jilid II. 

Pertama, tarif 6% hingga 11% diberikan kepada wajib pajak yang terdaftar sebagai peserta pengampunan pajak baik badan dan pribadi. Kedua, harta yang diperoleh pada tahun 2016 hingga 2020 oleh wajib pajak OP (Orang Pribadi) khusus diberi tarif sebesar 12% hingga 18%. 

Pada konferensi pers di DJP pada 1 Juli 2022. Menteri Keuangan, Sri Mulyani membeberkan jumlah peserta yang mengikuti Program Pengungkapan Sukarela (PPS) sebanyak 247.918 wajib pajak dan terdapat 308.058 surat keterangan atas harta yang akan dilaporkan oleh wajib pajak. 

Sri Mulyani mengatakan nilai harta bersih yang dilaporkan oleh wajib pajak sebesar Rp594,82 triliun, yang terdiri dari harta deklarasi di dalam negeri dan repatriasi luar negeri sebesar Rp512,57 triliun, deklarasi luar negeri mencapai Rp59,91 triliun dan sisanya merupakan harta investasi sebesar Rp22,34 triliun. 

Pada Program Pengungkapan Sukarela (PPS) tercatat telah memperoleh pajak penghasilan (PPh) mencapai Rp61 triliun. Namun, jika melihat dari perbandingan perolehan tax amnesty jilid I dan Program Pengungkapan Sukarela (PPS) atau tax amnesty jilid II. 

Dapat dilihat tax amnesty jilid I jauh lebih banyak dari segi peserta maupun jumlah perolehan yang didapat dari penebusan uang tax amnesty. Program Pengungkapan Sukarela jilid II mengalami penurunan. 

Pelaksanaan tax amnesty oleh pemerintah bertujuan untuk menarik harta yang diduga disimpan di negara-negara yang bebas pajak. Hal ini, dilakukan oleh para wajib pajak untuk menghidari beban pajak, 

meningkatkan penerimaan pajak yang diharapkan dapat menggenjot pemasukan negara dari segi pajak, melakukan reformasi pajak menuju sistem yang baru yang bertujuan untuk meningkatkan kepatuhan membayar pajak bagi para wajib pajak.

Pada tax amnesty jilid I diperkirakan dapat meningkatkan penerimaan negara dari segi pajak. Namun, pada kenyataannya penerimaan yang sudah ditargetkan oleh pemerintah tidak dapat terealisasi dengan cukup baik. Begitu pun dengan Program Pengungkapan Sukarela (PPS) juga mengalami penurunan. 

Bahkan, program tax amnesty ini tidak dapat meningkatkan rasio penerimaan pajak negara. Jaminan serta kemudahan yang telah dijanjikan oleh pemerintah tidak mampu meningkatkan jumlah partisipasi dari wajib pajak. 

Tak hanya itu, adanya beberapa perubahan aturan yang diberlakukan oleh pemerintah. Mengakibatkan lunturnya bahkan menghilangnya kepercayaan serta kepatuhan masyarakat untuk membayar pajak di masa depan.

Yon Arsal, staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan pajak mengatakan pada tahun 2023 tidak akan lagi dilakukan Program Pengungkapan Sukarela (PPS) atau tax amnesty Jilid III. 

Hal ini dapat dinilai bahwa program tax amnesty kurang efektif dalam meningkatkan penerimaan negara dari segi pajak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun