Dampak psikologis: Konsep panoptikon dapat menciptakan lingkungan yang cenderung menimbulkan rasa takut dan rasa terancam pada individu yang berada di bawah pengawasan konstan. Ini dapat berdampak negatif pada kesejahteraan psikologis seseorang.
Menerapkan konsep panopticon ke sistem ekonomi dan hukum dapat memiliki konsekuensi yang signifikan. Berikut adalah beberapa konsekuensi yang mungkin terjadi:
Dampak bisnis:
A. Peningkatan pengendalian internal: Konsep Panopticon dapat mendorong perusahaan untuk meningkatkan pengendalian internal terhadap orang dan proses bisnisnya. Hal ini dapat membantu mengungkap pelanggaran internal, penyalahgunaan kekuasaan, atau penipuan yang dapat merugikan perusahaan.Â
B. Transparansi yang lebih baik: Menerapkan konsep Panopticon dapat mendorong perusahaan untuk lebih transparan tentang kebijakan, praktik, dan pelaporan mereka. Ini dapat membantu mengurangi risiko kejahatan struktural dan meningkatkan kepercayaan pemegang saham dan pelanggan.Â
C. Kesadaran dan Kepatuhan: Sistem pemantauan berdasarkan konsep Panopticon dapat meningkatkan kesadaran karyawan terhadap peraturan dan kebijakan perusahaan. Dengan pemantauan terus menerus, karyawan lebih cenderung mematuhi aturan dan menghindari pelanggaran.
Implikasi untuk sistem peradilan:
A. Bukti Elektronik: Konsep Panopticon didasarkan pada pemantauan intensif dan pengumpulan data. Hal ini dapat mengakibatkan banyaknya bukti elektronik dalam kasus hukum. Sistem hukum harus mampu mengolah dan menganalisis alat bukti elektronik dengan menggunakan teknologi yang kompleks dan canggih.
B. Perlindungan data dan hak asasi manusia: Penggunaan sistem panoptik untuk pengawasan dan pengumpulan data dapat meningkatkan privasi dan hak asasi manusia. Sistem hukum harus menyeimbangkan antara kebutuhan pengawasan dengan perlindungan hak individu.
C. Meningkatkan Efektivitas Penegakan Hukum: Dengan sistem Panopticon, lembaga penegak hukum dapat mendeteksi dan memerangi kejahatan struktural secara lebih efektif. Kumpulan bukti elektronik yang komprehensif dan kemampuan pemantauan yang kuat dapat membantu sistem peradilan menangani kasus secara lebih efisien dan adil.
Permasalahan dalam Kasus Asuransi Jiwasraya yang Terkait dengan Kejahatan Struktural:
Kejahatan struktural didefinisikan sebagai aktivitas kriminal atau perilaku berbahaya yang tidak hanya disebabkan oleh individu atau kelompok individu tertentu, tetapi juga merupakan hasil dari struktur atau sistem sosial yang ada. Kejahatan struktural adalah pelanggaran norma dan nilai sosial dari struktur sosial, ekonomi, politik atau budaya.Â
Identifikasi kejahatan struktural dalam kasus Jiwasraya:
Manipulasi dan Penyalahgunaan Kekuasaan: Bagi Jiwasraya, ada tanda-tanda manipulasi dan penyalahgunaan wewenang oleh pihak-pihak di perusahaan tersebut. Ini termasuk membuat keputusan investasi yang meragukan dan bertindak bertentangan dengan kepentingan klien.
Pelanggaran etika dan tanggung jawab: Kejahatan struktural juga mencakup pelanggaran etika dan tanggung jawab oleh orang atau kelompok yang memiliki kekuasaan. Dalam kasus Jiwasraya, terdapat bukti kelalaian perusahaan dalam memenuhi tugas dan tanggung jawab kepada nasabahnya.
Konflik Kepentingan dan Keuntungan Pribadi: Kejahatan struktural mungkin melibatkan konflik kepentingan dan keputusan berdasarkan keuntungan pribadi daripada kepentingan organisasi atau klien. Dalam kasus Jiwasraya, diduga terjadi benturan kepentingan dan tindakan yang menguntungkan beberapa pihak yang terlibat dalam kebijakan investasi.