ABSTRAKÂ
Â
Riba, dalam konteks keuangan Islam, merujuk pada tambahan atau kelebihan yang dianggap eksploitatif dalam transaksi utang-piutang dan jual-beli. Terdapat dua jenis utama riba: riba al-Qardh (dalam utang-piutang) dan riba al-Buyu' (dalam jual-beli). Riba al-Qardh mencakup riba qardh yang merujuk pada manfaat tambahan dalam utang-piutang, serta riba jahiliyah yang terkait dengan tambahan akibat keterlambatan pembayaran. Riba al-Buyu' meliputi riba fadhl yang berkaitan dengan pertukaran barang sejenis yang berbeda kualitas atau kuantitas, dan riba nasi'ah yang terkait dengan penundaan dalam pertukaran barang ribawi. Dalam transaksi keuangan kontemporer, praktik riba dihindari melalui mekanisme seperti perbankan syariah dan sukuk, yang mengutamakan prinsip bagi hasil dan menghindari bunga tetap.
Selain itu, gharar, yang berarti ketidakpastian atau perjudian, juga dihindari dalam transaksi bisnis modern karena dapat merugikan pihak tertentu. Larangan terhadap gharar berakar dari ajaran Al-Qur’an yang melarang praktik yang tidak jelas atau spekulatif. Dalam penyelesaian sengketa bisnis, prinsip keadilan, transparansi, dan tanggung jawab bersama diutamakan untuk memastikan keputusan yang adil dan etis. Fikih muamalah menekankan pentingnya akad (perjanjian) yang jelas untuk menghindari riba dan gharar serta menjaga keterbukaan dan kesukarelaan.
Kata Kunci : Riba, Gharar, Prinsip Keuangan Islam, Dan Fikih Muamalah
Pengertian Riba
Â
Riba berarti "tambahan" atau "kelebihan" dan dalam konteks keuangan, riba adalah tambahan eksploitatif dalam transaksi utang-piutang atau jual beli.
Jenis-Jenis Riba
Â
Riba al-Qardh (Riba dalam Utang-Piutang):