Mohon tunggu...
Naisya azkiah Yansi
Naisya azkiah Yansi Mohon Tunggu... Lainnya - mahasiswi UIN SGD BANNDUNG

Hobi saya menyanyi, traveling.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tokoh Fiqih (Imam Syafi'i) dan Model Pengkajiannya

18 Juni 2024   15:07 Diperbarui: 18 Juni 2024   15:15 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

3) Ijma'

Menurut pahamnya ialah : "tidak diketahui ada perselisihan pada hukum yang dimaksudkan". Beliau berpendapat, bahwa meyakini telah terjadi persesuaian paham segala ulama tidak mungkin.

4) Qiyas

Beliau menolak dasar istihsan dan dasar istishlah. Metodologi ijtihad Imam Syafi'i tidak ada yang menggunakan logika kecuali terbatas pada Qiyas saja.

5) Istdlal

As-Syafi'i dapat memahamkan dengan baik fiqh ulam Hijaz dan fiqh ulama Iraq dan beliau terkenal dalam medan munadharah sebagai seorang yang sukar dipatahkan hujjahnya.

Dalam menetapkan metode urutan hukum di atas, Imam al-Syafi'I meletakkan al-Qur'an dan al-Sunnah sejajar pada urutan yang paling diutamakan, sebagai Gambaran pentingnya sunnah dalam menjelaskan ayat-ayat al-Qur'an, serta menguatkan bahwa Nabi Muhammad SAW bertindak sesuai dengan petunjuk Allah SWT. melalui wahyu bukan berdasarkan hawa nafsu, meski perlu diketahui bahwa proses lahirnya hukum tersebut berrbeda (Karim, 2013:189).

Format hirarkis yang disusun oleh Imam al-Syafi'i telah memberikan pengaruh yang signifikan dalam Sejarah pemikiran Islam. Buktinya pada saat itu tidak ada kritik terkait pemikiran al- Syafi'i, para ulama seolah-olah menerimanya begitu saja baik dari pemikir al-Asyariyah maupun Mu'tazilah. Misalnya saja Juwayni dalam kitab al-Burhan yang mengatakan bahwa dalil fiqih adalah teks Al-Qur'an, Sunnah mutawatir dan Ijma'. 

Bukan hanya itu, dampak epistimologisnya jug sangat besar, misalnya dalam jenis ilmu, semua mesti sesuai dengan standarisasi al-Qur'an. Maka seandainya ada ilmu yang bertentangan dengan Al-Qur'an maka hanya ada dua kemungkinan. Yang pertama, ilmu tersebut salah dan  kedua pemahaman terkait al-qur'an itu yang dialah artikan, karena Al-Qur'an mustahil salah. (Syafrin, 2009:242).

Terobosan landasan pengambilan hukum yang ditetapka Imam al-Syafi'I ini sangat mengutamakan kehati-hatian (ikhtiyat) apabila terdapat dua dalil yang sama kuat, Imam al-Syafi' kemudian memberikan suatu sikap yang baik dan bahkan berani merevisi hasil pemikirannya yang lama dengan mengemukakan yang baru, baik karena ditemukannya dalil lain maupun karena pengaruh lingkungan. Dari sikap tersebut dikenal lah adanya dua pendapat yang bersumber dari Imam al- Syafi'i, yakni pendapat lama (qoul qodim) dan pendapat baru (qoul jadid) (Karim, 2013:190).

Pada tataran praktik metode Imam al-Syafi'i dalam berijtihad dan beristidlal sebenarnya tidak hanya terpaku pada sumber dan dalil hukum berupa al-Qur'an, al-Sunnah, Ijma' dan Qiyas, namun beliau juga dalam menggali hukum memakai metode Istishab, Urf, Fatwa Sahabat, Istiqra' dan Akhdzu Aqall Maa Qiyla. Metode Istiqra' dan Ahdzu Aqall Maa Qiyla, dua metode yang tidak digunakan oleh ulama madzhab, baik imam Abu Hanifah, imam Malik bin Anas maupun imam Ahmad bin Hanbal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun