Gambar tersebut merupakan representasi teori penyebab korupsi menurut Robert Klitgaard. Dalam teori ini, korupsi (C) terjadi sebagai hasil dari tiga elemen utama:
1. D = Dictionary: Mengacu pada diskresi, yaitu kebebasan atau keleluasaan yang dimiliki oleh seseorang atau sekelompok orang dalam membuat keputusan. Ketika diskresi terlalu besar tanpa pengawasan, peluang untuk penyalahgunaan wewenang meningkat.
2. M = Monopoly (Monopoli): Monopoli dalam konteks ini berarti konsentrasi kekuasaan atau wewenang pada individu atau kelompok tertentu. Semakin besar monopoli kekuasaan, semakin tinggi potensi terjadinya korupsi.
3. A = Accountability (Akuntabilitas): Kurangnya akuntabilitas atau mekanisme pertanggungjawaban atas tindakan yang dilakukan oleh individu atau institusi memperbesar risiko korupsi. Akuntabilitas yang rendah membuat pelaku korupsi merasa tindakannya tidak akan diketahui atau dihukum.
Berdasarkan teori ini, korupsi dapat dijelaskan dengan formula sederhana: Â
Korupsi (C) = Monopoli (M) + Diskresi (D) Akuntabilitas (A)
Teori ini memberikan penekanan pada pentingnya reformasi sistemik untuk mengurangi monopoli kekuasaan, membatasi diskresi, dan meningkatkan akuntabilitas sebagai langkah strategis dalam memberantas korupsi.
Pendahuluan
Korupsi telah menjadi salah satu permasalahan serius yang menghambat pembangunan dan kesejahteraan di Indonesia. Kasus korupsi tidak hanya merugikan keuangan negara tetapi juga melemahkan kepercayaan masyarakat terhadap institusi pemerintah. Salah satu kasus korupsi yang mendapat perhatian besar adalah kasus Rafael Alun Trisambodo, seorang pejabat Kementerian Keuangan yang terungkap memiliki kekayaan tidak wajar dan terlibat dalam tindak pidana pencucian uang. Kasus ini mencerminkan betapa mendalamnya akar korupsi di dalam birokrasi Indonesia, yang mencakup kelemahan sistem pengawasan, penyalahgunaan wewenang, hingga gaya hidup mewah yang tidak sesuai dengan profil seorang aparatur sipil negara. Â
Dalam memahami akar permasalahan ini, teori-teori antikorupsi seperti Fraud Triangle oleh Jack Bologna dan pendekatan sistemik Robert Klitgaard menjadi relevan. Teori Fraud Triangle menjelaskan bahwa korupsi terjadi karena adanya tekanan, peluang, dan rasionalisasi pada individu pelaku, sementara Robert Klitgaard menawarkan perspektif struktural bahwa korupsi adalah hasil dari monopoli kekuasaan, diskresi yang berlebihan, dan rendahnya akuntabilitas. Pendekatan ini sangat cocok digunakan untuk menganalisis kasus Rafael Alun, di mana faktor individu dan kelemahan institusi saling berkontribusi terhadap terjadinya praktik korupsi. Â
Kasus ini juga memberikan pelajaran penting tentang perlunya memperbaiki sistem birokrasi dan pengawasan di Indonesia. Penyelesaian kasus yang menghasilkan setoran Rp 40 miliar ke kas negara oleh KPK menunjukkan komitmen dalam menindak pelaku korupsi, tetapi lebih jauh lagi, kasus ini menggarisbawahi pentingnya membangun sistem yang mencegah korupsi sejak awal. Oleh karena itu, pendekatan teori antikorupsi perlu digunakan tidak hanya untuk memahami pola perilaku koruptif, tetapi juga untuk merumuskan strategi pemberantasan korupsi yang efektif dan berkelanjutan di Indonesia.