Mohon tunggu...
Nailis Saniyyah
Nailis Saniyyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

menulis/lumayan terbuka pada sosial/konten favorit tentang kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pemilik Hadiah Terbaik

10 November 2023   17:09 Diperbarui: 10 November 2023   17:17 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Hari itu, disebuah perahu yang cukup besar dengan seorang nelayan, satu orang laki-laki serta satu gadis cantik tengah melakukan perjalanan jauh yang entah akan kemana.

"Aku boleh tanya sesuatu?" Tanya seorang gadis cantik pada seorang laki-laki yang tengah duduk disampingnya.

Lelaki itu menoleh ke arah gadis cantik ini sambil menunjukkan senyumannya yang sangat manis.

"Kenapa harus ijin dulu? Bukannya kamu seneng nanya, Lingga?" Tanya balik lelaki itu dan ternyata gadis yang tengah bersamanya adalah Lingga.

Lingga hanya tersenyum lebar mendengar pernyataan lelaki itu. Sudah sangat hafal dengan tabiat Lingga yang suka bertanya tentang apapun yang ada di alam semesta ini.

"Jadi, mau nanya apa, Linlin?" Tanya lelaki itu sekali lagi dengan sangat lembut.

"Menurut kamu, hadiah terbaik apa yang kamu dapat di tahun ini?"

Lelaki itu diam. Kembali menatap hamparan lautan yang begitu luas tak berujung. Menerawang jauh seolah mencari jawaban atas pertanyaan sederhana Lingga. Diatas sebuah perahu yang cukup sederhana. Bersama seorang nelayan yang entah akan pergi kemana. Lingga menunggu jawaban atas pertanyaannya, menatap bingung kearah lelaki itu, seolah-olah pertanyaan itu adalah pertanyaan yang harus memilih antara hidup dan mati.

"Bastian" Panggil Lingga akhirnya menyadarkan lamunan lelaki itu yang ternyata bernama Bastian.

Bastian menoleh kearah Lingga dengan sedikit terkejut seolah ditarik kealam sadar nya kembali.

"Kenapa gak jawab pertanyaan aku, Bas?"                       

"pertanyaan kamu indah banget kali ini, Lin"

Lingga bingung mendengar ucapan Bastian.

"Apanya yang indah? Aku cuma nanya biasa aja perasaan" ujar Lingga keheranan.

"Iya indah, karena jawaban nya adalah kamu" ucap Bastian pelan tanpa menoleh kearah Lingga.

Lingga hanya bisa menatap Bastian dengan tatapan yang makin kebingungan. 'kenapa pembahasan nya jadi rumit' Lingga berujar dalam hati.

Bastian yang mengerti dengan Lingga yang hanya diam menatapnya, menoleh ke arah Lingga. Memberikan senyum manis yang dimiliki oleh Bastian. Paham bahwa Lingga tidak mengerti maksud ucapan nya kali ini.

"Kenapa malah senyum-senyum sih, Bas" Lingga berkata dengan sedikit kesal.

"Aku cuma senyum lho, kenapa kamu kesal, Lin?" Tanya Bastian yang justru membuat Lingga makin kesal. Bastian terkekeh melihat wajah Lingga yang terlihat mulai memerah, yang seolah-olah bisa saja meledak kapanpun.

"Aku gak nemuin hadiah terbaikku di tahun ini, Lin" Ucap Bastian.

Lingga masih enggan menoleh kearah Bastian, masih marah ternyata. Namun, telinganya dia pasang dengan baik ketika mendengar nada bicara Bastian yang mulai terdengar serius.

"Aku gak nemuin hadiah terbaikku di tahun ini karena aku udah nemuin hadiah terbaikku ditahun-tahun sebelumnya."

Kali ini Lingga seketika menoleh kearah Bastian. Melupakan kekesalannya sejenak. Menatap Bastian dengan serius.

"Karena aku udah nemuin kamu, jadi itu hadiah terbaikku. Kamu Lingga." Ucap Bastian sambil menatap kedua mata Lingga dengan tatapan yang begitu lembut, tatapan yang membuat siapapun akan terpesona melihatnya. Lingga hanya diam membalas tatapan Bastian. Seolah terhipnotis. Entah apa yang harus dikatakan Lingga untuk membalas ucapan Bastian. Namun, satu hal yang diketahui Lingga, dia menemukan jawaban istimewa dari pertanyaan sederhananya. Pertanyaan yang tampak biasa bagi Lingga, namun siapa tahu bahwa dia akan mendapat jawaban yang begitu indah dari mulut seorang laki-laki baik yang selama ini selalu menemani Lingga menyusuri lautan bahkan ke tempat yang jauh sekalipun. Seorang lelaki yang mampu membuat Lingga merasa bahwa didunia ini, tidak perlu ada yang ditakuti. Lelaki itu kini tengah tersenyum menatap Lingga. Hadiah terbaiknya. Sedangkan Lingga, kini menunduk malu memalingkan wajahnya dari Bastian. Bastian pun tertawa pelan melihat wajah cantik Lingga yang kini memerah.

"Jadi, kita mau kemana kali ini?" Tanya Bastian setelah cukup lama saling diam.

"Entah" Jawab Lingga sambil menatap lurus kedepan. Menatap lautan yang luasnya tidak berujung.

"Tumben, Lin" Ujar Bastian.

"Kenapa?" Tanya Lingga heran.

"Tumben kamu gak punya tujuan kali ini. Biasanya juga kamu yang selalu nentuin peta kita akan berlabuh kemana".

"Kali ini, rasanya aku mau disini terus, Bas. Duduk kaya gini, ngobrol berdua sama kamu, nikmatin banyak momen sama kamu disini. Aku  rasanya gak mau berlabuh kemana-mana, Bas. Untuk kali ini." Lingga berkata dengan sangat pelan tanpa melihat kearah Bastian. Menerawang jauh kedepan. Entah apa yang ada di fikiran Lingga hingga dia bisa berkata seperti itu. Sedangkan Bastian tengah menatap Lingga dengan tatapan yang sangat dalam. Mencoba menebak-nebak isi fikiran Lingga. Bukan seperti Lingga yang biasanya selalu memiliki peta perjalanan yang menakjubkan. Namun kali ini, gadis cantik disampingnya ini justru memintanya untuk tetap berada di sebuah perahu yang sangat sederhana ini.

"Kalo gitu, kasian dong bapak nelayan nya, Lin." Ucap Bastian sambil tertawa pelan, berusaha bergurau. Namun sepertinya Lingga tidak tertarik dengan candaan Bastian, karena kini dia hanya diam seolah tidak berniat membalas ucapan Bastian.

"Tapi tetap kita harus punya tujuan, Lin. Disini, ada aku, kamu, dan nelayan itu. Kita semua punya masing-masing tujuan. Kita gak bisa selamanya ada disini. Gimana kalo ternyata bapak nelayan itu ada keluarga dirumah yang sekarang lagi nunggu buat ayahnya pulang?" Jelas Bastian dengan lembut dan sangat hati-hati. Sangat menjaga perasaan Lingga.

"Iya kamu bener, semua orang punya tujuan dihidupnya. Tapi untuk kali ini aku gak punya tujuan, Bas."

"Bukan gak punya. Tapi kamu yang belum merancang hidup kamu mau jadi seperti apa di kemudian hari."

"Aku bebas pilih tujuan hidup aku kan, Bas?"

"Bebas apapun itu. Asal janji buat terus bahagia." Lingga kembali terdiam. Kembali menatap lautan yang luas seolah-olah laut adalah objek yang paling menarik ketimbang Bastian yang justru kini tengah menatapnya sangat dalam.

Tiba-tiba saja Lingga bangkit dari tempatnya duduk dan berjalan pelan menghampiri nelayan yang sedang fokus mengendarai perahunya. Berkata sesuatu dengan pelan bahkan Bastian tidak bisa mendengar pembicaraan keduanya. Bastian hanya menatap Lingga dengan sedikit bingung, memandang Lingga dengan tatapan yang sulit diartikan. Begitu banyak perasaan yang berterbangan dikepalanya. Dan semua itu Lingga lah pusat dari isi kepala Bastian saat ini.

Setelah sekian lama mereka tiba disebuah pelabuhan. Bastian sangat terkejut dengan pemberhentian mereka kali ini. Kampung halaman Lingga dan Bastian. Bastian selalu tahu, bahwa pulang ke desanya adalah hal yang selalu menyakitkan bagi Lingga, begitupun Bastian. Lingga kehilangan sosok orang tuanya ditempat ini dan diasingkan oleh saudara-saudaranya, Bastian yang ternyata memiliki orang tua lengkap namun hidup dengan penuh rekayasa. Namun sekarang, justru mereka harus kembali ke tempat ini setelah sekian bulan lamanya mereka pergi. Bastian menoleh kearah Lingga seolah meminta penjelasan atas semua ini. Sedangkan Lingga, hanya terdiam sambil tersenyum manis tanpa menoleh kearah Bastian sedikitpun.

"Kenapa, Lin?" Tanya Bastian akhirnya mencoba untuk tetap tenang.

"Kenapa apanya, Bas?" Tanya balik Lingga.

"Kenapa tempat ini? Bukannya kita udah sepakat buat gak balik lagi kesini?" Tanya Bastian heran. Semakin heran melihat Lingga yang dengan santainya turun dari perahu. Mau tak mau Bastian ikut turun mengikuti Lingga. Masih diam, Lingga menatap lurus kedepan dengan tatapan yang sulit diartikan. Entah perasaan rindu atau justru perasaan menyakitkan itu terlahir kembali. Benar-benar membuat Bastian menatap Lingga dengan penuh keheranan. Bagaimana mungkin tempat ini yang akhirnya dipilih Lingga untuk berlabuh.

Lingga berjalan pelan menyusuri pelabuhan yang ramai oleh manusia-manusia yang sibuk dengan aktifitasnya masing-masing. Menyusuri jalan yang sudah berbulan-bulan lamanya tidak dia datangi. Berjalan dengan sesekali perasaan sesak yang masih menghuni hati Lingga. Bastian meenyadari bahwa rasa sakit itu masih tidak bisa hilang dari diri Lingga. Maka dari itu, Bastian dengan segera menahan tangan Lingga sebelum langkahnya semakin masuk ke desa dan orang-orang akan mulai menyadari kedatangan mereka.

"Jawab aku, Lin. Buat apa kita kesini lagi?" Tanya Bastian. Kali ini dengan nada yang berbeda. Cukup tegas. Sehingga membuat Lingga sedikit kaget karena Bastian tidak pernah berbicara seperti itu padanya.

"Jawab! Kenapa tempat ini?! Kamu mau pulang? Mau nerima semuanya? Mau hidup ditempat ini lagi?" Tanya Bastian lagi. Lingga menggeleng pelan. Bukan. Bukan dia yang akan pulang. Melainkan hanya Bastian yang akan pulang.

"Aku mau anter kamu buat pulang, Bas." Ucap Lingga. Seketika Bastian melepaskan tangannya dari lengan Lingga. Menatap lingga dengan terkejut.

"Gak lucu, Lin. Aku gak pernah mau balik kesini." Ujar Bastian tegas.

"Tapi kamu harus balik, Bas. Kamu gak bisa selamanya ikut aku. Gak bisa"

"Bisa. Aku ikut kamu karena kemauan aku, Lin. Bukan keterpaksaan."

"Aku tahu. Tapi kamu masih punya orang tua dirumah yang pasti udah nyari-nyari kamu selama ini. Seperti hal nya nelayan tadi. Dia punya keluarga yang udah pastinya lagi nungguin dia kaya yang kamu bilang."

"Hidup sama orang tua yang penuh dengan rekayasa dan tekanan maksud kamu? Kamu ngebiarin aku hidup ditempat yang bahkan aku udah terlalu muak sama tempat ini sejak lama. Bahkan sebelum aku memutuskan buat ikut pergi sama kamu, fikiran untuk lari udah ada di bagian rencana aku. Dan sekarang aku udah pergi kamu malah bawa aku balik kesini?" Bastian mengusap rambutnya frustasi. Benar-benar tidak habis fikir dengan jalan fikiran Lingga. Kenapa semuanya jadi begitu rumit setelah berbulan-bulan mereka tampak begitu bahagia melewati banyak perjalanan-perjalanan yang menakjubkan?.

Lingga terdiam menahan air matanya agar tidak keluar. Sebisa mungkin dia tahan karena keputusan inilah yang terbaik. Dia hanya tidak ingin membuat semuanya makin rumit. Dia ingin membebaskan Bastian. Meskipun dengan cara ini Lingga tahu, bahwa kedepannya akan membuat Lingga dan Bastian tidak akan pernah benar baik-baik saja. Lingga terdiam cukup lama, mencoba untuk tetap tenang karena Bastian yang kini dihadapan nya, bukan lagi bastian yang selalu tenang menghadapi situasi apapun, namun Bastian yang amarahnya mulai memuncak karena bukan ini perjalanan yang dia inginkan.

"Maaf, Bas"

"Enggak. Aku gak nerima maaf kamu kali ini. Aku cuma butuh penjelasan kamu sekarang. Kenapa harus tempat ini? Kamu paling tahu, Lin, bahwa ketika aku udah kembali ke tempat ini itu artinya kita selesai dan aku gak mau itu terjadi."

"Kita gak bisa selamanya lari, Bas. Karena mau gak mau kamu akan tetap kembali ketempat ini, kamu masih punya keluarga disini. Dan kamu juga harus menikah sama Alin."

"Lingga! Stop bicara pernikahan. Karena gak akan pernah ada pernikahan antara aku atau kamu dengan orang lain. Jadi stop bicara soal itu." Bastian benar-benar marah kali ini.

Lingga kembali terdiam. Sama halnya dengan Bastian, dia pun tidak ingin membahas ini namun semuanya harus diselesaikan. Karena mereka tidak akan pernah bisa lari selamanya. Bastian masih memiliki orang tua yang masih peduli padanya meskipun agak sedikit keras. Berbeda dengan Lingga, bahkan mungkin satu dunia sudah tidak peduli lagi dengan keberadaannya.

"Bas, gapapa ya kita selesai disini? Kamu manusia baik yang masih dibutuhin banyak orang. Kamu anak laki-laki yang selalu bisa buat orang tua kamu bangga dari kecil. Jadi aku mohon ya, Bas. Gapapa kali ini kamu ngalah lagi demi orang tua kamu?"

Bastian tersenyum sinis. Bukan senyuman biasa yang selama ini Lingga lihat. Melainkan senyuman yang amat sangat berbeda. Senyum penuh luka dan rasa benci didalamnya. Lingga berusaha sekuat tenaga untuk menatap Bastian. Menahan semua rasa sakit yang dia rasa.

"Serius kamu nyuruh aku buat nyerahin diri kerumah itu lagi? Serius kamu nyuruh aku buat ngalah lagi, Lin? Kamu sadar sama ucapan kamu?"

"Iya aku sadar. Makanya aku bawa kamu kesini lagi."

"Oke. Aku pulang dan kita selesai." Ucap Bastian membuat Lingga menatapnya dengan terkejut. Tidak menyangka bahwa Bastian akhirnya menyerah.

"kenapa kaget? Ini kan yang kamu mau denger dari aku? Yaudah aku ikutin. Aku ngalah, aku nyerahin diri kerumah itu. Rumah orang tua aku. Aku  bakal nikah sama Alin sesuai dengan rencana orang tuaku. Itu kan tujuan kamu bawa aku kesini? Aku Cuma mau mempermudah tujuan kamu biar gak sia-sia dateng kesini." Ucap Bastian dengan nada yang berubah dingin. Benar-benar bukan Bastian yang Lingga kenal yang penuh dengan kehangatan. Lingga berhasil membuat Bastian berubah dalam waktu yang cepat.

Lingga tak bisa berkata apa-apa. Benar. Dia yang mengingkan Bastian untuk kembali kepada orang tuanya, untuk kembali kedalam rumah yang benar benar siksaan bagi Bastian, untuk kembali mengalah menikah dengan gadis yang sejak lama dijodohkan orang tuanya. Alin, gadis manis dari orang tua yang cukup berada didesanya. Satu desa dengan Bastian dan Lingga. Orang tua Bastian tidak pernah mengizinkan Lingga hadir dihidup Bastian. Karena satu desa tahu bagaimana dia diasingkan oleh saudara-saudaranya sejak orang tuanya meninggal. Bagi saudara-saudaranya, Lingga adalah pembawa sial. Namun, berbeda dengan dengan Bastian, lelaki yang sejak dulu tidak pernah mendengarkan apapun ucapan orang-orang terhadap Lingga. Baginya, Lingga adalah gadis cantik dengan sejuta keindahan didalamnya.

"Terima kasih buat perjalanan-perjalanannya, Lin. Terima kasih udah kuat sejauh ini. Janji satu hal sama aku, Lin"

"Apa, Bas?" Tanya Lingga dengan sangat pelan. Membiarkan air mata yang sejak tadi dia tahan terjatuh, mengalir dengan deras begitu saja. Bastian menghela napasnya berat. Melihat Lingga menangis adalah kebencian tersendiri baginya. Cita-cita Bastian sejak dulu adalah membuat Lingga selalu bahagia, bukan menangis seperti ini.

"Janji buat terus bahagia, ya. Dengan atau engga sama aku, kamu harus terus bahagia setelah ini. Janji ya, Lin?"

Lingga benar-benar menangis saat ini. Berakhir sudah kisah hebatnya dengan Bastian. Laki-laki biasa yang selalu bisa membuat banyak hal menjadi luar biasa. Lelaki yang selalu berkata bahwa suatu saat nanti akan membawa Lingga pada suatu tempat yang hanya ada dia dan Lingga. Lelaki luar biasa yang berkata bahwa Lingga lah hadiah terbaiknya. Kini, dia akan kehilangan lelaki hebat ini, atau memang bahkan dia sudah kehilangannya sejak Lingga memutuskan untuk membawanya kembali ke desa ini.

Bastian berjalan maju kearah Lingga dan memeluk gadis itu. Memeluk dengan erat tanpa sepatah katapun. Karena kalau Bastian boleh jujur, dia tidak pernah menginginkan hari ini tiba. Dia tidak pernah ingin untuk kembali. Tapi apa yang dikatakan Lingga benar, bahwa mereka tidak bisa selamanya lari dari semua ini. Bastian harus tetap kembali, meski harus melepaskan seseorang yang selama ini menjadi pusat kebahagiaannya. Karena sekuat apapun mereka lari, tidak akan pernah memiliki tujuan akhir yang benar-benar berakhir jika tidak benar-benar diakhiri. Maka dari itu, Lingga memutuskan untuk membawa Bastian kembali pulang, untuk mengembalikan Bastian pada seseorang yang lebih berhak atas diri Bastian.

Hari itu, setelah hari dimana mereka memutuskan untuk berakhir, Lingga kembali pergi ikut menumpang sebuah kapal dengan perjalanan yang cukup jauh, yang membawanya ke tempat ini. Ibu kota Jakarta. Sejak itu dia tidak pernah lagi mendengar kabar Bastian. Entah, mungkin dia sudah bahagia dengan keluarga kecilnya saat ini. Kisah itu sudah tertinggal 10 tahun lamanya. Sudah banyak hal yang dilewati Lingga sampai akhirnya dia menemukan kafe ini. Lingga sudah berdamai dengan 10 tahun itu. Meski kenyataannya dia masih sendiri sampai saat ini. Bastian akan tetap menjadi kisah abadi dari perjalanan-perjalanannya yang menakjubkan. Lingga akan tetap menjadi Lingga si hadiah terbaik Bastian. Semua rasa Lingga terhadap Bastian tidak pernah berubah meski sudah tertinggal jauh. Semua masih sama dan akan tetap seperti itu.

Kisah singkat yang mengajarkan Lingga bahwa hidup adalah perihal mengikhlaskan sesuatu yang tidak bisa kita ubah. Kisah yang membuat Lingga paham, bahwa memang kita tidak perlu merasa kehilangan apapun karena sejak awal, kita tidak pernah memiliki apapun. Bastian akan tetap menjadi tokoh favorit nya. Sebanyak apapun dia melangkah, Bastian akan tetap tinggal di bagian hati Lingga yang tidak akan pernah terjamah oleh siapapun. Tentang kehidupan Bastian setelah hari perpisahan itu, kisah keluarga Bastian yang sebenarnya, kisah masa lalu Lingga, bahkan pemilik kafe yang sebenarnya, biarlah itu menjadi rahasia semesta yang mungkin akan diceritakan pada bagian bumi lain disaat semesta kembali mengizinkan kisah ini untuk diungkap kembali. Tugas Lingga untuk membagi kisah singkat ini telah selesai.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun