Fenomena yang terjadi di kota yakni banyak remaja yang tidak dapat mengontrol emosinya atau bersikap agresif, seperti kasar terhadap orang lain, sering bertengkar, bergaul dengan anak-anak bermasalah, membandel di rumah dan di sekolah, keras kepala dan suasana hatinya sering berubah-ubah, terlalu banyak bicara, sering mengolok-olok dan bertemperamen tinggi. Meskipun, tawuran antara remaja di desa terjadi, namun seringkali terjadi karena kesalahpahaman dan kurangnya kemampuan remaja untuk mengontrol emosinya.
Â
Pada masa remaja, biasanya remaja mengalami cinta pertama kali yang berbeda dengan kasih sayang yang diberikan oleh orang tua. Hal ini dapat menimbulkan kebingungan dan kegelisahan pada remaja. Oleh karena itu, penting bagi remaja untuk menceritakan perasaannya kepada orang yang tepat agar mendapatkan arahan yang sesuai.Â
Meskipun jatuh cinta pada teman lawan jenis sebenarnya normal dan sehat bagi remaja, namun tidak jarang juga menimbulkan konflik atau gangguan emosi jika tidak diikuti dengan bimbingan yang tepat dari orang tua atau orang dewasa. Sebaliknya, orang tua dapat merasa tidak gembira atau bahkan cemas ketika anak remajanya jatuh cinta, karena gangguan emosional yang mendalam dapat terjadi jika cinta remaja tidak terjawab atau hubungan cinta diputuskan oleh salah satu pihak.
Menurut Gross dan Hooria Jazairi (2014) ketidakmampuan untuk mengatur emosi merupakan akar dari gangguan psikologis seperti depresi dan gangguan kepribadian lain. Meskipun perlu penelitian lebih lanjut mengenai hal ini. Untungnya, seseorang dapat menangani dalam mengatur emosi yang baik, bahkan sebelum situasi yang tidak di inginkan terjadi. Dengan mempersiapkan diri, seseorang akan dapat menemukan bahwa emosi yang bermasalah harus di hilangkan sebelum mengganggu kehidupan orang tersebut.
Di dalam bukunya yang berjudul Mengembangkan Kecerdasan Emosional Anak, John Gottman memberikan petunjuk untuk mengajarkan cara memahami dan mengatur dunia emosi khususnya pada anak remaja. Di bawah ini terdapat lima langkah pendekatan yang dapat di sesuaikan dengan situasi yang dapat menyebabkan masalah. Mengetahui pemicu emosi dapat membantu untuk menghindari masalah sejak awal. Dengan melatih diri, kamu dapat mengubah hal negatif menjadi positif dan secara tidak langsung kamu akan mendapatkan kepuasaan secara emosional.
*Memilih situasi, hindari keadaan yang dapat memicu emosi. Terlebih emosi yang tidak kamu inginkan. Jika kamu tahu bahwa kemungkinan besar akan marah ketika sedang buru-buru atau ketika sedang menunggu seseorang maka persiapkanlah hal itu di awal. Keluarlah dari rumah atau suatu tempat lebih cepat sehingga kamu tidak marah atau terasa buru-buru. Jika kamu akan marah ketika menunggu seseorang, bicarakan dengan seseorang tersebut untuk datang tepat waktu, jika tidak kamu bisa menghindari untuk bertemu dengannya.
*Memodifikasi situasi mungkin akan mengurangi rasa kecewa. Contohnya ketika kamu berharap untuk membuat acara ulang tahun yang sempurna untuk teman atau keluarga, namun selalu ada saja hal yang tidak beres bagimu. Mungkin saja kamu menaruh harapan terlalu tinggi. Cobalah ubah situasi dengan mencari cara yang sesuai dengan kemampuanmu sehingga acara bisa selesai sesuai dengan yang kamu inginkan. Kamu juga bisa menaruh harapan yang tidak terlalu tinggi. Dengan begini, kamu tidak akan merasa kecewa dengan apa yang kamu harapkan.
*Alihkan fokus perhatian, misalnya kamu secara terus menerus merasa rendah dengan orang-orang yang ada di sekitarmu. Kamu selalu menganggap orang-orang lebih hebat dari pada kamu. Jika begitu, coba alihkan fokusmu dari mereka, cobalah fokus untuk diri sendiri atau hal-hal lain. Sehingga kamu bisa merasakan lebih percaya diri dengan kemampuanmu.Â
Nikmati prosesmu sendiri sehingga kamu merasa bangga pada dirimu sendiri.
*Ubah pemikiran, inti dari emosi kita adalah sebuah keyakinan yang mendorongnya. Kamu merasa sedih ketika kamu yakin telah kehilangan sesuatu, marah ketika memutuskan bahwa tujuan kamu telah gagal. Kamu mungkin tidak dapat mengubah situasi, namun kamu dapat mengubah pikiranmu. Kamu bisa mengubah pikiran mengarah pada kesedihan atau ketidakbahagiaan dengan pikiran yang mengarah pada kegembiraan.
Perubahan suasana hati pada remaja bisa di sebabkan oleh hal-hal kecil yang mungkin sepele di mata orang tua.
Faktanya, hal-hal kecil tersebut bisa menumpuk dan meledak kapan saja jika tidak di tangani dengan baik. Alih-alih membiarkan atau memarahi anak remaja yang berulah, sebaiknya orang tua harus membantu anak nya untuk mengelola emosinya.
Dilansir dari Connection Academy, begini cara yang tepat dan perlu orang tua terapkan saat menghadapi emosi anak remaja.
*Tetap tenang, jika memungkinkan, tahan diri untuk tidak berkomunikasi dengan anak remaja saat anda sedang marah, lelah, atau tidak sabar. Apabila anda mendapati diri anda berada dalam pertengkaran sengit dengan anak remaja anda, bersikap tetap tenang dapat membantu meredakan situasi. Jangan lupa untuk memberitahu anak remaja bahwa akan lebih mudah untuk menyelesaikan masalah yang ada jika mereka bisa memperlakukan satu sama lain dengan hormat bahkan ketika mereka tidak setuju.
*Pahami pikiran anak, penelitian menunjukkan bahwa otak remaja tidak berkembang seperti otak orang dewasa. Pada dasarnya, bagian otak yang mengelola emosi, nalar, dan pengambilan keputusan akan terus berkembang hingga pertengahan usia 20-an. Perkembangan otak yang berkelanjutan dan perubahan hormonal inilah yang dapat memengaruhi cara anak remaja dalam berfikir dan bereaksi terhadap situasi yang berbeda. Perubahan biologis seperti ini sama sekali tidak berarti bahwa ada kekurangan kecerdasan selama masa remaja.